Share

Chapter 6

“Camille!!!”

Anna berteriak memanggil nama Camille dan ia mendapati Camille sedang duduk di atas kasurnya, sedang menatap ke arah sang nyonya besar dengan terkejut.

“Oh…” Anna langsung berbalik badan dan mendaratkan sebuah tamparan keras di wajah salah satu penjaga yang ada di depan kamarnya.

“Kamu! Jelas-jelas dia ada di kamar!”

“T-Tapi Nyonya Besar, saya tidak mungkin salah mendengar! Saya dengar suara pecahan kaca dan suara seseorang lain!”

“Mungkin itu hanya halusinasimu saja!”

Camille hanya memperhatikan Anna yang terlihat sangat marah. Kemudian Anna tanpa disangka-sangka menghampiri Camille dan menatapnya dengan wajah penuh amarah.

“Dengarkan aku baik-baik, gadis sialan. Sekali saja kamu berani melanggar perintahku terlebih lagi kabur dari rumah ini, lihat saja akibatnya.”

Setelah berkata seperti itu, Anna pergi meninggalkan kamar Camille. Selagi keluar ia juga membanting pintunya dengan keras. Camille menghela nafas sambil turun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju jendela kamarnya. Camille membuka tirai dan mengintip keluar.

“Allen!” panggilnya dengan suara pelan, takut terdengar oleh para penjaga yang sedang berjaga.

Tetapi tidak ada jawaban atau tanda-tanda kehadiran dari Allen. Sekali lagi Camille mencoba untuk memanggil Allen dan lagi-lagi tidak ada balasan dari sang pangeran. Camille menghela nafas dan menutup tirai jendelanya. Saat ia berbalik badan, ia nyaris terpeleset karena amat sangat terkejut.

“K-Kamu!”

Di hadapannya, berdiri Allen yang sedang menatapnya. Camille tidak mengerti bagaimana caranya Allen masuk ke dalam kamarnya.

Beberapa saat yang lalu sebelum Anna masuk ke dalam kamar.

 Ciuman yang Allen berikan memabukkan Camille. Ini adalah kali pertamanya merasakan rasanya dicium oleh seseorang, bahkan di kehidupan sebelumnya belum pernah ia dicium oleh seseorang. Bagi Camille, bibir Allen terasa sangat lembut dan juga halus. Camille memejamkan matanya, membiarkan bibir Allen bermain dengan bibirnya.

Tetapi itu semua tidak berlangsung lama. Allen tiba-tiba berhenti dan Camille menatapnya dengan heran.

“Ada apa?”

“Kamu dengar itu?”

Camille mendengarkan dengan baik-baik dan benar saja dia mendengar langkah kaki seseorang yang semakin mendekat ke kamarnya.

“Anna! Bagaimana ini? Dia akan menyadari jendela yang sudah tidak ada kacanya! Meskipun aku tutup dengan tirai, angin malam akan berhembus masuk dan menyibakkan tirai itu.”

“Tutup saja jendela itu dengan tirai. Malam ini anginnya tidak kencang, tidak akan terjadi apa-apa. Berbaringlah di kasur, aku akan kembali nanti. Selamat malam, Camille.”

Setelah itu, Allen keluar dari kamar Camille melalui jendela itu dan dengan segera Camille menutup tirai. Di luar kamarnya, Camille dapat mendengar suara Anna yang semakin dekat dan dari suaranya terdengar bahwa Anna sangat marah. Camille langsung berbaring di kasur setelah merapikan beberapa barang secepat mungkin.

Pintu pun terbuka dan Anna masuk ke dalam kamar.

“A-Allen! Bagaimana kamu bisa masuk?”

Allen tidak menjawab pertanyaan Camille dan hanya memberikan sebuah senyuman.

“Apa Anna melihatmu tadi?”

Sekali lagi Allen menggelengkan kepalanya sebagai jawaban sebelum akhirnya dia mengucapkan sesuatu.

“Camille, sudah sangat larut. Beristirahatlah. Aku akan menemuimu besok malam. Sebaiknya kita tidak membuat yang lain merasa curiga karena salah satu penjaga yang ada di depan sepertinya sedang menguping.”

Spontan, Camille menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan menatap Allen dengan terbelalak.

“A-Apa aku bicara terlalu keras?!”

Allen tertawa pelan sambil mengelus kepala Camille. “Makanya sebaiknya aku tidak berlama-lama disini. Selamat malam, Camille.”

“Selamat malam, Allen.”

Karena tidak ada cara lain untuk keluar dari kamar Camille, sekali lagi Allen pergi melalui jendela kamar itu. Setelah Allen pergi, Camille memutuskan untuk mengakhiri hari itu dan pergi tidur.

