Share

Chapter 3 - Beautiful

"Pakai ini?" Perintah Rachel menyerahkan paper bag di tangannya pada Caroline. 

Caroline mengambil dan membukanya dan langsung melotot saat melihat gaun merah cantik yang sayangnya begitu terbuka pada bagian punggung. 

"Kau menyuruhku memakai gaun kurang bahan ini?" desisnya tak percaya dan Rachel hanya mengangguk tanpa ragu menghiraukan tanggapan tidak suka dari sahabatnya itu. 

Tidak punya pilihan lain, Caroline akhirnya pasrah memasuki satu bilik kamar mandi. Menit selanjutnya Caroline akhirnya keluar dengan penampilan memukau.

"Kau cantik dan sexy, Car, pasti cocok." komentar Rachel menatap takjub sahabatnya yang benar-benar cantik dengan gaun terbukanya. 

"Sebenarnya apa yang akan aku lakukan?" tanya Caroline tak sabar dengan apa yang akan ia kerjakan. 

"Aku akan memberi tahu mu nanti, sekarang ikut aku." Rachel menyeret Caroline keluar toilet. 

"Lihat dia." Rachel menunjuk seorang pria. Caroline melihat pria yang ditunjukan Rachel dan merasa sudah pernah melihatnya, tapi di mana? 

"Jeremy," ucap Rachel. 

"Jeremy, ah aku ingat, aku pernah mendengar nama itu beberapa hari yang lalu karena skandal pembunuhan serta narkotika, tapi aku tidak tahu pasti. Kau tidak menyuruhku untuk mendatangi pria itu kan?" ucapnya dengan tatap memicing di akhir kalimat. 

Rachel meringis. "Caroline, aku minta maaf, karena mungkin permintaanku sedikit berbahaya tapi apa boleh buat, bantu aku, ya?" Rachel menatap memelas sahabatnya itu yang selama beberapa detik tidak merespons.

Caroline menghela napas untuk ke sekian kalinya. "Oke fine!" 

Rachel tersenyum senang. Wanita itu lalu mendekati Caroline dan membisikan sesuatu, yang entah apa itu, karena selanjutnya mata Caroline membulat tak percaya.

"Kau gila!'' Desis Caroline melotot pada Rachel yang langsung nyengir kuda. 

"Kalau kau berniat membantu, ya itu yang harus kau lakukan," katanya. "Kau niat tidak membantu sahabatmu ini. Hanya sekali saja aku–"

"Stt... Cerewet!'' Caroline memotong ucapan Rachel. 

"Dan ini," Rachel menyerahkan sebuah pistol pada Caroline. "Gunakan sebagai senjatamu."

***

Dengan anggun, Caroline berjalan menghampiri pria bernama Jeremy itu. 

"Hai, Baby!'' rasanya Caroline ingin muntah saat mulutnya mengatakan kata baby. 

Caroline yang duduk di samping Jeremy harus menahan umpatan dan geramannya dalam hati saat tangan kurang ajar pria itu menyentuh dan mengusap-usap pahanya yang dibaluti kain tipis berwarna merah. 

Beberapa saat kemudian, tampaknya Jeremy telah terpengaruh alkohol.

"Kau sepertinya sudah mabuk." Ucap Caroline. 

"Ohya, kalau begitu ayo kita pergi." Kata pria itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya bermaksud menyingkirkan pengaruh alkohol yang belum seberapa merampas kesadarannya.

"Kemana-" belum juga Caroline bertanya pria itu sudah merangkulnya dan membawanya beriringan memasuki sebuah lorong berujung sebuah ruangan khusus. 

Saat pintu ruangan dibuka ternyata ruangan itu adalah tempat pesta ilegal, dilihatnya banyak sekali orang yang berpesta narkoba, dan ada juga semacam perjudian serta transaksi barang-barang ilegal. Caroline ternganga melihat pemandangan di hadapannya ini-benar-benar pesta yang melanggar hukum. 

Dia harus segera menghubungi Rachel sekarang juga! 

Saat akan pergi dari sana, Caroline tersentak kecil saat tubuhnya malah ditarik oleh Jeremy. 

"Mau ke mana?'' 

"Toilet, aku butuh toilet sekarang juga." Caroline merasa tak nyaman dengan posisinya sekarang karena pria gila yang bersamanya ini dengan kurang ajar menyimpan kepala botaknya di ceruk lehernya. 

