Satu minggu telah berlalu, saat itu, Violet cepat-cepat pergi saat pagi harinya. Karena dirinya tidak tahu harus berbuat apa maka secara spontan langsung mengambil entah bagi siapa yang berada di lantai itu lalu langsung ia pakai.
Tapi dirinya yakin kalau baju tersebut adalah milik lelaki yang tidur bersamanya. Bahkan sampai saat ini dirinya masih menyimpan baju kemeja itu dan bau parfumnya masih sedikit tercium bila ia hirup.
*****
Pagi hari, pukul 06.00. Seperti biasa ini telah bangun, dirinya pun sudah mandi dan bersiap untuk membantu bibitnya yang seperti biasa menyiapkan sarapan untuk pamannya serta sedikitnya yang akan berangkat sekolah.
Dengan menggunakan tongkatnya violet keluar dari kamar tersebut dan berjalan perlahan menuju ke arah dapur. Sesampainya di sana ia berusaha untuk meraba meja di dapur itu.
"Bagus, Kamu sudah bangun tepat waktu," ucap Jeslyn yang baru sampai dan berdiri tepat di samping violet, lalu dibalas senyuman kecil serta anggukan oleh sang empu.
"Em, kalau begitu tugasku hari ini apa Bibi?"
"Ya seperti biasa kamu harus tetap mencuci piring setelah nanti sarapan selesai," balasnya dengan nada ketus.
Violet hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan ketus dari bibinya tersebut.
Hal itu sudah biasa ia alami, dan itu sudah berjalan lebih dari 2 tahun semenjak kepergian kedua orang tuanya akibat kecelakaan tersebut yang mengakibatkan dirinya menjadi buta, karena tragedi tersebut.
Sebenarnya sehat masih bisa melihat seperti yang Dokter katakan dirinya hanya, low vision (Kurang penglihatan) dan Violet ini termasuk Light projection, yaitu dapat mengetahui perubahan cahaya dan dapat menentukan arah sumber cahaya.
Bahkan, apabila ada sosok bayangan selulit dibagikan sebuah ruangan yang sangat terang dirinya pun masih bisa melihat walau tidak begitu jelas.
Dokter juga berkata bahwa penglihatan violet ini masih bisa diobati dan bisa poli normal seperti sedia kala namun sayangnya pamannya yaitu Vikar tidak memiliki biaya yang cukup untuk bisa melakukan pengobatan tersebut.
Apalagi kekayaan yang dimiliki oleh orangrua Violet pun tidak cukup untuk membiayai pengobatannya juga.
"Ma ... Mama ..."
Panggilan dari vitania membuat muslim pun tertuju ke arah ruang makan yang ternyata sudah ada anak serta suaminya di sana.
"Iya, Nak. Sebentar." Sahutnya.
Jasmine tertuju ke arah keponakannya itu kembali. "Heh, kamu jangan pernah cerita apapun kepada Paman kamu atas apa yang telah kami alami satu minggu yang lalu. Dan ingat, jika kamu berani mengatakan semuanya maka kamu akan aku usir. Bahkan aku taruh kamu di tempat prostitusi. Paham?!"
"I-iya, Bibi," jawabnya dengan nada gugup dan anggukan kecil.
"Bagus. Kalau begitu ayo kamu ikut aku dan berikan wajah yang ramah kepada Paman kamu agar dia tidak curiga."
Ucapan itu hanya dianggukan oleh Violet. Mereka berjalan menuju kearah ruang makan secara bersamaan dengan jesslyn yang memberikan wajah ramah dan berpura-pura sangat menyayangi keponakannya tersebut bahkan dirinya sampai menuntun violet untuk sampai ke ruang makan.
"Pagi, Pa," sapa Jeslyn yang di balas senyuman manis oleh suaminya.
"Ayo, Violet. Kamu duduk di sebelah Bibi ya," ucap jesslyn Seraya menarik kursi makan itu lalu membuat violet pun duduk disana.
Vikar, memperhatikan keponakannya tersebut. "Kamu sudah lebih baik, Violet?"
"Em, violet sudah tidak apa-apa kok dia sudah sembuh. Iya, Kan. Violet?" Sahut Jeslyn yang mengusap punggung Violet bahkan sempat mencubit pinggang Violet hingga sang empunya terkejut.
"I-iya, Paman. Aku baik-baik saja," jawabnya dengan senyuman tipis.
