Home / Urban / Terjerat Pesona Mama Temanku / Bab 6 Di ambang hasrat dan hormat

Share

Bab 6 Di ambang hasrat dan hormat

Author: Risya Petrova
last update Last Updated: 2025-05-23 20:58:38

Jordan mendengus, masih marah, tapi ia tahu dirinya terpojok.

“Aku bisa laporin ke Nyonya Jesica sekarang dan telepon polisi,” ancam Tigar dengan raut muka garang.

“Pergi dari sini! Dan jangan deket-deket Sarah lagi!” Tanpa sadar Radit menyebut nama mama sahabat karibnya itu dengan panggilan nama saja.

Dengan satu gerakan kasar, dia meraih kemejanya yang setengah terbuka, lalu melangkah keluar dari kamar, mendorong Jordan ke samping dengan kasar. "Cepat pergi! Jauh-jauh dari Sarah!"

"Kamu beruntung aku nggak bikin ribut," kata Jordan dengan suara rendah sebelum pergi dan sepasang netra membola berpancar amarah, meninggalkan Adit, Tigar, dan Sarah di kamar itu.

Adit menghela napas panjang, merasa lega namun tetap cemas. Dia berjalan mendekati Sarah yang masih terbaring di tempat tidur. "Sarah, kamu baik-baik aja?" tanyanya dengan lembut, meski ia tahu Sarah tidak benar-benar sadar untuk menjawab.

Tigar, yang kini berdiri di samping Adit, menepuk pundaknya dengan lembut. "Kamu barusan nyelametin dia, Dit. Kalo nggak, entah apa yang bakal terjadi."

Adit hanya mengangguk, masih merasa tegang. "Aku nggak bisa tinggal diam," katanya pelan.

“Memang dia siapa?” tanya Tigar jadi penasaran. “Temen satu kampus?”

Adit menggeleng. “Bukan. Dia mamanya temen ku.”

Tigar terkesiap. Menatap wajah Sarah yang memerah karena alkohol. “Astaga, dia mamanya temen kamu? Gila ... kenapa bisa awet muda banget. Kupikir dia seumuran kita.”

Adit menggelengkan kepalanya lagi.

“Eh, mbak ini kan yang tadi ngobrol sama nyonya Jesica kan?” tanya Tigar pada Adit dan juga pada dirinya sendiri. “Gue harus laporin ke Nyonya Jesica kalau begitu.”

“Iya, ide bagus, Gar. Mendingan semua kejadian ini kita laporin sama Nyonya Jesica. Kemungkinan Nyonya Jesica pasti kenal sama cowok tadi.” Adit mengangguk pelan kepada Tigar, yang dengan sigap berbalik dan segera melangkah keluar dari kamar, mencari Jesica di kerumunan tamu pesta.

Kini, Adit dan Sarah sendirian di kamar yang hening. Detak jantung Adit masih berdetak cepat setelah konfrontasi tadi.

Dia melirik Sarah yang terbaring tak berdaya di atas tempat tidur, wajahnya kemerahan karena pengaruh alkohol yang menguasai tubuhnya. Tubuhnya begitu lemah, seolah-olah dia sudah menyerah pada dunia sekitar.

Adit mendekat perlahan, hatinya penuh kebingungan. Dia tahu, dalam situasi seperti ini, dia tidak bisa meninggalkan Sarah sendirian.

Jordan mungkin sudah pergi, tapi ancaman bahaya bisa datang kapan saja, terlebih dari tamu lain yang tidak tahu apa-apa tentang keadaan Sarah.

Ketika Adit mendekati tempat tidur, matanya tak sengaja tertuju pada pakaian Sarah yang sudah setengah terbuka.

Jordan, dalam usahanya yang menjijikkan, telah membuka beberapa kancing bagian atas bajunya. Belahan dada Sarah terlihat jelas, dan bra hitam yang dikenakannya hanya menambah perasaan canggung yang membebani hati Adit.

Namun, dia menepis pikiran-pikiran yang tak pantas itu dari benaknya. ‘Ini bukan saatnya berpikir macam-macam!’ seru Adit pada dirinya sendiri dan kemudian mengambil napas dalam-dalam, mengendalikan emosinya, lalu perlahan mendekati tubuh Sarah.