Double shit! Batin Caroline menjerit karena tubuhnya terus menjadi sasaran kurang ajar pria itu. 

"Toilet? Ayo, sekalian aku temani," pria itu menawarkan mengantar dengan tidak tahu dirinya dan sukses membuat kedua mata Caroline membulat. 

Dasar gila!

"Tidak perlu, tunggu saja di sini." Caroline dengan paksa mendorong tubuh pria menjijikkan itu dan tanpa basa-basi lagi langsung pergi dari sana. Tubuhnya bahkan merinding efek ditempeli makhluk astral itu. 

Caroline melirik sekeliling dan bergumam kecil. "Aku harus melaporkan pesta ilegal ini!'' 

"Akkhhhh!!"

Caroline memekik saat merasakan tubuhnya melayang akibat dari kakinya yang tiba-tiba terpeleset karena mungkin efek dari Heel-nya yang tinggi-well sangat-sangat tinggi menurutnya, 12 cm maybe. Tapi untungnya sebuah tangan kekar menarik pinggangnya dan menyelamatkannya dari keterjatuhan yang akan sangat memalukan. 

"Terima kasih." Ucap Caroline dengan tatapan tertuju lurus pada dada bidang pria penyelamatnya. Posisinya sekarang berada di pelukan pria itu. Mengakibatkan Caroline bisa mencium aroma maskulin pria itu. 

Di tiga detik kemudian, Caroline mulai mengangkat kepalanya bermaksud melihat wajah si penolongnya. Dan seketika tatapannya dengan tatapan pria di hadapannya bertemu. 

Deg

Caroline langsung terpaku melihat ketampanan pria di hadapannya ini. 

Apa malaikat turun ke bumi? Batinnya tak lepas memandang dan memuji wajah tampan di hadapannya ini. 

"Tampan!'' Tanpa sadar kalimat itu terlontar lancang dari mulutnya membuat si pria mengangkat alisnya.

"Tampan?'' 

Caroline kelabakan, dan langsung merutuki mulutnya yang lancang. Ohh.. Mulut kenapa kau lancang sekali?!!

"Ah... Tidak, tidak! Sekali lagi terima kasih atas bantuanmu kalau tidak aku akan benar-benar jatuh," sahut Caroline sambil mengibas-ngibaskan tangannya di ke depan. 

"Oke. Sama-sama." 

Saat si pria akan beranjak pergi, Caroline entah sadar atau tidak malah menarik tangan si pria membuat sang empu menatapnya dengan pandangan seolah berkata 'kenapa'.

"Siapa namamu?'' pertanyaan itu tanpa dipikirkan terlebih dulu langsung keluar dari mulut Caroline dengan mulusnya. 

Caroline bodoh, kenapa kau menanyakannya! Caroline merutuk dalam hati karena mulutnya kembali berbicara tanpa persetujuan dari hatinya. 

Sedangkan si pria mulai kembali menghadapkan tubuhnya dengan Caroline, kemudian maju selangkah mendekati-mengikis jarak antara mereka berdua. 

"Kenapa kau ingin tahu namaku?'' tanyanya dengan suara yang mampu membuat jantung Caroline berdetak tidak karuan. 

Caroline mengangkat tangannya dan menggerak-gerakannya. "Akhhh.... Tidak tidak, lupakan pertanyaan bodohku!'' saat akan pergi Caroline malah merasakan tubuhnya tertahan. Dan di belakangnya tepat di samping daun telinganya dia merasakan napas hangat menyapa halus di sana. 

"Namaku Nicholas, beautiful."

Setelahnya si pria bernama Nicholas itu pergi—benar-benar pergi meninggalkan Caroline yang keterpakuannya di tempat. 

"Apa katanya tadi?" bisik Caroline dengan pipi yang memunculkan rona merah kentara seperti kepiting rebus. Entah kenapa hanya karena satu kalimat akhir yang diucapkan pria itu membuat Caroline salah tingkah.

"Beautiful!"

***

Beberapa menit sebelumnya di kediaman Nicholas.

Nicholas terlihat berjalan di lorong panjang yang beberapa waktu lalu dilewati Caroline, di samping kanan kiri tengah belakang lelaki itu ada Rolan dan beberapa anak buahnya yang mengikuti.

Tepat para rombongan Nicholas berdiri di hadapan pintu raksasa di hadapannya seorang yang memang telah ditugaskan menjaga pintu itu membukakan pintunya.

"Selamat datang Tuan," sapa mereka membungkuk hormat.

