Seminggu sejak perceraian itu, Sabrina berinisiatif mengurus gugatan cerai Sarah di pengadilan agama melalui kuasa hukum kenalannya. Ia yang ingin memberikan kejutan untuk Sarah, sama sekali tidak memberitahukannya perihal inisiatif itu. "Assalamu'alaikum!" Seorang perempuan berpakaian kantor bertamu ke rumah Sabrina. "Wa'alaykumussalaam. Silakan masuk, Mbak Farah! Alhamdulillah, akhirnya datang juga." Sabrina mempersilakan masuk orang yang ditunggunya. "Siapa, Na?" Sarah menimbrung sembari membawa Emir. "Kenalin, Mbak. Ini Mbak Farah, pengacara yang akan menangani gugatan cerai kalian." "Loh! Kok kamu gak bilang sama aku, Na?" Sarah kaget mendengarnya. "Ngomong gak ngomong tetap butuh pengacara dan mendaftarkan gugatan, bukan?" Tak ingin disalahkan, Sabrina memberikan tanggapan berupa pertanyaan. "Iya, sih!" Sarah mengangguk pasrah. Sementara Bu Farah yang mendengarkan dua saudara persepupuan itu hanya menggeleng saja. Menyadari hal itu, baik Sarah maupun Sabrina hanya menyen
Melihat Pak Adam yang masih berada di halaman rumah Oma, kemarahan Hendrik kembali memuncak. Ia segera menghampiri Pak Adam dengan tergesa-gesa penuh emosi. Tanpa aba-aba, Hendrik menarik jas yang dipakai Pak Adam dari belakang ketika akan membuka pintu mobil. Tubuh Pak Adam ia balik paksa sehingga keduanya saling berhadapan, lalu Hendrik hendak meninjunya. Beruntung, Pak Adam begitu sigap dan menangkis serangan itu. Meskipun semuanya serangan itu terjadi begitu cepatnya. "Hendrik! Apa yang kamu lakukan padaku, hah? Kamu pikir bisa menghajarku, lalu aku akan membatalkan hukuman itu, begitu? Kamu tidak bisa semudah itu mengalahkanku? Jangan sekali-kali berfikir seperti itu, atau kamu akan merasakan lebih dari ini!" ancam Pak Adam. "Akhrgh! Lepaskan, Adam si*alan!" berontaknya. Keadaan kini berbalik pada Hendrik. Keduanya tangannya kini tak bisa bergerak, terkunci dengan kuatnya oleh cengkraman tangan Pak Adam di belakang tubuh Hendrik. Tak ingin berlama-lama berurusan dengan Hendri
Semenjak kepulangannya dari rumah Oma Santi, Hendrik marah pada semuanya. Apa saja yang sekiranya tidak disukainya, maka seketika itu menjadi musuhnya. Hal itu berimbas pada dirinya yang sama sekali tidak keluar kamar, tidak menyapa atau mengobrol dengan Novi. Ia juga mogok makan. Beruntungnya tidak berminat untuk minum-minum lagi. Melihat keanehan dan hal yang tidak biasa dilakukan oleh Hendrik, Novi sama sekali tidak heran ataupun kaget. Ia justru tidak acuh dan tidak mau tahu serta senang karena tidak ada yang mengganggunya. "Hendrik dari tadi belum ke luar kamar? Tumben juga gak teriak-teriak. Masa bodo, ah! Bagus dah, gak ada yang ganggu aku," gumamnya girang dengan tersenyum dan mata tak beralih dari pintu kamar mereka.Ia pun kembali melanjutkan aktivitas menonton drakor yang disambungkan melalui TV kabel di rumah itu. Tak lupa, minuman dingin serta segenap makanan ringan penunjang menonton pun mengelilinginya. Ada yang di atas meja, di pangkuannya, dan di samping kanan kiri.