Walaupun violet tidak bisa melihat secara keseluruhan ekspresi yang di wajah bibinya tersebut, tetapi dari nada bicara dan juga aksinya yang mencubit pinggangnya tadi itu bisa membuat violet percaya kalau bibinya ini Tengah mengancam dirinya untuk tidak bicara Yang sejujurnya atas kejadian satu minggu lalu.
Vikar mengangguk. Sebenarnya ini tidak percaya dengan perkataan keponakannya tersebut apalagi dilihat dari ekspresi wajahnya jelek sepertinya masih ada sesuatu hal yang ditutupi olehnya.
"Kamu yakin, baik-baik saja?"
Sekali lagi virald mengangguk dengan senyuman tipis. "Iya, Paman. Aku baik-baik saja." Jawabnya lagi yang menegaskan kepada pamannya tersebut.
"Sudahlah, Pa. dari tadi violet sudah mengatakan itu berkali-kali kenapa Papa masih belum percaya kalau dia baik-baik saja," sahut Vitania yang sambil menyantap sarapannya tersebut.
"Em ... Tidak. Papa hanya, teringat Kejadian beberapa hari yang lalu saat Papa baru pulang dan langsung melihat violet dengan kondisi yang kehujanan dan memakai kemeja yang entah milik siapa."
Jelas ucapan tersebut, membuat jesslyn dan anaknya saling menarik satu sama lain. "Em, kan waktu itu sudah dijelaskan oleh violet kalau dirinya kehujanan dan memakai baju temannya. Tetapi lagi-lagi dirinya kehujanan ya mau tidak mau ia pulang dalam keadaan basah." Sahut Jeslyn yang langsung dianggukan oleh anaknya dengan senyuman tipis.
"Iya, Pa. Lagipula Violet juga sudah berkata jujur kan waktu itu," sambung Vitania.
Vikar menghela nafasnya sejenak, walaupun masih sedikit ada rasa janggal. Karena memang seperti ada yang di tutupi.
Saat itu Vikar benar-benar syok ketika pagi hari melihat keponakannya terus yang pulang dalam keadaan basah kuyup akibat hujan dengan penampilan yang berantakan, di tambah lagi matanya yang sembab dan terdapat beberapa tabda merah di lehernya, membuat Vikar berpikir negatif. Namun, sang istri serta anaknya mengatakan kalau fillet baik-baik saja.
"Pa, sudahlah tidak usah terlalu memikirkan Violet. Dia baik-baik saja, lebih baik. Papa sekarang lanjutkan sarapannya, agar bisa segera ke kantor dan sekalian mengantarkan Vitania ke sekolah," ujar Jeslyn yang menyentuh punggung tangan sang suami dengan lembut.
"Iya, Pa. ayo Papa lanjutkan sarapannya. Vita takut telat ke sekolah."
Vikar mengangguk kecil lalu melanjutkan sarapannya kembali. Begitu pula dengan Vitania dan Jeslyn.
Sementara Violet masih terdiam dan berusaha sebisa mungkin untuk tak mengadu pada Pamannya tersebut. Perlahan, Violet hendak mengambil nasi dan lauk namun langsung di cegah oleh Jeslyn.
"Sudah, Violet biar Bibi yang ambilkan makanan untuk kamu."
"Terimakasih, Bibi."
Jeslyn tersenyum, lalu membalikan piring yang berada di depan Violet dan mengambilkan nasi serta beberapa laut untuk keponakannya tersebut.
Ia semalam melakukan kebaikan seperti ini jika di depan suaminya agar sang suami tidak curiga dengan perlakuannya yang jahat selama ini terhadap keponakannya tersebut.
"Nah, ini. Sekarang kamu makan ya."
"Iya, Bibi. Sekali lagi terima kasih."
"Sama-sama, Violet."
Violet mulai menyantap sarapannya tersebut, walaupun sebenarnya ia menahan tangis. Tetapi, sebisa mungkin ia redam rasa tangisnya itu.
'Aku harus kuat. Ayo Violet kau tidak boleh lemah. Kau pasti bisa menjalanin hidupmu yang telah rusak ini.' batinnya sambil menyenangi dirinya sendiri.
Beberapa menit telah berlalu Vikar dan Titania pun telah selesai makan Dan mereka berjalan menuju ke arah depan dengan Jasmine yang mengantarkan anak serta suaminya di sana.
