Home / Romansa / Terjerat Pesona Vampir Tampan / 6. Ingin Lebih Mengenalmu

Share

6. Ingin Lebih Mengenalmu

Author: Glory Bella
last update Last Updated: 2022-09-23 23:45:23

Max menggendong Shada di pelukannya. Ia lalu dengan perlahan mendaratkan tubuh Shada di tempat tidur yang didominasi oleh warna pastel itu. Ia membelai lembut wajah Shada. Ia pandangi wajah cantiknya kemudian mendorong bibirnya memagut bibir Shada. Mereka saling mengulum lembut, terlihat menikmati momen milik bersama.

Dengan pelan, tangan Max menjelajahi tubuh Shada kembali. Ia mengeksplorasi tubuh halus yang ada di bawahnya. Kedua tangannya menelusuk ke dalam kaos Shada, menggerayangi kedua dada yang menggembung itu.

Sedangkan Shada terlihat menikmati setiap sentuhan Max yang dilayangkan untuknya.

Kini tangan Max sudah berada di balik bra, bermain-main di kulit polos Shada.

Max sontak melepas ciumannya, dengan cepat segera melepaskan kaos ketat yang dipakai wanita tersebut. Dilihatnya pemandangan menggoda yang menyembul di balik bra berenda coklat yang sangat menawan.

Ia tak sabar, segera ia singkap bra itu dan membebaskan pemandangan indah di dalamnya.

"So beautiful," kagum Max tetap terpaku pada objeknya. Shada menatap Max, pipinya bersemu merah.

Max memeluk dan memagut bibir Shada kembali. Napas keduanya terlihat berkejaran. Max kembali meraba tubuh Shada, lalu berhenti di kedua dadanya, bermain di situ. Sedang ciuman Max menjalar ke leher jenjang bening Shada, menghapus tanda kepemilikan yang sebelumnya telah terjejak.

Perlahan ciumannya semakin turun. Udara panas menyeruak di antara mereka. Mereka menginginkan lebih. Lebih dalam. Maka, mereka menyatukan tubuh mereka.

Sementara itu, Demian sesaat tadi sempat mengawasi keduanya. Namun perasaannya sekarang sudah sangat kecewa. Ia memutuskan pergi, ditelan oleh gelapnya sang malam.

♡♡♡

Shada mengerjap oleh silaunya cahaya sang fajar yang bergerak menembus korden di jendelanya. Matanya kemudian teralihkan kepada seseorang yang ada di sebelahnya. Ia membelalak lebar ketika menyadari kedua tubuh mereka polos tanpa tertutupi oleh sehelai kain pun.

Ia ingin bangun, namun nyatanya badannya menjadi berat. Perut Shada sekarang sedang menjadi tumpuan lengan kekar yang dilingkarkan oleh pria itu.

Shada menyerah, lalu memandangi Max yang masih terlelap. Ia pandangi juga pintu kamarnya yang masih terbuka lebar. Mendadak ia ingat Demian. Apakah semalam ia ke sini lagi? Shada menggelengkan kepalanya. Tidak, kenapa ia malah memikirkan Demian. Toh, Demian bukan manusia yang memiliki perasaan. Dan yang paling penting, ia bukan siapa-siapa baginya.

Oh iya ini sudah jam berapa ya? Batin Shada mengingatkan. Dengan lincah tangannya meraih ponsel yang ada di atas nakas. Matanya membulat sempurna ketika ia pandangi jam sudah menunjukkan pukul 06.50 pagi.

"Max, bangun. Kita harus berangkat kerja." Shada berusaha membangunkan Max dengan menepuk pelan lengan kekar itu. Max menggeliat perlahan, lalu membuka matanya. Ia mulai menyesuaikan penglihatannya dengan intensitas cahaya pagi ini.

Pandangan Max beralih kepada Shada, ia tersenyum tatkala melihat seluruh tubuh polos wanita tersebut. Mata Max berbinar lalu mengecup singkat dahi juga bibirnya.

"I love you, Sayang," ungkap Max menatap lamat kekasihnya itu.

"Dan, oh iya. Kita bisa berangkat agak telat hari ini," lanjut Max sambil terkekeh.

Keduanya bersiap-siap untuk berangkat kerja. Mereka berencana akan makan bersama di kantin karena untuk menyiapkan sandwich saja tidak cukup waktunya.

Setiba di kantor, Shada melihat Richard baru saja menghampiri meja Ruth. Dilihatnya wajah cantik itu memanyunkan bibirnya.

