Empat puluh menit di perjalanan akhirnya Nicholas sampai juga di tempat tujuannya.Nicholas langsung keluar dari mobilnya, dengan langkah tergesa memasuki mansion keluarganya. Sesampainya di pintu masuk, pemandangan pertama yang dilihatnya membuat rahangnya mengeras, kedua tangannya terkepal erat menimbulkan otot-otot tangannya bermunculan.Karen Winslet— yang berdiri di depannya tengah menyandera seorang wanita berperut agak buncit yang tengah meringis menahan sakit di perutnya.Adiknya, yea korban sandra itu Nicholatte yang tengah hamil kembali, kandungannya ada di usia 6 bulan."Lepaskan. Adikku. Karen." desis penuh penekanan di setiap kalimatnya. Pria itu terus menghunuskan tatapan tajamnya pada Karen, sedetik kemudian tatapannya beralih pada seorang wanita paruh baya yang ikut di sandra oleh pria berkepala plontos—Ibunya. Andhe Matthew.Bukannya melepas Karen malah terkekeh, wanita itu sama sekali tidak terlihat takut dengan tatapan buas penuh ancaman Nicholas, malah dengan beran
Beberapa jam kemudian, langit sudah berganti menggelap. Menampakkan cahaya bulan yang menyinari seluruh bumi meski dengan jarak yang amat sangat jauh sekali.Di rumah sakit Caroline bersiap akan menjalani operasi."Mom, Nicholas bagaimana? Apa dia belum datang?" tanya Caroline meremas pelan tangan sang ibu."Dia pasti datang, sebentar lagi." Beritahu Elina menenangkan.Harusnya yang sekarang mendampingi Putrinya dalam keadaan seperti ini adalah suaminya. Tapi Elina maklum, menantunya itu tengah membereskan sesuatu agar keadaan tetap aman. Dan putrinya selamat."Nanti kapan?" tanya Caroline tidak sabar. "Harusnya dia yang menemaniku sekarang mom," lirihnya pelan, nada suaranya terdengar sedih.Caroline ingin suaminya di sini, menemaninya yang jujur saja merasa takut. Pikiran-pikiran buruk terus menyerang kepalanya, bagaimana bila operasi ini gagal, dan kemudian sesuatu terjadi padanya.Di mana pria itu untuk menghiburnya, menenangkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja.Ohh harapan i
Elina menetralkan jantungnya mencoba lebih tenang. Dalam keadaan seperti ini menunjukan kegugupan dan ketakutan merupakan hal bodoh apa lagi menghiraukan panggilannya. Jadi, dengan setenang mungkin Elina berbalik dengan senyum di paksakannya.''Iya ada apa?" tanyanya dengan mimik yang seolah tak mengerti.Si wanita berseragam dengan tinggi menjulang di hadapannya itu malah mengangkat sebelah alisnya, berjalan mendekati Elina yang mecoba setenang mungkin.Dan saat mereka berhadap-hadapan wanita berseragam itu tersenyum—jenis senyuman tak biasa. ''Kenapa Anda terlihat gugup menatap saya?''Gosh! Apa terlihat jelas wajah gugupnya, pada hal Elina sebisa mungkin menetralkan ketenangannya."A-apa maksud Anda?"Tersenyum sinis, wanita itu menyahut. "Anda tidak bisa membohongi saya."Tentu Elina membeku.
Kedua tangan lentik mengepal begitu kuat, raut tegang dengan sorot mata tajam nan sendu yang menghiasi wajah cantiknya. Dan kenapa kata-kata yang di keluarkan beberapa menit lalu oleh lelaki itu begitu menyinggung hatinya.Tapi sabar...Karen harus menekan gejolak di hatinya, meski sendari tadi sudah begitu meledak-ledak."Janji, kau bermimpi ya. Kapan mulutku berkata janji?"Apa katanya? Sialan, apa dirinya di bohonginya lagi?!"Nic kau sudah berjanji padaku." tekan Karen dengan raut wajah kerasnya.Tapi di depannya Nicholas malah menyeringai penuh muslihat. "Ah aku tidak ingat, kapan membuat janji?"SIALAN!"NICHOLAS!!" Dan ledakan itu untuk kesekian kali tak bisa Karen tahan. Kesabarannya yang setipis tisu memperburuk atensinya.Bukannya menjawab
Year 1990, New York City, USA. 11.50 PM.Di malam yang dingin, terlebih di jalanan hutan yang sangat mencengkam, udara yang terus berembus menyapu kulit halus kemerahan sang dua balita di gendongan ibunya. Di malam itu, tepatnya jalanan sepi, mobil itu terus melaju dengan kencang seakan tengah menghindari sesuatu.Detik berikutnya di belokan jalan, mungkin karena panik atau apa, mobil kehilangan kendali arah dan menabrak pohon besar di depannya dengan keras, menimbulkan bunyi tabrakan yang kentara.Di dalam mobil yang sudah benar-benar rusak itu, dua orang dewasa dengan dua balita di pangkuan sang ibu terlihat kondisinya memprihatinkan, si pria yang mengemudikan mobil terluka di bagian kepala, dan luka itu cukup parah sampai darah keluar banyak dari wajahnya sedangkan si wanita hanya mendapat luka kecil di kening akibat benturan, sedangkan dua balita yang terus menangis di gendongannya terus dipeluknya dengan erat.Kesadaran si pria ternyata belum sepenuhnya hilang, pria itu berkata.
