Share

04 - Perjanjian

Author: Ramdani Abdul
last update Last Updated: 2024-03-03 04:51:43

Eric tersenyum, menepuk tangan sekali. “Baiklah, kita akan menandatangani surat perjanjian pernikahan kita sekarang.”

“Astaga. Apa yang sebenarnya kau sudah rencanakan? Apa kau sudah menyiapkan semua ini sejak awal?” Caroline mengepalkan tangan erat-erat. Kepalanya seperti akan meledak sekarang. Kenapa kejadian menyedihkan terus terjadi padanya?

Seorang pria berpakaian hitam mendekat ke arah meja. “Tuan, aku membawakan dokumen yang Anda minta.”

Eric memberikan satu salinan dokumen pada Caroline. “Kau bisa membacanya sebelum kau menandatangani surat perjanjian ini.”

Caroline mendengkus sebal, mengambil dokumen itu dengan raut jengkel. Matanya membulat lebar ketika membaca satu per satu butir perjanjian. “Aku harus menjadi istri si pria cacat itu selama tiga tahun?” gumamnya

“Waktumu habis. Kau harus menandatangi surat perjanjian sekarang juga.”

“Bagaimana jika aku menolaknya?” Caroline melemparkan dokumen pada Eric, menyilangkan kedua tangan di depan dada.

“Kau memiliki pilihan untuk tinggal di penjara, menjadi bawahanku seumur hidupmu tanpa gaji sepeser pun, atau …. ”

“Dasar menyebalkan!” Caroline lagi-lagi menggebrak meja, meringis kesakitan. “Cepat berikan aku dokumennya. Aku tidak ingin melihat wajahmu lebih lama lagi.”

“Leon, berikan wanita itu surat perjanjian yang asli.”

“Baik, Tuan.” Leon memberikan sebuah dokumen pada Caroline.

Caroline mengembus napas panjang, menandatangani surat dengan perasaan tidak menentu. “Aku pasti sudah gila sekarang.”

“Baiklah, kau boleh kembali ke kamarmu untuk beristirahat.”

Caroline segera berdiri dari kursi, pergi ke arah teras. Akan tetapi, ia kembali mendekat pada Eric dengan wajah kesal. “Di mana kamarku?”

Eric tertawa, dan hal itu membuat Caroline tersipu malu.

“Jangan tertawa. Suaramu sangat jelek sehingga membuatku takut.”

“Leon, antarkan wanita itu ke kamarnya.” Eric memundurkan kursi roda, meninggalkan meja makan. Ia menghilang ketika melewati lorong.

Caroline memutar bola mata. “Dasar pria menyebalkan!”

“Ikuti aku, Nona.” Leon berjalan di depan Caroline.

Tidak ada pembicaraan antara Caroline dengan Leon selama perjalanan.

Caroline mengamati dekorasi, dan menyadari jika rumah ini termasuk salah satu rumah megah. “Siapa sebenarnya pria cacat itu, dan kenapa dia mengasingkan diri di rumah ini?”

Caroline segera melemparkan tubuhnya ke kasur begitu tiba di kamar. Ia berteriak sekeras mungkin di tumpukan bantal besar. “Astaga, apa yang ada dalam pikiranmu, Caroline? Bagaimana mungkin kau setuju untuk menjadi istri pria cacat itu?”

 “Pria itu … maksudku Eric adalah pria asing yang baru kau temui, dan kau belum tahu apakah dia bisa membantumu membalas dendam pada ketiga manusia sialan itu atau tidak.”

Caroline duduk di ranjang, mengingat-ingat saat ia menandatangani surat perjanjian dengan Eric. “Eric pasti sudah gila, dan aku lebih gila darinya.”

Caroline mendekat pada jendela, mengamati halaman. “Astaga, Eric benar-benar membuatku kesal. Hanya dengan menatap matanya saja aku menjadi gila dan kehilangan akal sehingga setuju dengan ajakannya.”

Caroline melihat Eric tengah berbincang dengan Leon di halaman depan. “Siapa Eric sebenarnya? Kenapa dia tinggal di rumah yang berada di tengah hutan? Apa dia cacat sejak lahir? Bagaimana kehidupannya sebelum bertemu denganku? Aku benar-benar kesal karena wajahnya tidak hilang dari pikiranku.”

Caroline berbaring di ranjang dan terlelap setelahnya. Ia terbangun ketika siang hari. “Astaga, aku tertidur hingga empat jam.”

Caroline memeriksa tubuhnya. “Eric tidak melakukan apa pun padaku.”