Dalam mimpinya, Camille berjalan di sebuah taman bunga yang dipenuhi dengan bunga lily. Dari kejauhan, ia melihat seorang gadis bergaun putih yang memunggunginya. Gadis itu memiliki warna rambut yang mirip dengannya. Penasaran dengan siapa gadis misterius itu, Camille memutuskan untuk mendekati gadis itu. Selagi Camille berjalan semakin dekat, Camille merasa jaraknya dengan sang gadis misterius menjadi semakin jauh. Camille terus berjalan sampai akhirnya ia berhenti di dekat sebuah pohon besar. Di dekat pohon itu juga Camille melihat sebuah kolam kecil.

Camille berjongkok untuk melihat pantulan dirinya dan ia terkejut karena ia melihat dirinya yang dulu, Yena.

“Jika saat ini aku adalah Yena maka siapa gadis misterius itu?” Yena bertanya-tanya.

Untuk menjawab rasa penasarannya, Yena kembali berjalan menghampiri gadis itu tetapi tiba-tiba terdengar suara yang begitu familiar dari belakangnya, memanggil gadis misterius itu. Anehnya hanya sedikit bagian nama gadis itu yang Yena dengar.

“…Mi…”

Gadis misterius itu menoleh dan tiba-tiba saja semuanya menjadi terang.

Camille terbangun dari mimpi aneh itu di pagi harinya. Di hadapannya, berdiri seorang pelayan yang membawa sebuah baki berisi sarapan untuknya.

“Selamat pagi, Nona.”

“Hng? Pagi…”

“Nona Camille, ini sarapan untuk hari ini. Selain itu Nyonya juga berpesan untuk segera pergi ke kota dan mencari gaun untuk acara dansa malam ini.”

“Aku sudah boleh keluar sekarang?”

“Sudah, Nona.”

“Berarti Anna hanya akan mengurung Camille selama satu hari.”

Pelayan itu membungkuk pada Camille sebelum keluar dari kamarnya. Camille membuka pintu kamarnya untuk melihat apakah kedua penjaga itu masih berdiri di sana atau tidak dan tidak ada siapapun di depan kamarnya.

Benar apa kata pelayan itu, dia sudah boleh untuk pergi keluar. Sebelum keluar, Camille memutuskan untuk menghabiskan sarapan yang telah dibawakan sang pelayan karena ia merasa sangat lapar. Di hadapannya terdapat sepiring roti dengan beberapa buah-buahan dan juga segelas jus jeruk.

“Aku tidak ingin berpikir yang aneh-aneh tetapi semoga saja tidak ada apa-apa di dalam makanan ini.”

Camille memakan roti dan buah-buahan itu dengan lahap. Setelah selesai, seorang pelayan kembali masuk ke kamarnya dan mengambil piring kosong itu.

“Nona, Pakaian apa yang ingin anda gunakan untuk pergi ke kota nanti?”

“Apapun?”

“E-Eh? Bagaimana dengan sebuah blus berwarna putih dengan sebuah rok panjang?”

“Apa ada pilihan lain?”

“Tolong ikuti saya, nona.”

Pelayan itu menyimpan tumpukan piring kotor bekas Camille dan berjalan menuju lemari pakaian Camille. Camille mengikutinya dari belakang dan itu adalah lemari pakaiian terbesar yang pernah ia lihat. Lemari itu dipenuhi dengan berbagai macam gaun dan pakaian yang mahal.

“Waahhh…”

Pelayan itu mengambil sebuah blus berwarna putih yang begitu indah dan sebuah rok dengan motif bunga lalu menunjukkan kedua pakaian itu pada Camille.

“Bagaimana dengan ini, nona?”

“Hmm… Tidak masalah.”

Camille mengambil pakaian itu dan sambil memegang keduanya, ia menatap ke arah cermin.

“Cantik juga.”

“Nona! Anda memang selalu cocok mengenakan apapun!”

“Terima kasih.”

“O-Omong-omong saya izin pamit terlebih dulu.”

“Silahkan.”

Pelayan tersebut mengambil tumpukan piring bekas itu dan keluar dari kamar Camille. Camille membuka tirai jendela kamarnya dan melihat jendela yang ia pecahkan semalam. Cahaya matahari menyinari kamar itu dan jika tidak ada yang memperhatikan dengan seksama, tidak akan terlihat bahwa jendela itu bolong, tidak ada kacanya. Camille berharap tidak aka nada yang menyadari itu.

“Lihatlah gadis malang ini.”

Tiba-tiba terdengar suara seseorang dari belakangnya. Camille menoleh dan mendapati Yuri, berdiri di hadapan pintu sambil menyilangkan tangan di depan dadanya.

“Apa maumu?”