Dan Nicholas disambut oleh hal-hal menakjubkan di dalamnya, semua yang berhubungan di dalam ruangan ini Ilegal, ada banyak yang berpesta narkoba sambil bertransaksi antar pengguna, bahkan ada yang berjudi. Tapi Nicholas tak tampak terkejut, pria itu malah melangkah santai memasuki ruangan luas dan megah itu. Tiba-tiba seorang pria berusia lima puluh tahun mendatanginya dengan dua wanita di kanan kirinya yang merupakan istri lelaki tua bangka itu.

"Selamat datang tuan, apa Anda perwakilan Mr. Matthew," tanyanya.

Nicholas sejenak terdiam memperhatikan pria setengah baya di depannya itu lalu menganggukkan kepalanya-mengiyakan ucapan pria itu.

"Kalau begitu selamat datang, saya Arthur yang mengadakan semua ini," ucap Arthur menjulurkan tangannya sembari tersenyum.

Nicholas mengangguk, "Saya Anthony Frenzy." Nicholas membalas uluran tangan pria paruh baya itu.

Selama beberapa menit kemudian, Arthur terus berceloteh tentang Nicholas, tentang kemisteriusan lelaki itu, tentang identitasnya yang rahasia sekali. "Sebenarnya ada banyak yang ingin saya tanyakan tentang Mr. Matthew-kenapa tidak langsung menghadiri pesta ini-"

Nicholas menatap Rolan dengan isyarat sesuatu, lelaki itu sepertinya tidak nyaman terus mendengar coletahan tak penting Arthur. Lelaki itu mengisyaratkan agar menyingkirkan pria tua itu dari hadapannya.

***

Setelah selesai dengan teleponnya, Caroline berniat keluar dari toilet tapi suara percakapan yang menarik perhatianmu membuatnya mengurungkan niat keluarnya.

"Kau tahu, madam Ressa telah melakukan transaksi besar-besaran?" tanya si wanita dengan gaun pinknya yang sangat tipis.

"Aku tahu dan lebih parahnya, wanita tua itu mengambil seorang wanita desa dari negeri apa, aku lupa. Untuk dijadikan tambang emasnya dan kau tahu wanita itu sangatlah cantik," sahut si gaun hitam dengan tangan yang tengah memoleskan lipstick pada bibir tebalnya.

"Kau pernah melihat wanita itu?" tanya si gaun pink.

"Pernah sekali, dan gadis itu masih di bawah umur, dan yang kutahu akhir-akhir ada seorang polisi bermain peran, tengah mengintai mereka secara halus tanpa diketahui siapa pun. Jadi kau sebaiknya sedikit menjauh dari madam Ressa." Jawab si gaun hitam.

"What, bagaimana kau tahu?" tanya si pink.

"Well, pak tua itu yang memberitahuku," jawab si gaun hitam.

Detik setelahnya, mereka berdua keluar meninggalkan Caroline. Wanita itu terlihat berpikir. Rachel pernah bercerita padanya, mengenai kasus klub dan nama madam Ressa itu juga pernah disebutkan sahabatnya.

Nanti saja aku tanyakan. Batinnya.

Lalu Caroline keluar dari kamar mandi dan matanya terbelalak melihat kekacauan di depannya, dan ia melihat Jack tengah menahan seorang pria, dan ada juga beberapa orang berkelahi dan berlarian. Dan yang membuat Caroline ngeri adalah suara tembakkan beruntun yang terdengar di telinganya.

"Akh, lepaskan." Pekik Caroline saat seorang pria tiba-tiba menyergapnya.

"Jack," seru Caroline saat melihat Jack yang mengisyaratkan sesuatu padanya dan ia mengerti akan hal itu.

Caroline langsung mengangkat tangan pria itu di lehernya lalu memilinnya hingga pria itu meringis kesakitan, tapi sedetik kemudian Caroline langsung kesakitan saat pria itu memukul kepalanya sedikit keras.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Jack, sedetik kemudian setelah menyingkirkan pria yang berulah dengan Caroline.

"Aku hanya pusing sedikit," jawab Caroline sembari menyentuh kepalanya yang berdenyut.

Hingga, di beberapa menit kemudian Caroline tiba-tiba mengeluarkan pistolnya saat melihat pria di depannya tengah menyodorkan pistolnya pada pria yang Ia kenal beberapa waktu lalu. 

Dor

Dan yang terjadi selanjutnya di luar dugaan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status