Share

03 - Kesempatan

“Jangan menghalangiku!” Caroline mendengkus kesal.

“Aku tidak akan menghalangimu. Kau harus tahu jika rumah ini berada di tengah hutan dan jauh dari perkotaan. Kau hanya akan menjadi mangsa hewan buas di laur sana. Masuklah dan aku akan menceritakan semuanya padamu.” Pria itu memasuki rumah.

Caroline mengawasi keaadaan sekeliling. Ia memang melihat pepohonan hampir di sekeliling rumah. “Pria tampan itu … maksudku pria menyebalkan itu benar. Aku hanya akan menjadi mangsa hewan buas jika keluar dari rumah ini sekarang. Aku harus mendengarkan semua penjelasannya untuk memutuskan apa yang akan aku lakukan setelahnya.”

Caroline memasuki rumah, mencari keberadaan pria itu. “Aku belum bertanya siapa nama pria tampan … maksudku pria menyebalkan itu. Kenapa lidahku menjadi bodoh?”

Caroline mengawasi keadaan sekeliling. “Rumah ini … cukup bagus.”

Caroline berhenti di dekat meja makan. Beragam hidang lezat tersaji di atas meja. Ia meneguk ludah, mendengar perutnya berbunyi. “Aku belum makan sejak semalam. Aku mengerahkan tenagaku untuk menghajar para pengkhianat sialan itu. Sayangnya, aku harus berakhir di tempat ini.”

Caroline memejamkan mata ketika mengingat peristiwa semalam.

“Duduklah. Kita akan makan bersama.” Pria tampan itu muncul di belakang Caroline.

Caroline setika berbalik, menahan napas ketika melihat penampilan pria itu. “Sial, dia sangat tampan meski hanya memakai kaus dan celana jin,” gumamnya.

“Apa kau mengatakan sesuatu?”

“Tidak!” Caroline duduk di kursi, menatap hidangan.

Pria itu duduk di depan Caroline. “Makanlah.”

“Apa kau menaruh racun di makanan ini?”

“Tidak. Untuk apa aku melakukannya?”

Caroline memutar bola mata. “Aku tidak cukup lapar sekarang. Jadi, aku hanya akan mencicipi sedikit makanan. Aku akan langsung memuntahkannya jika rasanya tidak enak. Jika aku mati, aku akan menghantuimu sepanjang hidupmu.”

“Kau akan menghantuiku saat aku mandi?”

“Diam.” Caroline merasakan pipinya memanas karena tiba-tiba memikirkan hal-hal aneh. “Caroline, pria tampan biasanya hanya akan membuat masalah,” gumamnya.

Caroline nyatanya menikmati hidangan sampai tidak sadar menghabiskan sebagian besar makanan di meja. Ia seakan lupa jika pria asing itu berada di dekatnya.

“Kau tampak sangat menikmati hidangan. Aku masih memiliki banyak makan lezat. Aku bisa meminta asistenku untuk membawakan makanan lagi.”

Caroline tiba-tiba terbatuk, meneguk air dengan terburu-buru. Ia terkejut ketika melihat banyak piring kosong di dekatnya. “Kau benar-benar cerewet!”

Caroline mengambil tisu, membersihkan mulutnya seraya menatap halaman. Matanya seringkali menoleh pada pria itu. “Cepat katakan apa yang ingin kau katakan padaku. Aku tidak memiliki banyak waktu sekarang. Tapi sebelum itu, katakan siapa namamu.”

“Aku Eric Malyer.”

“Malyer?” Caroline terdiam. “Aku seperti pernah mendengar nama itu.”

“Kau sepertinya keliru mengenai sesuatu. Ibu tirimu, Susan Boldaner, berhutang banyak uang padaku, bukan pada ayahku. Dia meminjam pada salah satu anak perusahaanku sekaligus mencuri beberapa ratus ribu dolar beberapa tahun lalu.”

