Share

6. Perjanjian

"Apa ini tidak terlalu cepat?" tanya Charlotte pada Malvin.

"Justru lebih cepat lebih baik."

"Benar, lebih cepat lebih baik. Tetapi aku l tidak menyangka jika akan secepat ini. Aku kira kita perlu meyakinkan orang tuamu dan tidak akan secepatnya mendapatkan restu mereka."

"Aku juga tidak menyangka respons orang tuaku cukup baik menyambutmu. Waktu kita tinggal 1 bulan lagi menuju hari pernikahan. Sekarang tugasku adalah membuat dokumen pernikahan kita, jangan sampai ada yang tahu identitasmu sebenarnya." Malvin tampak serius dengan ucapannya.

"Aku yakin kamu bisa mengurus itu dengan baik. Lalu apa tugasku?" tanya Charlotte.

"Kamu harus ikut ibuku untuk mempersiapkan acara pernikahan kita nanti. Ikuti saja apa yang ibuku inginkan," jawab Malvin.

"Baiklah," ujar Charlotte.

Malvin mengambil sesuatu dari dalam tas kerjanya dan memberikannya kepada Charlotte. Sebuah amplop berwarna cokelat tampak berisi dokumen.

"Apa ini?" Charlotte penasaran dan bertanya kepada Malvin.

"Buka dan baca dengan teliti!" pinta Malvin.

Charlotte membuka amplop tersebut dan mengeluarkan dokumen yang ada di dalamnya. Ada dua bendel dokumen yang isinya sama.

"Perjanjian pernikahan," ucap Charlotte yang membaca judul dokumen tersebut.

"Ya, aku sudah menyiapkannya. Bukankah ini yang kamu inginkan?"

"Benar, aku ingin dan butuh ini."

"Silakan dibaca tiap poinnya dengan teliti. Ada dua dokumen, satu untukku dan satu lagi untu kamu simpan."

Charlotte mengangguk mendengar penjelasan Malvin. Ia mulai membaca poin-poin yang ada pada perjanjian pernikahan yang dibuat oleh Malvin tersebut.

Setelah membacanya, Charlotte tampak manggut-manggut tanda setuju. Ia pun segera menandatangani kedua perjanjian tersebut.

"Ini, aku sudah menandatanganinya. Sekarang giliran kamu yang tanda tangan."

Charlotte memberikan kedua dokumen yang telah ditandatanganinya kepada Malvin. Malvin menerimanya sambil tersenyum dan segera menandatangani dokumen itu.

"Ok, sekarang ini sudah beres. Kamu simpan ini dan yang satu ini akan aku simpan," ujar Malvin sambil memberikan satu dokumen kepada Charlotte.

Charlotte menerima dokumen tersebut sambil mengangguk.

"Baiklah, sekarang aku mau istirahat dulu," ucap Charlotte sambil berlalu meninggalkan Malvin menuju ke kamar.

Malvin menanggapinya dengan anggukan.

Sementara itu, Hugo yang baru saja sampai di rumahnya usai menghadiri acara makan malam di rumah keluarga Liavin tampak kebingungan. Hugo sangat yakin bahwa wanita yang dikenalkan Malvin dengan nama Cynthia itu adalah Charlotte.

"Kamu kenapa Hugo?" tanya ibu Rose yang sejak tadi memperhatikan anak laki-lakinya itu.

"Ah, ibu mengagetkanku saja," jawab Hugo yang terkejut.

"Dari tadi ibu memperhatikanmu tampak kebingungan. Apa kamu sedang memikirkan wanita tadi?"

Hugo menatap ibunya dan bertanya, "Apa ibu juga memiliki pikiran yang sama denganku?"

"Ya, ibu juga berpikir itu istrimu. Tetapi, kenapa anak Tuan Lavin menyebut namanya Chyntia. Lalu, dari penampilannya wanita itu juga sangat berbeda dengan penampilan istrimu yang kusam dan berantakan."

"Tetap saja, Dia sangat mirip dengan Charlotte Bu," bantah Hugo.

"Kamu sudah menghubunginya?"

"Sudah ribuan kali Bu, tetapi sekarang justru nomornya tidak aktif lagi."

"Lalu kemana perginya wanita itu?"

Hugo diam mendengar pertanyaan ibunya karena ia juga tidak bisa menjawabnya. Pria itu justru beranjak dari tempat duduknya yang sejak tadi berada di ruang makan menuju ke lemari es untuk mengambil minuman kaleng.

