Share

Bab. 75

Author: Layli Dinata
last update Last Updated: 2025-11-22 17:38:12

Ruang meeting ber-AC dingin itu membuat telapak tangan Yara sedikit basah. Ia duduk rapi, map berkas di pangkuannya, sementara dua pewawancara—seorang wanita karismatik dengan gaya profesional dan seorang pria muda yang tampak kritis—membolak-balik portofolionya.

“Kamu yang buat copy untuk campaign ‘Look Closer’ ini?” tanya wanita itu, suaranya datar namun penuh evaluasi.

Yara mengangguk, menjaga nada tetap sopan.

“Iya, Bu. Itu tugas akhir saya. Saya mengerjakan konsep, tone, dan headline-nya sendiri.”

Pria di sebelahnya mencondongkan tubuh.

“Strong. Gaya kamu fresh, nggak pretensius.”

Ia menepuk map itu ringan. “Jujur, jarang kami temukan konsep junior sebersih ini.”

Bibir Yara terangkat gugup. “Terima kasih, Kak.”

Wanita itu kembali menutup map.

“Saya cuma punya satu pertanyaan penting, Yara. Kamu siap bekerja cepat? Deadline kita bisa mepet, lembur kadang-kadang nggak bisa dihindari.”

Yara tanpa ragu mengangguk. “Saya siap.”

Mereka berdua saling pandang. Dan… hanya beberapa detik s
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Ban. 114

    Yara dan Elvaro sudah siap pergi. Yara mengenakan dress sederhana berwarna lembut, rambutnya dibiarkan tergerai rapi, wajahnya masih pucat tapi jauh lebih tenang. Elvaro berdiri di dekat pintu, merapikan jam tangannya sembari memastikan Yara membawa jaket dan air minum. Tatapannya sesekali jatuh pada Yara—bukan tatapan cemas seperti kemarin-kemarin, melainkan penuh tekad.Elvaro mengeluarkan ponselnya lalu menelepon Arunika. Nada sambung terdengar beberapa detik sebelum akhirnya diangkat.“Run,” sapa Elvaro. “Papa sama Yara mau ke rumah sakit sekarang.”Di seberang sana, suara Arunika terdengar lebih stabil dibanding kemarin. “Iya, Pa. Aku lagi sama Kaivan. Kami nyusul ya. Sebentar lagi juga sampai.”“Baik. Jangan ngebut,” pesan Elvaro singkat, tapi nadanya hangat.“Iya, Pa,” jawab Arunika. “Titip Yara dulu.”Elvaro tersenyum kecil sebelum menutup telepon. Ia menoleh ke Yara yang sejak tadi memperhatikan dengan perasaan campur aduk—haru, canggung, sekaligus lega. Ada sesuatu yang beru

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 113

    Pergulatan itu membuat Elvaro meluapkan segala kerinduannya. Meski begitu, ia tetap berhati-hati. Tidak ingin melukai buah hatinya di dalam perut.Begitu juga Yara, kerinduannya seolah terbayar lunas. Ia mengerang dengan keras setiap kali Elvaro menghentak miliknya, cukup dalam. Tangannya meraba perut prianya yang keras.“Sayang, kamu masih sama. Sempit,” rancau Elvaro, merass miliknya diurut begitu ketat.“Ah, Mas … aku ingin keluar!” pekik Yara, saat tubuhnya mengejan. Elvaro mengerang, kedutan itu membuatnya bergetar, tak lama Ekvari menyusul. Keduanya terengah merasakan sisa pelepasan.“Hah hah hah,tidurlah, Sayang,’” bisik Elvaro. Yara tak menjawab. Ia sudah terlebih dahulu tepar. Tenaganya seolah terkuras habis.Elvaro mengecup singkat bibir Yara, dan menyelimuti tubuh mereka dengan selimut.***Keesokan paginya, Yara terbangun perlahan karena aroma butter yang hangat—lembut, menenangkan. Matanya masih berat ketika ia menarik selimut agar menutup tubuhnya dengan rapi. Cahaya pag