Tangannya sedikit gemetar saat ia mulai merapikan pakaian Sarah, mencoba menutupi tubuhnya yang terbuka.

Adit mulai mendekatkan jarinya ke kancing baju Sarah, mengancingkan satu demi satu. Tapi saat ia mencapai kancing teratas, jantungnya berdebar semakin keras.

Bra Sarah terlihat jelas di balik bajunya, menonjolkan bentuk tubuh yang sempurna meskipun usianya tidak lagi muda belia. Memandanginya membuat darah Adit berdesir, menimbulkan konflik dalam hatinya.

Dia menelan ludah, berusaha keras untuk tetap fokus pada tujuannya, menjaga Sarah dan memastikan dia baik-baik saja. Namun, semakin lama dia berada di dekat Sarah, semakin sulit baginya untuk menahan perasaan yang campur aduk ini.

Adit menunduk sedikit, menatap wajah Sarah yang tertidur lemah. Wajah yang biasa tersenyum anggun kini tampak kusut dan tidak berdaya. Rambut hitamnya yang tergerai di atas bantal menambah kesan lembut yang begitu menggoda di matanya.

Tanpa sadar, Adit duduk di tepi tempat tidur, menunduk sedikit lebih dekat. Detak jantungnya yang semula hanya berdegup cepat, kini terasa seperti genderang yang ditabuh dengan keras di dadanya.

Dia merapikan rambut Sarah yang terserak di wajahnya, dengan gerakan pelan dan hati-hati.

Saat jemari Adit menyentuh kulit Sarah yang halus, sesuatu dalam dirinya berkecamuk. Ia menunduk lebih dekat, matanya terfokus pada bibir Sarah yang sedikit terbuka, bernapas pelan.

Sensasi panas mulai mengalir ke tubuh Adit, seolah-olah atmosfer kamar itu menghangat dalam beberapa detik.

Namun, dengan sekuat tenaga, Adit berusaha untuk menjaga pikirannya tetap jernih. Ini bukan waktu yang tepat untuk merasa tergoda. Ia tahu ada batas yang tidak boleh dia lewati, meskipun situasinya membuatnya sulit berpikir dengan kepala dingin.

Apa daya Adit hanya seorang pria dewasa normal pada umumnya.

Akhirnya Adit mendekatkan kepalanya pada bibir Sarah lagi. Lalu bibirnya dan bibir Sarah bertemu. Ia mencium lembut.

“Aku nggak boleh,” gumam Adit tiba-tiba pada dirinya sendiri, hampir seperti peringatan. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu segera menjauhkan diri dari Sarah dan kembali mengancingkan sisa kancing yang belum terpasang dengan benar.

Namun, semakin lama dia berada di sana, semakin sulit baginya untuk mengabaikan perasaan yang muncul. Suara napas Sarah, harum tubuhnya, dan pemandangan lembut di hadapannya membuat Adit merasa seperti berada dalam perang batin.

Adit memaksakan diri untuk berdiri. Dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan jantungnya yang berdetak kencang. Dia melangkah ke dekat jendela, berharap angin malam bisa sedikit mendinginkan perasaannya yang berkecamuk.

Namun, ketika ia kembali menatap Sarah yang terbaring di tempat tidur, ada dorongan lain yang muncul di dalam dirinya. Dorongan yang tidak bisa ia tolak. Seolah-olah ada magnet yang menariknya untuk mendekat lagi.

Adit berjalan perlahan ke arah tempat tidur, kali ini lebih dekat. Sarah masih terpejam, tidak sadar akan segala hal yang terjadi di sekitarnya. Jarak antara mereka semakin sempit.

Dia bisa merasakan napasnya sendiri semakin berat. Tangannya kembali terangkat, kali ini tanpa ia sadari, menuju wajah Sarah.

Namun, sebelum Adit bisa lebih jauh tenggelam dalam godaan yang membebaninya. Ketika bibir mereka hanya berjarak satu inchi, sepasang mata Sarah mulai terbuka. Mata indah itu menatap wajah Adit yang sedang terarah padanya. “A ... dit ...,” panggilnya dengan suara parau dan nyawa yang setengah sadar.