Sementara, violet membawa beberapa tumpukan piring kotor itu menuju ke arah dapur dengan perlahan menggunakan tongkatnya.
"Kita berangkat dulu ya, Ma," ucap vitania sambil melambaikan tangannya ke arah sang mama.
"Iya, hati-hati ya."
*****
Prang!
Tiba-tiba saja ketika mereka ingin menaiki motor tersebut terdengar suara pecahan piring yang amat keras dari dalam rumah sana sontak pandangan mereka semua langsung tertuju ke dalam rumah.
"Ada apa itu, Ma? Apa jangan-jangan itu Violet?" Ucap Vikar dengan penuh rasa khawatir.
'Sepertinya memang itulah violet. Dasar bodoh!' batin Jesslyn.
"Em ... Sudah Pa, biarkan saja. Mungkin tadi violet salah menaruh piring hingga terjatuh dan pecah. Sekarang, Papa cepat pergi kerja dan sekalian mengantarkan vitania, takutnya nanti dia telat." Ucap Jesylin yang memberi kode kepada anaknya tersebut dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Ah iya, Pa. Vitania takut telat nanti."
Vikar melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya yang kini telah menunjukkan pukul 07.00.
"Iya, kamu benar. Kalau begitu, ayo Kita segera berangkat sekarang."
Sang anak mengangguk kecil. Lalau mereka segera menaiki sepeda motor lalu pergi. Melihat anak serta suaminya telah pergi, maka Jesslyn cepat-cepat masuk ke dalam rumahnya dan menuju ke arah dapur untuk mengecek Apa yang dilakukan oleh keponakannya tersebut hingga mengakibatkan suara benda yang amat sangat keras terdengar sampai halaman rumah.
"Apa yang di lakukan oleh gadis buta itu," geramnya dengan mencepatkan langkahnya menuju kearah dapur.
Di dapur, Violet berjongkok Seraya berusaha membersihkan tumpukan piring itu dengan merabahnya secara perlahan.
Jeslyn yang baru saja sampai di sana pun langsung terbelalak, melihat banyaknya tumpukan piring kotor yang pecah tak berbentuk di lantai.
"Violet!"
Bentakan dari Bibinya itu jelas membuat sang empunya terkejut. Jantungnya berdegup kencang, ia yakin dirinya akan di marahi habis-habisan oleh Bibinya.
Benar saja, Jesylin langsung menarik pergelangan tangan Violet dengan kasar hingga membuatnya berdiri tepat di hadapannya.
"Heh! Dasar kau bodoh! Kau sengaja melakukan ini agar benda di rumahku habis, iya?! Dan kau sengaja melakukan itu saat suamiku masih ada di rumah, agar dia tahu bahwa selama ini aku menyukaimu. Begitu, kan?!"
"Ti-tidak, Bi. Aku tidak bermaksud seperti itu. Ak-aku tidak sengaja."
"Alasan!"
"Akh!"
Suara pekikan violet begitu keras saat Jesslyn yang semakin mencengkram pergelangan tangannya hingga menggoreskan pecahan piring tadi tepat di pergelangan tangan milik violet.
"Ampun Bi .. ak-aku benar-benar tidak sengaja."
Jeslyn yang benar-benar dibuat emosi oleh keponakan dari suaminya tersebut benar-benar membuat dirinya berlaku buruk hingga ia ingin menggoreskan pecahan piring itu di tangan milik violet. Namun, secara tiba-tiba ponselnya yang berdering membuat dirinya pun mengurungkan niatnya tersebut.
Ia langsung melemparkan pecahan piring tersebut ke lantai lalu tangannya meraih ponsel yang berada di saku bajunya dan melihat ke layar tersebut bahwa ternyata yang memanggil dirinya adalah seorang lelaki yang waktu itu membayar sejumlah uang untuk bisa bersama dengan violet.
'Hah? Tuan Jason?' batinnya.
Dengan cepat Ia pun langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Em, Selamat pagi Tuan Jason. Maaf sebelumnya ada apa ya anda menghubungi saya. Apakah ada sesuatu yang anda inginkan lagi dari keponakanku?"
"Pembohong! Apa yang aku inginkan, Hah?! Aku sudah membayar sejumlah uang kepadamu tetapi aku tidak bisa merasakan sedikit tubuh dari keponakanmu tersebut."