Sesosok berwajah cantik yang akhir-akhir ini selalu terbayang-bayang di ingatan, membuat langkah penuh gairah dan senyum mengembang di wajahnya. Ingatan akan perempuan itu membuatnya lupa seketika atas perasaan sakit hati, dongkol, marah dan kecewa serta frustasi yang menimpa dirinya. "Ah, tak sabar rasanya bertemu dirinya." Hendrik bergidik membayangkan betapa wanginya aroma perempuan itu di sela langkah cepatnya.Tak berapa lama, ia sudah tiba di warung kopi Cantika. Nasib baik menyertai tingkah buruknya, di sana sedang sepi. Hal itu semakin membuatnya bahagia tak terkira. "Halo, Cantik! Si Cantika yang cantiknya gak pernah ilang," godanya. "Eh, Abang! Ke mana aja? Aku kangen tahu!" Bak gayung bersambut, Cantika ternyata ada perasaan dengannya. Pikirnya. "Ah, yang bener, Neng?" Mendapatkan tanggapan seperti itu, membuat Hendrik semakin melambung tinggi. Padahal, apa yang dilakukan Cantika adalah hal biasa. Tujuannya agar lelaki seperti Hendrik yang gampang tergoda menjadi seri
Acara kencan antar masing-masing pasangan berjalan romantis, lancar, dan menggairahkan satu sama lain hingga berhasil membuat lupa akan masalah yang sedang dihadapi, terutama Novi dan Hendrik. Setelah sekian lama, akhirnya Novi memutuskan untuk pulang. Kini, ia tidak lagi menaiki taksi online karena kenalan barunya—Aldo—bersedia mengantarkan pulang. Tak begitu lama Novi meninggalkan mall, dengan perasaan senang sekaligus bangga karena merasa telah membahagiakan Cantika tanpa ingat bahwa dirinya harus hemat, Hendrik mengajak pulang.Hendrik dan Cantika sepakat untuk langsung pulang menuju rumah masing-masing. Namun, saat Hendrik hendak mengantarkan Cantika ke rumahnya langsung, Cantika menolak dengan alasan takut menjadi pergunjingan tetangga dan memilih turun di warung kopi. Mau tidak mau, Hendrik mengiyakan saja. Padahal, ia sangat penasaran di manakah rumahnya. Berbeda dengan Hendrik yang memutuskan untuk langsung pulang, Novi malah memilih untuk diajak memutari kota oleh Aldo.
Berbulan-bulan telah berlalu. Di rumah mewahnya, Oma Santi akhir-akhir ini fokusnya terganggu karena selalu terbayang-bayang akan hasil laporan anak buah kepercayaannya yang memata-matai rumah Hendrik. Wanita kaya itu sengaja melakukan itu agar dirinya mengetahui hal yang sebenarnya terjadi di kehidupan Hendrik. Laporan demi laporan ia dapatkan dan selalu di luar harapannya. Bukannya introspeksi diri akan hal yang telah menimpa, juga menghemat uang dengan membelanjakan sesuatu seperlu dan sebutuhnya, Hendrik malah semakin brutal dan ugal-ugalan dalam menyalahkan Adam serta menghabiskan uang. Alhasil, kondisi keuangannnya saat memprihatinkan menurut seorang Oma Santi. Tentu hal itu berpengaruh terhadap yang lainnya di hidup Hendrik. Oma Santi juga menyayangkan sekaligus miris terhadap sikap dan kelakuan Hendrik yang telah menceraikan Sarah serta memperistri Novi tanpa sepengetahuannya dan dengan tidak etiknya. "Apa aku sudahi saja hukuman itu ya? Kasihan hidupnya. Tapi, dipikir-pi
Semakin melangkah maju mendekati tujuan, semakin meninggalkan jejak yang tertinggal dan tidak bisa diulang serta dihapus. Itulah yang saat ini dilakukan oleh Novi. Untuk pertama kalinya, Novi berhasil mengetahui rupa sang Oma yang selama ini tidak pernah bisa dilawan oleh Hendrik. Semakin ditatapnya rupa sang Oma, tubuh Novi semakin lemas diiringi jantung berdegup yang terus meningkat.Seperti pasangan yang tidak harmonis, Hendrik dan Novi mendekati Oma Santi tanpa berpegang tangan. Hal itu semakin membuat Novi merasakan rasa yang tidak karuan. Terlebih lagi, seolah-olah Hendrik melepaskan dan tidak mau tahu terhadap apa yang sedang dirasakan oleh Novi yaitu seperti berada dilingkungan buas yang siap menerkam dirinya kapan pun. "Oma," sapa Hendrik sembari menyalami Oma Santi diikuti Novi. Saat membalas uluran tangan Novi, Oma menatap begitu tajamnya dari ujung kepala sampai kaki. Ditatap seperti itu, membuat Novi berusaha sekuat-kuatnya untuk menyembunyikan rasa ketakutannya. "Oh,
Hari ini adalah momen yang mendebarkan juga membahagiakan untuk Sarah. Setelah menjalani berkali-kali persidangan yang kadang ia datang juga diwakilkan oleh pengacara Farah, kini statusnya secara resmi benar-benar menjadi janda dengan bukti terbitnya akta cerai. Mungkin sebagian orang menganggap jika perceraian adalah momok bahkan aib. Namun, hal itu sama sekali tidak berlaku untuk Sarah. Dengan status barunya, ia justru sangat bahagia. Karena dengan begitu, ia bebas menentukan nasib hidup dan kebahagiaan ke depannya tanpa beban dan bayang-bayang laki-laki yang bermasalah seperti Hendrik. Meskipun begitu, dirinya tetap merasakan keresahan yaitu takut dicap sebagai janda seperti di luaran sana yang sering ia dengar. Ia takut jika orang-orang menganggapnya begitu. Melihat perubahan raut di wajahnya yang semula senang saat memegang akta cerai menjadi sedih juga takut, membuat Sabrina faham akan keresahan yang sedang dirasakan oleh sepupunya itu. "Jangan takut ataupun sedih, Mbak. In