Caroline terkejut, menatap Eric saksama, mengalihkan pandangan ke sembarang arah.   “Jadi, rentenir tua yang disebut wanita sialan itu adalah kau?”

Eric mengangguk. “Aku sudah memberi Susan Boldaner peringatan agar segera membayar hutangnya. Dia mengatakan akan mengirim seseorang sebagai ganti rugi untuk membayar hutang-hutangnya. Aku menyetujuinya dan menyuruh Susan Boldaner untuk mengirim orang itu ke rumah ini.”

Caroline menggebrak meja sangat keras, berdiri dari kursi. “Kau sudah melakukan tindakan kejahatan! Aku akan melaporkanmu pada polisi!”

“Sayangnya, kau tidak bisa melakukannya. Dalam surat perjanjian yang sudah ditanda tangani oleh Susan Boldaner, kau harus mengganti rugi sebanyak lima puluh juta dolar jika kau melarikan diri dariku.”

“Apa?” Caroline kembali memukul meja, mengepalkan tangan erat-erat. “Wanita tua sialan itu benar-benar brengsek! Aku pasti akan membalasnya!”

Caroline menjatuhkan diri ke kursi, memijat kepalanya yang pening. “Hidupku benar-benar sudah berakhir sekarang.”

“Hidupmu belum berakhir. Kau masih memiliki kesempatan.”

“Apa maksudmu?” ketus Caroline.

“Kau sudah mengalami banyak hal buruk karena perselingkuhan kekasih dan saudari tirumu serta kejahatan yang ibu tirimu lakukan.”

“Bagaimana kau tahu?”

“Bukankah kau yang mengatakan semua itu padaku di halaman tadi?”

Caroline memutar bola mata, mendengkus kesal. “Kenapa aku mendadak bodoh?”

“Apa kau ingin membalas perbuatan mereka?”

Caroline menatap Eric lekat-lekat. “Aku tentu saja sangat ingin membalas kejahatan mereka. Mereka bukan hanya menyakitiku, tetapi mereka juga menyakiti ayahku dan menghancurkan hidup kami.”

“Aku akan menawarkan sebuah kesepakatan padamu.”

“Kesepakatan?”

Eric tersenyum. “Aku akan membantumu untuk membalaskan dendam pada kekasih, saudari tiri dan ibu tirimu, tapi kau harus setuju dengan syarat yang aku ajukan.”

“Syarat?”

“Kau harus menjadi istriku.”

“Men-menjadi istrimu? A-apa kau sudah gila?” Caroline kembali menggebrak meja, tidak memdulikan tangannya yang kesakitan. “Kita bahkan baru pertama kali bertemu. Bagaimana mungkin kau memintaku menjadi istrimu, terlebih kau …”

“Aku adalah pria cacat?”

Caroline terdiam, mengembus napas panjang. Ia memang ingin membalas dendam pada Ethan, Rebecca, dan Susan sekaligus ingin menyelamatkan ayahnya. Akan tetapi, Eric adalah pria asing yang sama sekali ia tidak kenal. Ia juga tidak tahu bagaimana pria itu bisa menolongnya untuk membalas dendam.

“Kau hanya memiliki satu kesempatan. Jika kau menolak atau kau tidak menjawab sampai hitungan sepuluh detik, maka kau akan kehilangan kesempatanmu. Kau akan berakhir menjadi pembantuku seumur hidupku.”

Caroline mengamati sekeliling ruangan, memejamkan mata erat-erat, mengembus napas panjang, menatap Eric lekat-lekat. Ia nyaris tidak memiliki harapan lagi untuk melanjutkan hidup, kecuali untuk ayahnya dan membalaskan dendam pada Ethan, Rebecca, dan Susan. Bisakah orang asing seperti Eric membantunya membalas dendam?

Ini adalah keputusan yang sangat sulit untuk Caroline.

“Waktumu sudah berakhir. Jadi, apa keputusanmu, Caroline?”

Caroline menarik napas panjang, mengembuskan perlahan. “Baiklah, aku setuju.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status