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 112 ++

    Apartemen Elvaro menyambut mereka dengan sunyi. Lampu-lampu kota terlihat dari balik jendela besar, berkilau seperti saksi bisu pertemuan yang akhirnya utuh kembali.Begitu pintu tertutup, Elvaro berhenti melangkah. Ia menoleh, menatap Yara seolah takut jika ia berkedip, perempuan itu akan menghilang lagi.Yara tersenyum tipis, matanya berkaca-kaca.“Kamu kenapa lihat aku kayak gitu?”Elvaro mendekat perlahan. Tangannya terangkat, menyentuh pipi Yara dengan hati-hati, seakan ia rapuh.“Aku takut,” jawabnya jujur. “Takut ini cuma mimpi. Takut kamu pergi lagi.”Yara menggeleng. Ia menempelkan telapak tangannya di dada Elvaro, merasakan detak jantung yang berdegup kencang.“Aku di sini. Aku gak ke mana-mana.”Kalimat itu seolah memutus sisa pertahanan Elvaro. Ia memeluk Yara erat, bukan pelukan yang menuntut, melainkan pelukan orang yang akhirnya pulang setelah tersesat terlalu jauh. Bahunya bergetar pelan.“Aku kehilangan kamu rasanya setengah mati,” bisiknya serak.Yara membalas peluka

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 111

    Yara duduk diam di bangku penumpang. Lampu-lampu rumah sakit memantul di kaca mobil, sementara mesin belum juga dinyalakan. Suasana di dalam mobil terasa hening, tapi bukan hening yang canggung, lebih seperti jeda panjang setelah badai.Elvaro belum menghidupkan mesin. Tangannya justru meraih tangan Yara lebih dulu. Hangat, kokoh, seolah menambatkannya agar tak lagi hanyut.Elvaro menoleh, menatap Yara dalam-dalam.“Yar,” ucapnya pelan tapi tegas, “janji sama aku.”Yara ikut menoleh.“Mulai sekarang, apa pun yang kqmu rasakan dan alami, omongin. Takut, marah, ragu, bahkan kalau kamu ngerasa dunia lagi berat banget, jangan kamu tanggung sendiri.” Ibu jarinya mengusap punggung tangan Yara pelan. “Aku di sini bukan cuma buat nemenin senengnya kamu.”Napas Yara bergetar. Matanya berkaca-kaca. “Iya,” jawabnya lirih, mengangguk. “Aku minta maaf, Mas. Aku terlalu takut sama isi kepalaku sendiri. Takut ngerepotin. Takut bikin semua orang kecewa.” Suaranya pecah di kata terakhir.Elvaro menghe

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 110

    Elvaro berlari menyusuri lorong rumah sakit.Langkahnya tergesa, napasnya memburu, matanya menyapu setiap pintu kamar rawat seolah takut terlambat sedetik saja. Dadanya berdegup keras, bukan karena lelah, tapi karena bayangan terburuk yang terus berputar di kepalanya, tentang Shandy, tentang Yara, tentang bayi yang kini menjadi denyut hidupnya.Begitu Arunika mengabari bahwa Yara telah pulang, Elvaro tak berpikir dua kali. Ia langsung menuju rumah sakit, bahkan nyaris lupa mengencangkan jaketnya.Akhirnya, ia berhenti di depan satu pintu. Kamar rawat Shandy. Elvaro mendorong pintu itu perlahan. Di dalam, semuanya lengkap.Shandy terbaring di ranjang, wajahnya masih pucat tapi jauh lebih tenang. Deva duduk setia di sisinya. Arunika berdiri tak jauh dari ranjang, sementara Kaivan memeluk bahunya dengan protektif. Meysa—adik Yara—duduk di sudut ruangan, matanya sembab. Dan di sana, Yara.Yara berdiri di sisi ranjang papanya.Untuk sesaat, dunia Elvaro berhenti.Tatapannya langsung jatuh

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   qBab. 109

    Mobil melaju meninggalkan area toko buku dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dari biasanya. Kaivan menyetir dengan rahang mengeras, kedua tangannya mencengkeram setir seolah itu satu-satunya hal yang membuatnya tetap waras. Arunika duduk di sampingnya, sesekali mengusap wajah yang masih basah air mata. Sementara Yara… duduk di jok belakang, diam, terlalu diam.Tangannya gemetar di atas perutnya sendiri.Setiap tarikan napas terasa berat, seolah ada beban besar menekan dadanya. Kata drop terus bergaung di kepalanya, berulang-ulang, tak mau berhenti.Papa drop.Kalimat itu seperti palu yang menghantam kepalanya tanpa ampun.“Papa,” bisik Yara lirih, suaranya nyaris tak terdengar di dalam mobil.Bayangan wajah Shandy muncul silih berganti tatapan marahnya, teriakannya, tamparan itu, lalu wajahnya yang penuh kekecewaan saat menyeret Yara keluar dari apartemen. Selama ini Yara berpikir, kemarahan papanya adalah bentuk kebencian. Tapi kini ketakutan itu menggerogoti hatinya.Bagaimana k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status