"Si Richard itu, seenaknya saja menyuruh kita untuk survey pasar di beberapa supermarket." Ruth mendengus kesal karena Richard.

Sejak dulu sampai sekarang, ia tak pernah cocok dengan managernya itu. Padahal Richard seusia dengan Ruth, tapi sikapnya tak pernah menghargai dan cenderung seenaknya sendiri. Shada pun juga tak terlalu menyukai sosok Richard ini.

"Dasar Richard brengsek!" gerutu Ruth kembali, mendatangkan gelak tawa Shada.

"Kau tahu, Shada. Sebenarnya itu adalah tugas yang Max berikan untuknya! Lalu dengan seenak jidat, Richard lempar kepada kita!" Ruth mengomel lagi. Dengan jelas, Ruth bisa melihatnya tadi. Meskipun ia tak tahu langsung ketika Max memberinya tugas itu, tapi Ruth bisa membaca dengan jelas pikiran licik Richard.

"Sudah, Ruth. Mari kita lakukan saja. Setelah ini kita makan dulu di kantin lalu berangkat," usul Shada diikuti langkah mereka yang mempersiapkan segala keperluan untuk surveynya nanti.

Setelah itu, mereka menggiring kaki menuju kantin. Tadi Shada tak lupa mengabari Max bahwa ia dan Ruth mau makan. Tidak lama bagi Max untuk mencapai kantin.

Mereka berdiri mengantre untuk mengisi nampan mereka masing-masing. Shada melihat Max yang memasukkan mashed potato, chicken pop sekaligus sausnya, juga salad sayur dan buah di nampannya. Shada mencontoh apa yang dimakan Max hari ini.

Seusai makan, mereka pun berpisah ke ruangannya sendiri-sendiri. Shada dan Ruth lalu meluncur cepat dengan mobil perusahaan menjauhi gedung Holy Food.

Jalanan cukup terik hingga aspal seakan menguap membumbung tinggi ke atas. Mobil yang dikendarai Shada kini melesat gesit di jalan besar yang menghubungkan antar kota ini. Sesekali menyalip beberapa kendaraan besar yang merayap di depannya.

Mereka akan menuju ke barat daya saat ini. Beberapa supermarket yang akan mereka tuju bisa dibilang cukup besar. Hanya swalayan tertentu yang telah dimasuki bermacam produk makanan instan dari perusahaan. Perusahaan mereka cuma melihat swalayan-swalayan dengan kompatibel baik dan stabil per tahunnya.

Ruth yang berada di samping Shada sudah tertidur pulas sejak ia melalui batas kota tadi. Ruth memang sangat membenci kendaraan bermobil, ia tak tahan dengan apapun suasana di dalam kendaraan itu. Jadi, ia menghibur suasana hatinya dengan memakai masker mata dan tidur.

Mobil mereka akhirnya sudah terparkir rapi di salah satu dari enam supermarket target mereka hari ini. Shada mengeluarkan buku besarnya dan mencentang salah satu nama supermarket di sana. Bunyi gerakan Shada lantas membangunkan Ruth yang berada di sebelahnya.

"Hoaaam.. ah, sudah sampai ya?" Ruth meregangkan kedua tangannya, mengerjap cepat, lalu melepas kedua masker yang menempel di matanya.

"Iya, kita sudah sampai. Kau bisa ya pake masker mata di perjalanan hahaha.." tawa Shada seraya memukul pelan lengan Ruth.

Karena Ruth tidak suka berlama-lama di dalam mobil, maka ia segera keluar. Disusul oleh Shada kemudian. Mereka memasuki supermarket itu, lalu menyesuaikan data penjualan bulan ini.

Tak butuh waktu lama mereka sudah selesai di supermarket satu, lalu melanjutkan perjalanan menuju supermarket kedua dan sampai yang terakhir.

Sekarang mereka sudah akan menuju lokasi keenam, di daerah Oakville. Setelah memarkir mobil, mereka berderap masuk ke supermarket itu. Tempat ini dua kali lebih besar dari supermarket yang sebelumnya.

Mereka langsung disibukkan dengan mencocokkan data kembali. Tiba-tiba di ekor mata Shada, ia seperti melihat sekelebat seseorang yang familier. Shada kaget dengan sosok yang telah ia tangkap, lalu segera menoleh ke belakang.

Namun di detik itu juga, Ruth berpaling ke arah yang sama. Shada terkesiap menatap Ruth, lalu mencoba bertanya, "Kau juga melihatnya, Ruth?"

"Apa? Ah.. tidak." Ruth terlihat kaget, namun bisa segera menyesuaikan mimiknya.