Adit membelalakan netranya. Terkesiap setengah mati. “Sarah ...!” serunya lirih. “Mm ... maksudku ... Tante Sarah sudah sadar?” sambungnya gugup.

Sarah tersenyum. Sepasang matanya berbinar lembut dan air muka lesu. Ia terlihat masih di bawah pengaruh alkohol.

“Hei sayang ...,” ujarnya lirih sembari jari telunjuknya menyapu pelipis Adit. Lalu turun ke hidungnya yang mancung dan kemudian berhenti di bibirnya yang maskulin.

“Tante … i-ini salah .…”

Adit tahu ia harus pergi. Tapi tangan Sarah menahannya. Matanya menatap dalam.

“Dit … Tante butuh kamu …."

'Dit inget, Sarah itu mamanya Hardian!' batin Adit berteriak memperingatkan.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Epilog

    Langit Ibu Kota tampak cerah, seolah ikut merayakan hari paling bersejarah bagi Adit dan Sarah.Pesta pernikahan mereka diselenggarakan di ballroom termegah milik MIMPI MEDIA, dihiasi ribuan bunga mawar putih dan kristal yang berkilauan. Ini bukan hanya perayaan cinta, tetapi juga penanda resmi kembalinya pewaris sejati ke tahta perusahaannya.Adit, dalam balutan tuksedo hitam yang dibuat khusus, tampak gagah dan berwibawa. Namun, tatapannya saat melihat Sarah jauh lebih memancarkan cinta daripada kemewahan yang mengelilingi mereka. Sarah, dalam balutan gaun pengantin sederhana namun elegan, berjalan menuju altar dengan senyum yang akhirnya benar-benar bebas dari beban masa lalu.Indra, dengan mata berkaca-kaca, mendampingi mereka. Ia merasa seperti baru saja mendapatkan kembali seluruh hidupnya. Setelah Ijab Kabul yang syahdu dan penuh haru, Arga menatap mata Sarah, menggenggam tangannya erat."Selamat datang kembali, istriku," bisik Arga, senyumnya tulus."Aku tidak pernah pergi, Tu

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Ending

    Kehidupan keluarga Indra, CEO MIMPI MEDIA, benar-benar berubah drastis setelah pengungkapan fakta kelam di balik trauma masa kecil Arga. Rumah yang dulunya dipenuhi kepalsuan kini terasa hangat dan penuh kejujuran. Namun, sebelum kebahagiaan sejati diraih, keadilan harus ditegakkan.Proses hukum berjalan dengan cepat dan transparan. Di ruang sidang, vonis dijatuhkan.Darius, yang terbukti ikut membantu Damar dan menutupi bisnis ilegal, menerima hukuman 30 tahun penjara. Hukuman itu menjadi akhir dari segala impiannya, dan ia hanya bisa menyesali perbuatannya, terutama setelah kehilangan Damar untuk selama-lamanya.Sementara itu, Natasha, otak di balik kekerasan fisik dan mental yang dialami Arga sejak kecil, menerima ganjaran setimpal. Hakim menjatuhkan vonis 70 tahun penjara, hukuman yang setara dengan seumur hidup. Natasha, dengan air mata penyesalan yang terlambat, tahu ia akan menghabiskan sisa hidupnya di dalam sel."Semoga ini menjadi pelajaran, bahwa harta tak pernah lebih pent

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Menuju ending

    Suasana di dapur semakin tegang. Tepat saat Indra hendak menelepon AKBP Arif, melaporkan Natasha dan meminta kepolisian menjemput Natasha dan Bi Sumi ke kantor polisi, ponselnya berdering. Itu panggilan masuk dari nomor yang sama."Arif? Ada apa?" tanya Indra, mencoba menenangkan diri."Indra, aku punya berita buruk dan baik sekaligus," suara AKBP Arif terdengar tegang. "Damar dan Darius mencoba kabur dari lapas barusan. Mereka dikepung."Indra menegang. "Lalu?""Damar ... tewas. Tertembak dalam upaya melarikan diri. Darius menyerah. Dia syok berat." AKBP Arif melanjutkan, "Pelaku yang menembak adalah petugas yang kami curigai bekerja untuk Sambo. Kami yakin Damar dibungkam."Mendengar nama Damar, Adit mendekat. Ia menatap Indra dengan serius. Kematian Damar, sang penculik yang ternyata bukan penculik."Damar tewas," bisik Adit berbicara pada diri sendiri tanpa sadar.Darius, di sudut lapas yang kini ramai, hanya bisa menjerit dalam diam. Kekasihnya, satu-satunya orang yang ia cintai