Caroline keluar dari kamar, berjalan-jalan di sekitar rumah. “Rumah ini sangat besar untuk ditinggali oleh beberapa orang saja. Di mana Eric sekarang?”

“Aku sangat mengkhawatir keadaan ayah sekarang. Susan bisa saja menyakiti ayah. Aku harus menemukan Eric untuk membicarakan kondisi ayah. Dia mengatakan bahwa aku boleh meminta apa pun padanya. Aku tidak terlalu mempercayainya, tapi aku harus mencoba berbicara dengannya.”

“Nona Caroline,” panggil seorang wanita yang berdiri di belakang Caroline.

Caroline sontak berbalik, mundur selangkah. “Siapa kau, dan kenapa kau tahu namaku?”

“Aku Layla.” Wanita tinggi berbaju hitam membungkuk sesaat. “Aku adalah orang yang ditugaskan Tuan Eric sebagai asisten Anda.”

“Asistenku?” Caroline terdiam karena terkejut dan kebingungan.

“Aku datang bersama seorang dokter yang akan memeriksa kondisi Anda. Jika kondisi Anda sudah membaik, aku akan menemani Anda untuk membeli pakaian dan kebutuhan Anda di pusat kota.”

Caroline melihat seorang wanita berjas putih di belakang Layla. “Di mana Eric? Aku … aku ingin berbicara dengannya sekarang.”

“Tuan Eric sedang sibuk sekarang.”

“Astaga, apa yang terjadi? Eric tidak membicarakan soal Layla padaku sebelumnya. Dia bersikap semaunya. Benar-benar menyebalkan!” gumam Caroline.

Caroline duduk di sofa. Wanita itu tidak mengatakan apa pun selama dokter memeriksanya. Ia mulai bertanya-tanya di mana Eric dan apa yang sedang pria itu lakukan.

“Nona Caroline, apa Anda ingin pergi ke pusat perbelanjaan sekarang?” tanya Layla.

“Kau bisa memanggilku Caroline. Aku rasa kita sebaya.” Caroline mengawasi keadaan sekeliling, berharap Eric tiba-tiba muncul.

“Aku tidak bisa melakukannya karena Anda adalah istri Tuan Eric sekarang.”

Caroline tiba-tiba terbatuk, menyentuh dadanya, mengamati penampilannya. Ia amat terganggu dengan status istri sekarang. “Aku memang membutuhkan beberapa pakaian dan kebutuhan lainnya. Aku bahkan tidak tahu pakaian siapa yang aku kenakan sekarang.”

“Anda memakai bajuku.”

“Benarkah?” Caroline mengamati pakaiannya. “Aku akan mencuci bajumu nanti.”

“Anda tidak perlu melakukannya. Semua kebutuhan Anda sudah disediakan oleh Tuan Eric. Anda hanya perlu mengatakan keinginan Anda padaku.”

Caroline menoleh ke sekeliling sesaat. Ia merasa aneh dengan semua ini. Eric memperlakukannya seperti istri sungguhan. Apa jangan-jangan ia harus melayani Eric juga di ranjang nanti malam?

“Astaga.” Caroline tiba-tiba menjerit, merasakan wajahnya memanas. “Apa yang kau pikirkan, Caroline?”

“Anda baik-baik saja, Nona?”

 “Jangan terpengaruh, apalagi sampai kau percaya pada pria itu, Caroline. Semua pria adalah makhluk brengsek.” Caroline menggeleng beberapa kali.

“Nona Caroline.” Layla bersiap menghubungi dokter. “Aku akan memanggil dokter untuk memeriksa keadaan kembali.”

“Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu melakukannya.”

“Kita bisa berangkat kapan pun, Nona.”

Caroline berjalan menuju halaman, mencari kebeadaan Eric. Sayangnya, ia tidak bertemu dengan pria itu bahkan ketika mobil meninggalkan rumah.

Caroline mengamati rumah yang semakin mengecil. Ia menoleh pada Layla sesaat, meremas rok. “Apa aku boleh bertanya sesuatu padamu, Layla?”

“Aku akan berusaha menjawab pertanyaan Anda.”

“Sejak kapan kau bekerja dengan Eric?”

“Aku sudah bekerja sejak Tuan Eric masih kecil.”

Caroline menoleh ke samping jalan yang dipenuhi oleh pepohonan. “Siapa Eric sebenarnya? Dia … tampak aneh dan mencurigakan.”

“Aku tidak bisa menjawab pertanyaan Anda. Tuan Eric akan menjelaskan siapa dirinya pada Anda jika waktunya tiba.”

“Aku tidak yakin aku dan Eric akan terus bersama,” gumam Caroline.

