Pagi ini Lisa pergi ke rumah sakit lain untuk melakukan pemeriksaan secara mendetail. Walaupun Dokter Inggrid adalah dokter yang sudah terkenal hebat dan berpengalaman, tetapi Lisa masih ingin mencari secercah harapan. Mana tahu saja Dokter Inggrid keliru. Tetapi setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, hasilnya tetap sama. Malah dokter lain itu menduga bahwa di rahimnya, tepatnya di bagian bekas luka parut, terdapat tumor. Dokter itu memintanya untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, dan hal ini membuat Lisa menjadi ketakutan.
Sia-sia saja ia mencari dokter lain. Tubuhnya semakin lelah dibuatnya. Lisa benar-benar merasa putus asa.
Disaat ia akan kembali, seseorang mencegatnya.
"Lisa!"
Lisa menoleh dan keningnya mengerut melihat sosok tinggi di hadapannya.
"Kau bolos lagi?" Lisa tak bisa menahan mulutnya untuk tidak menghakimi. Sosok laki-laki yang ada di hada
Halo? Apa kabar, Readers? Semoga kakak pembaca sekalian sehat selalu. ^^ Author mau menjelaskan sedikit tentang karakter Lisa. Seraya membaca, Readers perlu mengingat bahwa Lisa memiliki riwayat depresi, dan dia juga bucin ayah, juga bucin Revin. Ditambah lagi ia punya penyakit dan sedang hamil. Jadi, karakter Lisa memang lemah, ya! Dia juga lebih banyak pakai perasaan daripada otak. Beda jauh dengan karakter Hana yang cerdas dan cenderung kuat dalam novel suami Tak Sempurna. ^^ Tetapi walaupun demikian, author berharap nantinya karakter Lisa juga mampu menghibur kk sekalian dalam menjalani hari-hari yang sulit! ^^ Terima kasih atas dukungan Readers! Dukung terus karya ini dengan memberi Vote dan komentar, juga bintang 5. ^^ Selamat membaca! ^^ ❤️(◠‿◕)
"Baiklah kalau begitu. Tolong siapkan makan siang untukku, Cherrine," ucap Lisa. Dia memang belum makan siang. Tadinya ia akan memesan makanan secara online."Maaf, Nyonya Lisa. Saya tidak sempat untuk memasak lagi. Saya harus mengantarkan makan siang ini untuk Tuan Revin sekarang juga. Dia sudah menanti." Ada nada sombong yang halus dari suara ART baru itu. Lisa menurunkan pandangannya dan melihat bungkusan kotak bekal makan siang di tangan Cherrine.Kening Lisa mengerut. "Apa suamiku yang menyuruhmu untuk membawakan itu?""Iya, Nyonya Lisa. Kalau begitu saya permisi." Tanpa menunggu tanggapan, Cherrine melengos pergi meninggalkan Lisa.Wajah Lisa muram. Entah apa yang direncanakan suaminya itu. Benarkah Cherrine seorang pelayan? Apa jangan-jangan perempuan itu selingkuhannya? Lisa menggeleng, menolak pemikirannya. Tetapi jelas sekali kemarin Revin mengatakan akan membalasnya.J
Sepuluh menit kemudian, Cherrine sudah menghidangkan makan malam di atas meja. Dia melirik Lisa masih duduk di sana, tetapi ia tidak berkata apa-apa. Dia naik ke atas untuk memanggil Revin. Beberapa saat kemudian Revin turun beriringan bersama Cherrine, mereka tampak akrab bahkan Revin dengan sengaja merangkulkan tangannya di bahu Cherrine sambil melirik Lisa sekilas. Lisa sama sekali tidak memperhatikan. Pikirannya sedang kosong seolah dia sedang berada di tempat lain. Revin sudah duduk di meja makan menunggu Cherrine meladeninya. Tetapi Cherrine malah melangkah ke arah Lisa. "Mbak Lisa, makan malam sudah siap." Barulah Lisa tersadar dari lamunan kosongnya. "Apa?" "Makan malam sudah siap, Mbak." Cherrine mengulangi dengan sabar dan lembut. Revin mengawasi dua wanita itu dari meja makan. "Oh, saya belum lapar. Nanti saja." Lisa enggan makan karena
Lisa sudah tidak tahan melihat Revin yang menaruh perhatian penuh pada Cherrine. Ia memilih menunduk, tidak menatap mereka lagi. Bahkan dulu, saat hubungannya dengan Revin masih baik-baik saja, Revin tidak pernah sekalipun menaruh nasi dan lauk ke piringnya saat makan bersama. Lisalah yang selalu meladeninya makan. Tetapi dengan perempuan itu, sedari tadi Revin bahkan terus menawarkan dan menaruh lauk ke piring perempuan itu.Lisa tersenyum kecut. Dia mulai yakin jika Cherrine memang bukan pelayan. Itu mungkin hanyalah kedok supaya mereka berdua bisa memiliki lebih banyak waktu untuk bersama. Mungkin inilah yang dimaksud Revin ketika kemarin dia mengatakan padanya bahwa ia akan berselingkuh secara terang-terangan.Lisa berupaya keras menekan perasaannya yang sakit dan cemburu. Dia terus mengulang-ulang di dalam hati bahwa Revin bukanlah untuknya. Tetapi tiap kali kata itu diulang, rasa sakit menderanya. Perasaan cintalah yang membuatnya mera
