Home / Romansa / Terjerat Pesona Mama Temanku / Sentuhan hangat Bela & fakta

Share

Sentuhan hangat Bela & fakta

Author: Risya Petrova
last update Last Updated: 2025-08-11 22:20:09

Hardian membeku.

Tubuhnya menegang ketika merasakan bibir Bela yang tiba-tiba menempel di bibirnya. Kejutan itu membuat napasnya tertahan, dan untuk sepersekian detik, ia hanya terpaku. Otaknya memerintahkan untuk mundur, tapi jarak di antara mereka terlalu dekat, dan tatapan Bela tadi penuh luka sekaligus permohonan.

Membuat gerakan Hardian jadi melambat.

Ia mengangkat tangannya, mendorong pelan bahu Bela.

“Bela …,” suaranya serak, separuh protes, separuh bingung, dan sebagian lagi tetap berusaha berpikiran lurus. Tahan godaan yang ada di depan matanya ini.

Tapi Bela tidak mundur. Gadis itu malah sedikit memiringkan kepalanya, menekan ciuman itu lebih dalam. Ada sesuatu di sana. Bukan sekadar sentuhan bibir, tapi seperti sebuah teriakan sunyi yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata.

Pertahanan Hardian, sebagai seorang pria normal, mulai retak. Keinginannya untuk menolak terhimpit oleh dorongan instingtif yang membisikkan bahwa Bela sedang mencari pegangan. Dan anehnya, ia ingin me
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Satu langkah lagi

    “Bela, kamu ngapain di sini?” tegur Adit cepat, nada suaranya tegas tapi tak terlalu keras, sambil menyambar pisau besar itu dari tangan Bela. Suara gesekan logam antara pisau dan asahan terhenti mendadak. Tangan Adit terulur cepat, meraih gagang pisau dan memutar pergelangan, memisahkannya dari genggaman Bela. “Tadi aku pikir, Damar atau … ada orang jahat!”"Sini kembaliin pisauku. Kamu datang-datang ya ...," ujar Bela tegas. "Stt ... jangan berisik Bel. Ini sudah tengah malam. Jangan sampai orang rumah lainnya bangun gara-gara suara kamu."“Aku nggak main-main, Dit,” ujar Bela, suaranya datar tapi terbungkus ketegangan dan emosi membara. “Aku … akan menghabisi orang itu.”Adit menatapnya lama, alisnya berkerut. “Orang itu? Siapa maksud kamu?"Bela menelan ludah, matanya menatap kosong sejenak sebelum fokus lagi pada Adit. “Orang yang udah menghancurkan masa kecilku. Masa kecilmu juga.”Kata-kata itu seperti hantaman dingin di dada Adit. “Bela … kamu lagi kambuh, ya? Kamu nggak min

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Suara samar

    Sarah baru saja sampai di lantai atas, tapi tiba-tiba ia mengerutkan wajah, menahan sesuatu yang jelas-jelas bukan sekadar rasa lelah. Sebelah tangannya mencengkeram tongkat penopang, sementara kaki kanannya sedikit tertekuk ke belakang, mencoba mengurangi tekanan.Adit yang berjalan di sebelahnya langsung sigap memegangi lengannya. “Hei, kenapa? Kakinya sakit lagi?” tanyanya cepat, matanya menatap khawatir.Sarah menghela napas, mencoba menahan rasa nyeri itu. “Nggak apa-apa … cuma agak nyut-nyut,” jawabnya, meski jelas dari nada suaranya ia sedang berbohong.Adit menggeleng, nadanya setengah mengomel, padahal aslinya peduli. “Sar, kamu keseringan jalan. Padahal kaki kamu itu masih belum pulih bener. Harusnya istirahat lebih banyak, bukannya keliling naik-turun tangga terus.”Sarah mendesah panjang. “Aku nggak bisa, Dit. Kalau cuma diem di kamar, rasanya … kayak nggak hidup. Aku nggak tahan benar-benar diam.” Ia tersenyum kecil, tapi senyum itu rapuh.Adit menatapnya lama. “Ya, tapi