"Kupikir kau juga melihat ada sekelebat orang yang sangat cepat di belakang kita. Karena kau menoleh di waktu dan arah yang sama," hardik Shada kepada Ruth, nyaris seperti menyelidik, lalu melanjutkan "Dan menurutku, itu tadi adalah Demian."

Shada menatap lekat sahabatnya itu. Ia merasa perlu mengenalnya Ruth lebih. Padahal selama ini, ia sudah cukup mengenal wanita itu dengan baik. Tapi juga sadar, ia tak pernah mendengar perihal bagian hidup Ruth seluruhnya.

Ruth selama ini menjadi pendengar yang sangat baik bagi Shada. Shada juga sering mendengar cerita Ruth, meskipun wanita itu hanya menceritakan tentang pekerjaan, rekan kerja, terutama Richard yang menyebalkan. Bahkan kisah cinta dan keluarganya pun tidak Shada ketahui.

"Ruth, apakah aku sudah mengenalmu dengan benar?" Tatapan tajam Shada seakan menghunus dan meruntuhkan pertahanan diri Ruth yang telah dibangun bertahun-tahun.

- Bersambung..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Vampir Tampan   106. EXTRA PART ( ꈍᴗꈍ)

    "Aku akan menamakannya Zendaya," ungkap Jennifer sembari memandangi bayi perempuan mungil bermata biru di rengkuhannya. "Zendaya yang berarti bersyukur. Aku sangat bersyukur punya kau, Sayang." Jennifer mencolek puncak hidung kecil sang bayi yang kemudian tertawa. Ariana yang berada di samping Jennifer hanya menghela napas. Hatinya agak nyeri mendapati bayi itu lebih mirip dengan si ayah. Apalagi kenyataan bahwa bayi itu lahir tanpa dampingan sosok ayah. Karena tak ada respon dari bibir Ariana lantas membuat Jennifer mendongak. Senyum di bibirnya hilang seketika tatkala mengerti arti guratan di wajah ibunya. Bagaimanapun, Jennifer berusaha tegar juga selama ini. Terutama saat mendengar berita tentang kematian Max tepat satu tahun yang lalu. "Pokoknya, aku akan menamainya Zendaya, Mom. Zendaya Painter," putusnya kemudian. "White," celetuk tiba-tiba sosok pria yang berderap masuk. "Kau harus memakai nama belakang White mulai sekarang." Baik Jennifer maupun Ariana sama-sama mendonga

  • Terjerat Pesona Vampir Tampan   105. Menjadi Bintang Terbaik (TAMAT)

    "Apa yang terjadi?" Darwin berlari membantu memapah tubuh Demian.Begitu juga Ellene, Shada dan Ruth yang akhirnya mendekat. Mimik mereka tampak khawatir."Kita harus segera merawat Demian sebelum keadaannya semakin parah," cetus Ellene."Apa maksudmu?" Darwin mengerutkan keningnya."Darwin terkena virus manusia setengah vampir di tangannya." Ada kegugupan di dalam suaranya.Sontak wajah Darwin menegang. "Kenapa kau tidak bilang dari tadi?!" bentaknya dengan nada tinggi. "Kita bawa ke ruanganku sekarang juga! Ellene tolong segera siapkan ruanganku."Ellene meneguk ludah, kemudian buru-buru berlari mendahului langkah Darwin dan Mike. Shada dan Ruth saling bertukar pandang sekilas, lantas ikut menggiring kaki cepat mengikuti jejak mereka.Ruth lekas mengusap air mata yang sempat menggenang tadi. Sementara kecemasan melingkupi seluruh pikiran Shada saat ini.Sebenarnya apa efek yang ditimbulkan dari virus Leo terhadap tubuh Demian?Tatkala isi kepala Shada sibuk mempertanyakannya, tak te

  • Terjerat Pesona Vampir Tampan   104. Manusia Setengah Vampir Terakhir

    Tonny melangkah turun, lantas menutup pintu mobilnya. Ia melihat sekeliling sambil memasang kacamata hitam di kedua telinganya. Perumahan dengan gang sempit itu lumayan sepi. Biasanya ia menyaksikan satu atau dua anak kecil bersepeda di jalan di perumahan lain. Tetapi ia tak menemukan satu orang pun di sini.Lalu Tonny mulai menggiring kaki menuju suatu rumah yang telah didiktekan kemaren sore. Setelah menemukan rumah tersebut, ia memencet bel.Tak lama kemudian seorang pria muda dengan jaket berleher tinggi warna abu tua keluar. Rambut pria itu tampak tak rapi. Apalagi baju yang sedang dikenakan. Tonny hanya menelan pikirannya heran mengenai anak muda di depannya yang cukup berantakan dan sepertinya introvert. Tak seperti sebagian remaja yang bersenang-senang di usia mudanya.Tanpa basa-basi, pria muda tersebut langsung menyodorkan sebuah map cokelat. Mungkin ia kesal karena pandangan yang menginterogasi dari mata Tonny."Ini. Data yang kau butuhkan semua ada di sini," ucapnya dengan