Mendengar itu, Cherrine tiba-tiba memberikan tatapan dingin pada Lisa. Sikapnya berubah setelah Revin tidak ada. Ia bersedekap seperti seorang bos. "Mas Revin yang memberikan kamar atas kepada saya. Memangnya kau mau protes apa?" ketusnya. Lisa terdiam karena terkejut. Apa ini tiba-tiba? Cherrine berani bersikap seperti itu karena ia sudah melihat sendiri bagaimana Revin memperlakukan Lisa. Revin jelas jijik pada Lisa, dan itu sesuai dengan penjelasan Renata, calon ibu mertuanya. Dia yakin walaupun di belakang Revin, ia bersikap kasar pada Lisa, semuanya pasti akan tetap aman. Bahkan jika Lisa mencoba melapor pada Revin, Revin tentu lebih percaya padanya daripada perempuan kuyu ini, bukan? Melihat Lisa membisu, Cherrine melenggang menuju lantai atas. "Perempuan bodoh," gumam Cherrine terkekeh pelan tetapi masih bisa didengar oleh Lisa. Setelah menyesuaikan diri dengan keterkejutannya yang sin
Mendengar bentakan Revin, Lisa seketika memeluk perutnya. "Jangan tendang aku," gumamnya pelan dengan suara lirih."Jangan tendang perutku.." gumamnya lagi dengan air mata menetes sambil mundur perlahan ke belakang. Tubuhnya mulai gemetar.Revin mengerutkan kening melihat sikap Lisa yang agak aneh."...papa," sambungnya kemudian.Revin langsung mendengkus mendengar kata papa dari mulut Lisa. "Kenapa? Kau mau mengadu pada Hendra? Padahal jelas-jelas kau yang bersalah," tanggap Revin kesal. Walaupun Lisa punya seorang ayah di belakangnya yang selalu mendukung dan sangat mencintainya, Revin sama sekali tidak takut. Justru dia menganggap remeh pada sosok Hendra. Hendra dengan licik bekerja sama dengan putrinya sendiri agar bisa menjeratnya untuk menyelamatkan perusahaan yang sedang kritis. Sungguh tercela!"Keluar dari sini, atau aku benar-benar akan menendangmu!" ucapnya dengan suar
"Menurutku, kau sudah profesional! Nasi gorengmu pun enak banget, Cherrine." Revin tidak bisa menahan diri untuk tidak memuji-muji. Dia memakan nasi goreng dengan lahap bersama dengan kerupuk udang yang ada di dalam toples. Wajah Cherrine berbinar-binar puas mendengar pujian untuknya. Lisa yang baru saja keluar dari kamar, mendengar semua pembicaraan itu. Dia datang menghampiri meja makan. "Ah, Mbak Lisa baru bangun? Maaf ya, Mbak, aku tadi buru-buru jadi cuma sempat memasak untuk Mas Revin." Cherrine segera membuka suara. Walaupun dia berbicara lembut tapi jelas dia sedang membalikkan fakta. Dialah yang telat bangun tetapi dia malah mengatai Lisa. Lisa mendengkus mendengarnya. "Ada apa kau berdiri di situ? Sudah kubilang kalau wajahmu masih seperti itu jangan tunjukkan padaku saat aku sedang makan." Revin berucap dengan nada dingin. "Aku cuma mau bilang bahwa semua yan
"Apa maksudmu mengatai Cherrine anaconda?" Renata bertanya dengan nada bingung. Ia mengerutkan kening. Dialah yang memilih Cherrine untuk menjadi menantunya. Bagaimana bisa dia salah pilih?"Ya maksudku karena sifatnya seperti itu. Baru kemarin dia pindah ke rumahku tetapi dia sudah menunjukkan wujud aslinya." Revin menghela napas bosan."Apa yang sudah terjadi?" Kali ini Alex yang bertanya."Cherrine menampar dirinya sendiri dan menuduh Lisa menamparnya. Dia juga mengakui bahwa ia memasak makanan yang bukan masakannya. Padahal aku sangat tahu bagaimana rasa masakan Lisa. Masakan Cherrine tidak ada apa-apanya," ucap Revin terkekeh. "Apa dia pikir dia sedang bermain sinetron? Aktingnya lumayan bagus. Sayangnya dia bodoh!""Apa? Mana mungkin? Kau mungkin salah paham, Revin." Renata belum bisa menerima pernyataan Revin. Cherrine adalah putri salah satu sahabatnya. Mana mungkin Cherrine berbuat seperti i
Revin menghembuskan napas kasar. Apa yang dikatakan papanya memang benar, tetapi dia selalu merasa geram pada Lisa. Dia tidak bisa menutup telinga dan matanya atas apa yang sudah diperbuat Lisa. Bahkan Lisa tidak ada pertobatan sedikit pun dalam mencoba membodohinya. Bisa-bisanya Lisa berbohong mengatakan bahwa ia menginap di kafe padahal ternyata tidak. Ngapain lagi dia berbohong kalau bukan karena bermain dengan laki-laki lain? "Menjijikkan," gumam Revin. "Apa yang kau katakan?" Alex tidak begitu mendengar ucapan anaknya barusan. "Bukan apa-apa. Aku tahu apa yang kuperbuat. Papa dan Mama tidak perlu mengkhawatirkan si ular betina." "Kami bukan mengkhawatirkan dia. Yang kami khawatirkan hanya bayi yang ada di perutnya!Setelah bayi itu lahir, kau bisa menendangnya jauh darimu!" Alex agak cemas, dia meragukan putranya. Bagaimana kalau Revin menyakiti Lisa sampai Lisa keguguran. Jika bayi itu a