"....... Begitu ceritanya." Jhonny mengakhiri Ceritanya, sedangkan Marta, raut wajah wanita itu terlihat cemas, dia melirik bayi yang telah berada di gendongannya. "Rencanamu apa selanjutnya? Merawatnya atau..." Marta menggantungkan kalimat akhirnya, tak sanggup bila harus membuang bayi ini, meski memang bayi ini bukan siapa-siapa mereka."Terserah kau saja, aku akan mengikutimu," jawab Jhonny, matanya terus memperhatikan bayi di gendongan istrinya yang terus menggeliat dan detik berikutnya suara tangisnya terdengar."Hay, tenanglah, baby girl, kau anakku sekarang." ucap Marta sembari mengusap pipi halus sang bayi. Dan ajaibnya tangisan bayi itu terhenti dan mata bulatnya terbuka menatap Marta."Aku tak sanggup harus membuang bayi ini, entah kenapa aku langsung jatuh cinta padanya dari pertama kau membawanya," ungkap Marta."So?" "Aku akan merawatnya, berbahaya atau tidak dia hanya bayi kecil yang manis," ucap Marta."Kau yakin?" tanya Jhonny memastikan.Marta mengangguk mantap. "Ak
"Pakai ini?" Perintah Rachel menyerahkan paper bag di tangannya pada Caroline. Caroline mengambil dan membukanya dan langsung melotot saat melihat gaun merah cantik yang sayangnya begitu terbuka pada bagian punggung. "Kau menyuruhku memakai gaun kurang bahan ini?" desisnya tak percaya dan Rachel hanya mengangguk tanpa ragu menghiraukan tanggapan tidak suka dari sahabatnya itu. Tidak punya pilihan lain, Caroline akhirnya pasrah memasuki satu bilik kamar mandi. Menit selanjutnya Caroline akhirnya keluar dengan penampilan memukau."Kau cantik dan sexy, Car, pasti cocok." komentar Rachel menatap takjub sahabatnya yang benar-benar cantik dengan gaun terbukanya. "Sebenarnya apa yang akan aku lakukan?" tanya Caroline tak sabar dengan apa yang akan ia kerjakan. "Aku akan memberi tahu mu nanti, sekarang ikut aku." Rachel menyeret Caroline keluar toilet. "Lihat dia." Rachel menunjuk seorang pria. Caroline melihat pria yang ditunjukan Rachel dan merasa sudah pernah melihatnya, tapi di mana
Mata Caroline terbelalak tak percaya. Bukan dirinya yang menembak atau pun si pria bermasker dan bertopi hitam yang tengah menatap datar Nicholas, melainkan pistol yang diacungkan Jack yang berbunyi dan pelurunya tersarang pada si pria bermasker. Tubuh pria itu limbung seketika tapi sepertinya masih bisa menyeimbangi agar tidak terjatuh, dan kembali mengacungkan pistolnya pada Nicholas sebelum polisi berhasil menyergapnya. Misinya harus terselesaikan dengan tuntas. Caroline semakin terbelalak saat pria di depannya kembali mengacung pistolnya pada Nicholas. Dor "Aah!'' Nicholas meringis saat sebuah peluru kecil menyerang di bagian perut kanannya. Tubuh lelaki itu langsung limbung ke lantai. "Tuan." Rolan langsung berjongkok dengan panik."Ahhh perempuan itu!!'' Geram Nicholas menatap tajam Caroline yang terlihat panik dengan tangan menutup mulutnya sedangkan bisa Nicholas lihat sebuah pistol tergeletak manis di samping kaki kanan perempuan itu. Sedangkan Caroline sendiri terbelal