“Aku … terkejut ketika Eric tiba-tiba memintaku menjadi istri pura-puranya, padahal kami baru bertemu beberapa menit dan belum saling mengenal.”

“Aku pastikan Anda tidak akan menyesal menjadi istri Tuan Eric.”

Caroline menatap Layla lekat-lekat, mengembus napas panjang. Pengalaman pahitnya semalam membuatnya berpikir ribuan kali untuk dekat dengan seorang pria.

“Nona Caroline, Tuan Eric memberikan kartu ini untuk Anda. Anda bisa menggunakan kartu ini untuk kebutuhan Anda.” Caroline memberikan sebuah kartu.

“Kartu apa ini?” Caroline mengamati kartu hitam bercorak emas di tangannya. “Aku tidak pernah melihat kartu ini sebelumnya.”

“Anda akan tahu ketika Anda menggunakannya.”

Caroline berusaha mencari tahu jawabannya, tetapi kepalanya mendadak sakit. “Layla, aku ingin bertemu dengan Eric untuk membicarakan soal ayahku. Ayahku berada di rumah, dan aku takut seseorang menyakitinya. Bisakah kau menghubungi Eric untukku?”

“Anda tidak perlu mengkhawatirkan kondisi ayah Anda, Nona. Tuan Eric sudah mengurusnya. Anda akan bertemu dengan ayah Anda sesegera mungkin.”

“Apa maksudmu? Bagaimana Eric tahu kondisi ayahku?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Pewaris Rahasia   67. Rencana

    Rombongan mobil bergerak sangat cepat di sebuah jembatan. Dari kejauhan, terlihat gedung-gedung pencakar langit dan sebuah pesawat terbang. Di salah satu mobil, Susan dan Rebecca berada. Kedua wanita itu tertidur nyaris di sepanjang perjalanan.Susan mulai membuka mata, memijat keningnya beberapa kali. “Di mana aku sekarang?”Susan tercengang saat melihat pemandangan kota asing di jendela. Ia menoleh pada dua pria di kursi depan, beralih pada Rebecca yang masih tertidur.Susan mengguncang tubuh putrinya berkali-kali. “Rebecca, bangunlah sekarang! Rebecca.”Rebecca mengerjap, membuka mata perlahan. Ia merenggangkan badan beberapa kali, dan terdiam saat mengingat kejadian beberapa waktu lalu. “Apakah kita sudah sampai di kediaman Caroline dan si rentenir tua itu, Bu?”“Apa maksudmu, Rebecca?” Susan berkata dengan suara kecil, nyaris seperti bisikan. “Orang-orang asing yang kita temui di depan rumah itu membawa kita ke tempat asing.”“Apa?” Rebecca seketika menegakkan punggung, membuka m

  • Terjerat Pesona Pewaris Rahasia   66. Kesepakatan 2

    Susan tampak cemas saat beberapa mobil kembali menepi dan orang-orang berpakaian hitam terus bermunculan. “Sialan, siapa mereka sebenarnya?” gumamnya. Para pengawal Susan dan Rebecca segera bersiaga. Mereka tampak ragu karena kalah jumlah dengan orang-orang asing itu.“Apa kepentingan kalian di tempat ini?” tanya salah satu pria berseragam hitam. “Jika kalian tidak memiliki kepentingan apa pun, kalian harus segera pergi dari tempat ini sebelum aku dan para bawahanku bertindak kasar.”Susana mengamati orang-orang berseragam hitam yang sudah mengelilinginya dan Rebecca. Ia berusaha tenang, berjalan selangkah meski Rebecca tidak melepaskan tangannya. “Aku sedang mencari putriku yang menurut kabar berada di rumah ini, Tuan. Kami akan segera pergi karena rumah ini tampak kosong,” kata Susan setenang mungkin. Orang-orang berseragam itu saling bertatapan sesaat. Si pemimpin memberikan tanda pada bawahannya dengan anggukan kepala.Susan dan Rebecca semakin tegang, menoleh pada seorang pria