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Tembakan

    Adit dan Siska berdiri terpaku di ambang dapur. Pemandangan di depan mereka sungguh di luar nalar. Indra yang biasanya tenang kini berdiri dengan raut wajah keras, penuh amarah dan kebencian. Di kakinya, Natasha duduk di lantai marmer yang dingin, meraung-raung histeris, memeluk kaki Indra.Siska adalah yang pertama bergerak. Naluri melindungi ibunya langsung muncul."Mama!" seru Siska, ia bergegas mendekat, menarik tubuh Natasha agar menjauh dari kaki Indra. Ia memeluk ibunya erat-erat, menatap ayahnya dengan bingung dan marah."Papa! Ada apa ini?! Kenapa Papa bentak Mama sampai nangis begini?" tuntut Siska, air mata kembali menggenang di pelupuk matanya. "Kenapa Papa bilang talak?!"Natasha yang histeris semakin menjadi-jadi di pelukan Siska. "Siska ... Sayang... Mama dicerai! Papa kamu menceraikan Mama!"Siska menoleh ke Indra, wajahnya dipenuhi ketidakpercayaan. "Papa serius? Ada masalah apa? Apa karena Kak Arga bilang kalau Tante Sarah—""Ini tidak ada hubungannya dengan Arga at

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Akhir permainan intrik Natasha

    Indra tidak bisa menahan diri lagi. Darahnya mendidih. Wajahnya yang semula pucat karena terkejut kini memerah padam karena amarah yang tak tertahankan. Ia melangkah keluar dari balik pilar, menuju dapur. Setiap langkahnya terasa berat dan dipenuhi kebencian."Natasha!" raung Indra, suaranya menggelegar, memecah keheningan malam dan mengalahkan decitan ban mobil yang baru saja Adit dan Siska dengar.Natasha dan Bi Sumi terkesiap, tubuh mereka menegang seketika. Mereka berdua menoleh dengan pandangan horor ke arah Indra yang kini berdiri di ambang batas ruangan, wajahnya tampak seperti patung dewa yang murka."P-Pak Indra!" Bi Sumi memekik, tangannya langsung menutupi mulutnya. Wajahnya pucat pasi, seperti baru saja melihat hantu. Ia tahu, seluruh rencana pemerasan dan rahasia kotornya kini sudah tamat.Natasha lebih terkejut lagi. Ia tidak menyangka Indra akan ada di sana. Matanya membelalak. Ia mencoba menyusun kata-kata pembelaan, tapi otaknya kosong.Indra mengabaikan Bi Sumi. Selu

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Indra tau

    Kemarahan Adit yang meledak di mobil, diikuti dengan decitan ban yang nyaris merenggut nyawa, membuat Siska histeris. Adit sendiri, setelah ingatan masa lalunya menerobos masuk, hanya bisa terdiam, tubuhnya membeku, diselimuti keringat dingin. Ia akhirnya melepaskan pijakannya dari pedal gas.Sementara ketegangan memuncak di jalanan, di rumah mewah milik Indra, suasana justru tampak tenang dan sunyi.Indra, sang pemilik MIMPI MEDIA, duduk sendirian di ruang kerjanya. Pria paruh baya itu tampak lelah. Ia tidak bisa tidur. Malam itu, ia memang sengaja menunggu Adit pulang. Ia tahu Siska sudah menjemput putra sambungnya itu.Di meja kerjanya, tersusun beberapa berkas, salah satunya adalah laporan keuangan perusahaan. Tapi mata Indra tidak fokus pada angka-angka itu. Pikirannya melayang pada Adit, putranya."Anak itu … Semoga akrab dengan kita," gumam Indra, mengusap pelipisnya.Peristiwa hilangnya Adit kecil bertahun-tahun lalu masih menjadi luka yang tak pernah sembuh. Meskipun Adit ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status