“Tidak ada. Hanya melihat bagaimana keadaan kakak tercinta setelah mama menghukummu semalam.” Yuri menekankan kata kakak tercinta dengan nada mencemooh. “Adik yang baik, bukan?”

Camille tidak menjawabnya.

“Oh ya, jangan terlihat seperti seorang gadis lusuh karena aku tidak sudi berdiri bersama seorang kakak yang lusuh!”

Camille memilih untuk mengacuhkan Yuri dan pergi ke kamar mandi untuk mandi dan bersiap-siap. Merasa diacuhkan, Yuri dengan kesal pergi meninggalkan kamar Camille sambil membanting pintunya.

Setelah selesai bersiap-siap, Camille langsung pergi keluar dan menuju ke kota.

Di kota.

Camille berjalan di area pertokoan, mengunjungi setiap toko pakaian yang ada untuk mencari gaun terbaik. Karena malam itu ada pesta dansa di istana, hampir semua gadis bangsawan pergi untuk membeli gaun-gaun terbaik yang ada di kota.

Camille berhenti di depan sebuah toko yang terletak di ujung jalan. Sebuah gaun mermaid berwarna biru yang sangat indah dipajang dibalik kaca toko itu. Gaun itu sangat menarik perhatian Camille sehingga dia seakan-akan tersihir dan masuk ke dalam toko baju itu.

“Selamat siang, nona. Ada yang bisa saya bantu?”

“Gaun biru yang dipajang di depan, bolehkah aku mencobanya?”

“Tentu saja, nona. Sebentar, saya ambilkan.”

Sang pelayan pergi menyiapkan gaun biru tersebut untuk Camille. Camille memutuskan untuk melihat-lihat beberapa gaun lain dan di saat itu seseorang menghampirinya dan langsung memeluknya.

“Camille!”

Camille menoleh dan mendapati seorang gadis dengan senyuman yang begitu cerah di wajahnya sedang memeluknya.

“Umm…”

“Yang benar saja?”

“Eh?”

“Baru minggu lalu kita bertemu, masa kamu tidak mengenali sahabatmu sendiri? Cordelia!”

“Sepertinya aku melewatkan bagian dari buku diary Camille yang menceritakan tentang sahabatnya.”

“M-Maaf, sepertinya kepalaku terbentur sesuatu kemarin.”

Cordelia membuat ekspresi sedih sambil menatap Camille. Melihat itu Camille tidak bisa menahan untuk tidak tertawa.

“Apa yang lucu?”

“Ekspresi wajahmu itu. Omong-omong, baju mana yang akan kamu kenakan nanti?”

“Entahlah… Aku masih mencarinya. Bagaimana denganmu?”

Di saat itu juga, pegawai toko itu kembali membawa gaun biru yang Camille inginkan.

“Permisi, ini gaunnya.”

“Terima kasih. Boleh tolong tunjukkan ruang gantinya?”

“Tolong ikuti saya, nona.”

“C-Camille! Itu gaun yang dipamerkan di jendela bukan? Cepat pakai! Aku mau lihat!”

Camille mengikuti pegawai toko tersebut menuju ruang ganti dan berganti bajunya dengan gaun berwarna biru tersebut. Ia menatap pantulan dirinya di cermin dan gaun itu seakan-akan memang dibuat khusus untuk dirinya.

“Cantik sekali.”

“Oii Camille! Sudah belum?”

Camille keluar dari ruang ganti dan menunjukkan gaun yang ia kenakan pada Cordelia. Seketika Cordelia terkesima dengan penampilan Camille.

“Gaun itu seakan-akan memang dibuat khusus untukmu. Cantik sekali!”

“Jadi, bagaimana nona? Apa anda mau membeli gaun ini? Saya setuju, gaun itu terlihat sangat cocok.”

“Errmm… Aku ambil gaun ini.”

“Bagus, Camille!” ucap Cordelia dengan bersemangat.

“Bagaimana denganmu?”

“Aku sudah selesai belanjanya.” jawabnya sambil menunjukkan kantong belanja yang berada di sofa dekat dengan ruang ganti. “Cepat ganti baju dan kita pergi dari sini.”

Camille kembali ke dalam ruang ganti untuk mengganti pakaiannya lalu membayar gaun biru tersebut dan keluar bersama dengan sahabatnya. Cordelia menggandeng tangan Camille sambil tersenyum dengan riang.

“Senang bisa bertemu lagi denganmu, Camille.”

“Aku juga.”

“Sayang sekali kita tidak bisa berlama-lama. Kita tidak boleh terlambat untuk pesta dansa malam ini. Temui aku nanti di lantai dansa ya?”

“Pastinya.”