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Nggak mungkin

    Hardian menatap Bela lama. Kata-kata gadis itu seperti batu yang dilempar tepat ke dadanya. Sulit ia cerna. Terlalu berat untuk langsung dipercaya.“Bela … kamu yakin?” suaranya terdengar pelan, tapi tegang. “Kamu yakin banget orang itu Papaku?”Bela terdiam. Ada keraguan kecil yang mencuat. Bukan pada ingatannya tentang kejadian itu, tapi pada kepastian sosoknya. Sponsor itu dulu masih muda, wajahnya belum setua sekarang. Namun garis wajahnya … senyumnya … caranya memandang … semua terlalu mirip dengan Damar. “Aku … nggak bisa seratus persen yakin,” ucapnya akhirnya, “tapi kemiripannya nggak mungkin cuma kebetulan, Hardian.”Hardian menggeleng. “Nggak, Bela. Kamu … kamu pasti salah orang. Papaku nggak mungkin—” “Hardian, dengar aku dulu—”“Bela, hentikan!” potongnya. Nada suaranya meninggi, bukan marah, tapi seperti seseorang yang terpojok dan berusaha memagari keyakinannya sendiri.Sejenak, hanya napas mereka yang terdengar. Hardian memejamkan mata, lalu membuka kembali. “Tolong

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Sentuhan hangat Bela & fakta

    Hardian membeku.Tubuhnya menegang ketika merasakan bibir Bela yang tiba-tiba menempel di bibirnya. Kejutan itu membuat napasnya tertahan, dan untuk sepersekian detik, ia hanya terpaku. Otaknya memerintahkan untuk mundur, tapi jarak di antara mereka terlalu dekat, dan tatapan Bela tadi penuh luka sekaligus permohonan. Membuat gerakan Hardian jadi melambat.Ia mengangkat tangannya, mendorong pelan bahu Bela. “Bela …,” suaranya serak, separuh protes, separuh bingung, dan sebagian lagi tetap berusaha berpikiran lurus. Tahan godaan yang ada di depan matanya ini.Tapi Bela tidak mundur. Gadis itu malah sedikit memiringkan kepalanya, menekan ciuman itu lebih dalam. Ada sesuatu di sana. Bukan sekadar sentuhan bibir, tapi seperti sebuah teriakan sunyi yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata.Pertahanan Hardian, sebagai seorang pria normal, mulai retak. Keinginannya untuk menolak terhimpit oleh dorongan instingtif yang membisikkan bahwa Bela sedang mencari pegangan. Dan anehnya, ia ingin me

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Ciuman Bela

    Jantung Bela masih berdegup liar, membentur-bentur dadanya seperti hendak keluar. Nafasnya pendek, dan telapak tangannya terasa dingin meski ia menggenggam erat nampan tadi. Setelah bertemu tatap dengan Damar sedekat itu, ia merasa nafas mereka hampir bertemu di udara. Dadanya seperti dicekik sesuatu yang tak terlihat.Firasatnya berteriak keras mengatakan kalau ‘sponsor’ itu adalah dia!Lelaki yang dulu sering datang ke panti. Lelaki yang para pengurus sebut sebagai “sponsor” dermawan, yang datang membawa sumbangan tapi selalu meminta “waktu khusus” dengan beberapa anak. Lelaki yang tatapannya membuat Bela, bahkan saat masih kecil. Ingin bersembunyi di sudut paling gelap ruangan.Bela tak pernah berani memastikan dulu. Tapi tatapan mata tadi, dingin, penuh hitungan, sekaligus seolah mengenal dan membuat ingatannya seperti pintu yang dibuka paksa. Kilasan-kilasan wajahnya sendiri, duduk di tepi tangga panti, pura-pura membaca buku lusuh sambil menghindari mata lelaki itu, kembali me

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Mainan Damar dahulu

    Bela melangkah pelan dari arah dapur, kedua tangannya menopang nampan berisi semangkuk sup hangat, segelas air putih, dan beberapa obat tablet dan kapsul yang ditempatkan pada wadah kecil. Uap tipis dari sup daging itu masih mengepul, aroma lezatnya bercampur dengan tahu goreng crispy. Bela berniat mengantarkan makan malam untuk Hardian, yang sejak siang beristirahat di kamar atas karena memang ia dibayar untuk menjadi asisten pribadi.Ruang makan terhampar di depannya. Meja panjang dari kayu jati berdiri di tengah ruangan, kursi-kursi berjejer rapi, hanya satu kursi yang terisi. Di situ, Damar duduk seorang diri, membelakangi lampu gantung yang temaram. Piringnya sudah hampir kosong, sendok garpu beradu pelan di pinggiran piring. Di samping piring, sebuah ponsel tergeletak. Ia baru saja menaruhnya, suara klik kecil terdengar saat permukaan ponsel menyentuh meja.Bela hanya ingin melintas cepat, tak ingin menarik perhatian. Tapi matanya, entah kenapa, terhenti pada sosok Damar. Lela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status