  • Terjerat Pesona Vampir Tampan   103. Ternyata Sebuah Legenda

    Sosok yang ada di dalam ruang itu termangu sesaat, kemudian melepas sebuah seringaian yang menyebalkan. Sebelah tangan sisi kanannya langsung bergerak menyembunyikan sesuatu.Namun hal tersebut tak lepas dari pantauan kedua mata awas milik Demian. "Cepat jawab! Apa yang kau rencanakan di sini?!" murkanya.Demian marah memergoki orang lain yang bukan keluarganya masuk ke dalam ruang paling rahasia di rumah ini. Dan sadarlah ia bahwa orang itu pasti sengaja mendekati Ruth untuk tujuan hari ini. Sialnya, Demian tak bisa membaca apapun dari pria di hadapannya sekarang. Bagai sebuah kotak hitam yang tertutup rapat."Kau benar-benar akan mati di sini!" geram Demian tersulut emosi.Mula-mula Leo mengangkat kedua tangannya yang sudah kosong ke atas kepala. "Eitsss, santai dulu. Kita bisa bicarakan ini secara baik-baik, bukan?" Salah satu alisnya terangkat, membuat Demian semakin kesal."Langsung bicara intinya. Apa yang sudah kau curi dari ruang ini? Cepat kembalikan atau nyawamu akan melayan

  • Terjerat Pesona Vampir Tampan   102. Siapa di Sana?!

    Shada mengerjap cepat. Kedua matanya bergerak bingung dengan kehadiran Ruth di sana. Bukan hanya itu saja, Ruth juga membawa serta Leo di rumah keluarga Elliot.Bukannya Shada lupa jika Ruth juga merupakan anggota keluarga itu. Tetapi Ruth bahkan belum bercerita kalau wanita tersebut juga kemari.Tidak, Ruth tidak salah. Shada sendiri tidak cerita bahwa dirinya akan pergi ke rumah keluarga Elliot pagi ini.Dengan mulut yang masih ternganga, Shada menunjuk Ruth dan Leo secara bergantian. "Kalian…"Ruth tergelak, kemudian maju selangkah mendekati Shada yang masih mematung. Mula-mula ia melebarkan kedua tangannya riang."Ya, kami di sini! Hahaha, maaf telah mengejutkanmu, Shada!" kikik Ruth dengan mendaratkan sebuah tepukan di bahu Shada.Shada masih terpegun. Kemaren Ruth memang mengutarakan jika Leo dan wanita itu akhirnya resmi menjalin hubungan. Namun menyaksikan mereka berada di rumah Elliot pagi ini sangat mengejutkannya.Jangan bilang jika Ruth membawa Leo kemari karena akan melanj

  • Terjerat Pesona Vampir Tampan   101. Surprise!

    "Kenapa kau ada di sini?!" Ruth menggeser tubuh menjauh, meski sekarang kedua kakinya hanya menapak pada lonjor besi yang melintang di pembatas balkon. Matanya melotot tak percaya."Sudah kubilang kan, aku mencintaimu." Ada getaran di suara pria tersebut.Buru-buru Ruth menggelengkan kepala. "Tidak! Tidak mungkin! Sekarang kau sudah tahu siapa aku sebenarnya! Menjauhlah dariku!"Leo yang ada di hadapannya justru mendesah berat. Ia menunduk singkat dan memperbaiki posisi kacamata, lantas mendongak menatap Ruth demi meyakinkan wanita itu."Lalu kenapa kalau kau vampir? Aku bahkan tidak peduli," lirihnya kemudian."Kau harusnya peduli! Aku tidak mungkin bisa bersama manusia, apalagi kau!" balas Ruth agak histeris. Maklum, ia masih terpukul dan terlewat sedih."Tidak. Kau juga belum mengenal baik aku. Mari kita hidup bersama, Ruth." Mula-mula Leo mengulurkan tangannya kepada Ruth.Ruth mengerjapkan kedua matanya cepat. Napasnya tiba-tiba sesak dan berat. Tidak, tidak mungkin semudah ini.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status