“Kalau begitu, sampai nanti malam, Camille. Kalau ada waktu, ayo kita pergi dan minum teh bersama!”

Cordelia melepaskan tangannya dan melambai pada Camille selagi ia pergi meninggalkan Camille. Camille melambaikan tangannya dan setelah Cordelia pergi, ia pun memutuskan untuk pulang. Selagi berjalan melewati pertokoan, ia melihat sosok familiar keluar dari sebuah toko pakaian dengan segerombolan gadis-gadis. Yuri.

Camille berharap adiknya tidak melihatnya tetapi sayangnya hal itu tidak mungkin tidak terjadi. Yuri menoleh dan melihat Camille. Kemudian kedua tangannya membentuk corong di depan mulutnya sebelum berteriak, “PASTIKAN KAMU MEMILIH BAJU BAGUS! JANGAN SEPERTI GELANDANGAN!”

Setelah berteriak seperti itu, Yuri dan beberapa gadis itu tertawa dan meninggalkan Camille. Camille mengepalkan tangannya dengan kesal. Tidak ada gunanya membalas perlakuan Yuri. Karena itu Camille memutuskan untuk mengacuhkannya dan pulang.

Malam harinya di istana.

Keluarga Kranz tiba di istana dan Duke Kranz memberikan undangan yang ia miliki kepada salah satu staf istana. Staf tersebut mengumumkan kedatangan keluarga Kranz dan para bangsawan yang lain menoleh melihat mereka. Seorang bangsawan menghampiri Duke Kranz,

“Duke Kranz.”

“Viscount Krell. Bagaimana keadaanmu?”

“Cukup baik, bagaimana dengan anda?”

“Bisa dibilang baik.”

“Boleh saya berbicara berdua saja dengan anda?”

“Tentu saja. Berikan saya waktu sebentar.”

Duke Kranz mengangguk kemudian berbalik badan menghadap keluarganya, “Bersenang-senanglah.” ucapnya sebelum pergi untuk berbicara bersama Viscount Krell. 

Anna menarik Camille mendekat dan berbisik sambil memegang tangannya dengan kencang, “Jangan sampai aku melihatmu dekat-dekat dengan pangeran. Camkan ini baik-baik. Kamu tidak pantas untuk mereka. Biarkan Yuri yang menjadi pendamping para pangeran.”

Cengkraman Anna sangat kencang dan membuat Camille kesakitan dan supaya Anna mau melepaskan cengramannya mau tidak mau Camille mengiyakan keinginan Anna.

“Bagus.”

Benar saja, Anna langsung melepaskan Camille dan pergi bersama Yuri ke tempat para gadis-gadis berada. Camille memegang tangannya yang sakit lalu pergi ke sudut ruangan untuk menyendiri sambil melihat-lihat para tamu undangan.

“Menjauh dari Anna dan Yuri lebih baik daripada harus mengikuti mereka kemana pun. Aku akan diam saja disini sambil menonton para tamu yang akan berdansa nanti.”

Belum lama Camille berdiri di sana, keinginannya sudah digagalkan oleh Cordelia yang menghampirinya.

“Camille! Wah… Aku seperti melihat seorang putri raja sekarang. Cantik sekali!”

“Cantik menurutmu.”

“Kenapa kamu disini? Jangan menyendiri!”

“Tidak apa-apa. Aku sedang ingin disini.”

“Jangan! Sini aku kenalkan kamu pada pa—”

Cordelia tidak melanjutkan kalimatnya karena suasana ruangan menjadi hening dan terdengar suara salah satu staf kerajaan memberi pengumuman.

“Yang Mulia Raja dan Ratu beserta kedua pangeran memasuki ruangan.”

Semua tamu langsung memberi hormat ketika keluarga kerajaan memasuki ruangan tersebut. Raja dan Ratu duduk di singgasananya dan para pangeran di sisi kiri dan kanan mereka.

“Selamat datang, para bangsawan. Kuharap kalian menikmati pesta malam ini. Kedua putraku akan turun ke lantai dansa dan memilih seorang gadis untuk diajak dansa sebagai pembuka acara malam ini. Silahkan, Allen dan Ashe.”

“Camille! Kira-kira siapa yang akan mereka pilih?” bisik Cordelia

“Entahlah…” jawab Camille sambil berbisik juga.

Kedua pangeran turun ke lantai dansa dan berjalan mencari gadis pilihan mereka. Camille memperhatikan mereka berjalan menuju tempat para gadis-gadis.

“Lihatlah, sudah pasti mereka akan memilih para gadis-gadis itu.”

“Kelihatannya…”

“Mau pergi mengambil kue?”

“Boleh.”

Camille berbalik badan dan baru saja akan melangkah untuk pergi mengambil kue.

“Permisi…”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status