"Ibu, Kakak, kalian sudah pulang?" Jassie datang menyapa ibu dan saudara laki-lakinya.

"Ya, seperti yang kamu lihat," jawab Hugo.

"Bagaimana acaranya Bu? Seru? Wah, sayang sekali aku tidak diajak." Jessie menanyakan sambil merengek ingin ikut ke acara makan malam rutin yang diadakan keluarga Liavin itu.

"Ini acara penting, tidak sembarangan yang bisa ikut. Ayahmu akan malu jika mengajak terlalu banyak anggota keluarga." Bu Rose menanggapi rengekan putrinya.

"Tapi kenapa hanya Hugo yang selalu diajak. Kan bisa gantian Bu?" protes Jessie lagi.

"Jessie benar, aku juga ingin ikut Bu. Kan kita bisa gantian," timpal Marrie.

"Tenanglah, nanti ayahmu akan marah jika mendengar apa yang kalian katakan ini." Ibu Rose berusaha menenangkan kedua putrinya.

"Tapi Bu, kenapa selalu Hugo." Lagi-lagi rengekan keluar dari mulut putri Rose, kali ini Marrie yang merengek.

"Apa sih yang kalian ributkan!" bentak Hugo yang mulai emosi.

"Aku juga ingin bisa ikut ke pesta sepertimu!" Jassie balik membentak Hugo.

"Untuk apa kalian ikut? Kalian tidak akan paham mengenai bisnis Ayah!" Hugo semakin emosi.

"Sudah diam, jangan ribut! Jessie, Marrie kalian tidak tahu apa-apa soal bisnis." Kali ini Ayah mereka yang angkat bicara.

Mendengar ayahnya yang berbicara seketika Jessie dan Marrie tidak berani membantah lagi. Mereka berdua meninggalkan ruang tengah menuju ke kamarnya masing-masing.

Ibu Rose yang sejak tadi duduk bersama Hugo di ruang tengah mengikuti kedua putrinya yang sedang merajuk. Beliau berusaha menenangkan dan membujuk putri kesayangannya itu agar tidak merajuk lagi.

Sementara itu, Hugo meletakkan kedua tangannya pada kepala. Ia tampak merasa sangat frustasi karena mendengar ocehan adik-adiknya yang menurut Hugo tidak masuk akal.

"Mereka sudah gila!" umpat Hugo sambil meneguk minuman kaleng yang sejak tadi dipegangnya.

"Lama-lama aku juga bisa ikut gila jika terus di rumah ini!"

Hugo beranjak dari tempat duduknya, ia berjalan menuju ruang tamu. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar ayahnya bertanya, "Mau kemana kamu?"

"Aku ingin mencari udara segar Yah," jawab Hugo singkat sambil terus berjalan menuju pintu.

"Bagaimana kabar istrimu? Kapan Dia akan pulang?" tanya ayahnya lagi.

Hugo menghentikan langkahnya dan berbalik badan menghadap ayahnya yang berdiri di ruang tengah.

"Aku sedang berusaha mencarinya Yah," ujar Hugo sambil menatap ayahnya.

"Jadi selama ini kamu tidak tahu keberadaannya?"

Hugo kebingungan mendengar pertanyaan ayahnya. Ia berusaha mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.

"Maksud Hugo, Charlotte. Ah, Charlotte sedang ingin bertemu keluarganya Yah. Ya, Dia akan segera kembali ke rumah ini secepatnya." Hugo berusaha mencari alasan hingga tergagap menjawab pertanyaan ayahnya.

"Benarkah? Kalau begitu telepon Dia. Suruh segera pulang," perintah ayah Hugo.

Hugo kebingungan lagi mencari alasan. Namun, ia tidak bisa menolak perintah ayahnya. Ia pun segera mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi nomor Charlotte yang sudah tidak aktif lagi.

"Kenapa?"

"Tidak diangkat Yah. Mungkin Charlotte sudah tidur. Ini sudah larut malam," ujar Hugo.

"Mana ponselmu," pinta ayah Hugo.

"Untuk apa Yah?"

"Sudah jangan banyak tanya."

"Tapi …"

Ayah Hugo mendekat ke arah Hugo dan mengambil ponsel Hugo. Beliau mencari nomor Charlotte dan menekan tombol dial. Tombol speaker diaktifkan oleh ayah Hugo sehingga mereka berdua bisa mendengar bahwa nomor yang dihubungi tersebut sudah tidak aktif.

Ayah Hugo menatap tajam ke arah anak laki-lakinya itu sambil berkata, "Jawab jujur, ada apa sebenarnya?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status