  • Terjerat Pesona Pewaris Rahasia   65. Kesepakatan

    Ethan mulai mengerjap, membuka mata perlahan. Pria itu berusaha membiasakan diri dengan cahaya yang menyilaukannya. Ia meringis kesakitan, merasakan kepalanya sangat sakit.“Di mana aku sekarang?” Ethan memaksakan diri untuk duduk, mengamati keadaan sekeliling. “Aku berada di rumah sakit?”Ethan termenung saat mengingat kejadian semalam. Ia berlari dari kejaran para berandal. Saat menyeberang, sebuah mobil mendadak muncul dan menabraknya sehingga ia terlempar dan tidak sadarkan diri di jalan.“Dasar brengsek! Badanku terasa sangat sakit.” Ethan memijat kening beberapa kali, menggelengkan kepala. Ia menoleh ke arah pintu saat seseorang memasuki ruangan. “Siapa kau?”“Aku kira kau akan tertidur selamanya, sialan! Aku adalah orang yang sudah menabrakmu,” ujar slah satu anggota pasukan yang dikerahkan Daniel, Donald, dan Dennis.“Dasar bajingan!” teriak Ethan tiba-tiba, “apa kau tidak bisa menyetir mobil dengan baik, hah? Kau membuatku menderita. Kau harus bertanggung jawab dan memberikan

  • Terjerat Pesona Pewaris Rahasia   64. Pemeriksaan

    Rebecca seketika terdiam, menjatuhkan tubuh di sofa. Ia meremas bantal dan gaun, menyumpahi Caroline saat melihat deretan foto yang wanita itu kirimkan padanya. Dadanya amat sesak karena amarah.“Jika tahu kejadiannya seperti ini, akulah yang sebaiknya dijual pada si rentenir tua itu. Aku benar-benar iri pada Caroline. Dia membeli sebuah toko mewah seharga seratus juta dolar secara tunai dan sekarang dia tinggal di sebuah rumah megah dengan barang-barang mewah.”Rebecca melempar bantal saking kesal dengan kenyataan yang terjadi. Wanita itu menarik-narik rambut, bergegas mendekati jendela. Sialnya, ia justru disambut dengan petir menggelegar.“Ah!” Rebecca sontak berteriak saat petir menyambar sebuah pohon. Ia berjongkok sambil menutup kedua telinganya.Susan mendengkus kesal, menatap Rebecca sekilas. Wanita itu berjalan mondar-mandir, berharap sebuah rencana muncul. Foto-foto yang ia lihat di ponsel Rebecca tadi membuatnya semakin jengkel.“Terkutuklah kau, Caroline!” pekik Rebecca.“

  • Terjerat Pesona Pewaris Rahasia   63. Berita Baru

    Serombongan mobil mewah tiba di depan kediaman lama Eric dan Caroline. Sekitar seratus orang berpakaian hitam seketika keluar dari kendaraan, bergegas memasuki halaman dan rumah. Mereka seperti semut yang mengerumuni sesuatu. Selepas lima belas menit berlalu, mereka kembali berkumpul di halaman.“Tuan Eric dan orang-orangnya kemungkinan sudah meninggalkan rumah ini sejak kemarin. Kita akan pergi ke lokasi selanjutnya,” ujar pemimpin rombongan.Orang-orang itu memasuki mobil kembali, meninggalkan kediaman mewah di tengah hutan itu. Dalam waktu cukup singkat, mereka sudah menjauh dari kediaman.Tidak lama setelahnya, seorang pria muncul dari balik pohon, mengamati rumah dengan teropong. “Siapa orang-orang itu? Mereka datang dengan puluhan mobil mewah yang aku aksir harganya bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan dollar.”Steve melompat turun. “Aku beruntung karena orang-orang itu tidak menyadari keberadaanku. Selain kaya, mereka juga terlihat berbahaya.”Steve mengawasi keadaan sekeli

  • Terjerat Pesona Pewaris Rahasia   62. Keadaan

    Caroline bangun dengan keadaan segar bugar. Ia terkejut ketika melihat keadaan kamar mandi yang begitu mewah, ditambah ruangan khusus di mana beragam pakaian dan aksesoris yang tersusun sangat rapi di lemari-lemari kaca. “Apakah semua ini milikku, Layla?”“Tentu saja, Nona. Tuan Eric menyediakan semuanya untuk Anda,” jawab Layla.Caroline mengamati keadaan sekeliling, memandang dengan takjub. Mulutnya terbuka dan matanya memercik kekaguman yang luar biasa ketika ia mengelilingi satu per satu rak. “Astaga, ini seperti yang aku lihat di film-film dan video orang-orang kelas atas.”Caroline menatap pantulan dirinya di kaca, menampar pipi beberapa kali. “Ini semua bukanlah mimpi. Astaga, kenapa aku baru menyadari hal ini.”Caroline tiba-tiba tersenyum. “Aku tahu harus berbuat apa sekarang.”“Layla, panggilkan beberapa pengawal wanita untuk membantuku memilih pakaian dan aksesoris yang cocok untukku. Aku ingin mengejutkan Eric.”“Aku mengerti, Nona.” Layla segera menghubungi bawahannya.Em

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status