Jesylin terkejut mendengar perkataan dari Jason. "Em, maaf. Maksudnya? Saya tidak paham."
"Tanyakan saja padanya! Pokoknya aku minta uang 700 jutaku kembali. Kalau tidak, aku bisa dengan mudah memusnahkan kalian!"
"Em, tunggu dulu Tuan Jason--"
Belum sempat Jesslyn menyelesaikan ucapannya, namun panggilan tersebut sudah ditutup oleh Jason hingga meninggalkan suara sambungan terputus di sana.
Jason mencoba untuk menghubungi Jason kembali namun sayangnya ponselnya malah tidak aktif. Hal itu membuat Jesslyn langsung menaruh konsonan dalam saku bajunya dan langsung tertuju ke arah keponakannya tersebut.
"Heh! Tuan Jason bilang kepadaku kalau kau tidak tidur bersamanya. Jawab jujur Violet, kau kemana waktu itu, Hah?!"
"Apa?! Jelas-jelas aku di perkosa olehnya, Bibi. Dia menyetubuhiku, bagaimana mungkin dia berbicara seperti itu," jawab violet dengan perkataan jujur.
"Kau tidak usah bohon, Violet! Tuan Jason tidak bohong, jika memang dia benar-benar tidur bersamamu maka dia akan mengirim uang sisanya. Tetapi barusan dia bilang kalau belum menyentuhmu sedikitpun."
Violet menggeleng. Padahal jelas-jelas, dirinya disetubuhi oleh Lelaki itu, bahkan masih terasa nyeri sakit di bagian bawah sana sampai sekarang.
"Bibi, aku berani bersumpah. Dia benar-benar meniduriku, bahkan Bibi lihat sendiri aku pulang dengan baju yang memang bukan milikku karena bajuku sudah koyak di robek olehnya."
"Aku tidak butuh alasanmu, Violet. Sekarang kau harus ikut aku untuk bertemu dengan Tuhan Jason karena aku tidak mau mengembalikan uang 700 juta itu!" Ujarnya yang langsung menarik keponakannya tersebut.
violet tidak tinggal diam saja ia tidak mau jika dirinya harus melakukan hubungan itu kembali. Maka sebisa mungkin, ia berusaha untuk melepaskan pegangan tangan Bibinya tersebut nggak dia pun langsung mendorong bibinya tuh dan membuatnya terjatuh.
"Akh! Violet! Berani-beraninya kau mendorongku!"
Violet berusaha untuk lari dari rumah tersebut, walaupun dirinya tidak bisa melihat dengan jelas namun ia bisa melihat cahaya terang yaitu arah ke ruang pintu depan yang ia yakini masih terbuka lebar di sana.
'Aku harus lari, aku tidak mau di lecehkan lagi.' batinnya.
"Iya, Mama tau Vir. Tapi--"Belum sempat Qiana menyelesaikan ucapannya namun anaknya itu segera berbalik dan langsung menaiki tangga menuju ke arah kamarnya Yang satu lantai bersama dengan kamar Violet. Jelas, hal tersebut hanya bisa membuat Qiana menghelah napasnya dengan menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya tersebut."Em, kalau begitu saya permisi, Nyonya ingin mengatakan Nona Violet ke kamarnya," ucap Ayu dengan nada sopan via langsung dianggukan oleh Qiana.Perlahan, Ayu memegan tangan Violet dan mereka menaiki tangga untuk menuju kamar violet yang berdekatan dengan kamar Veer.Setelah mereka sampai di sana, Ayu langsung mendudukkan Violet di kasur."Ayu, apa itu benar kamu?" Tanya Violet pada gadis yang menggunakan baju pelayan dan rambut diikat satu itu.Ayu terdiam sejenak, dia melihat ke arah pintu kamar itu yang masih terbuka dan langsung melirik kembali ke arah Violet."Iya ini aku. Tadi nenekku menelpon aku kalau kamu Tengah dikejar oleh sekelompok orang dan nenek
Violet tertegun. "Ma-maaf, ta-tapi ... A-aku tidak hamil," ucapnya dengan gugup dan terbata."Oh ya? Kita akan buktikan nanti Saat di klinik. Mau kau ambil atau tidak kau akan tetap ikut bersamaku. Kamu tahu adalah wanita satu-satunya yang pernah aku tiduri."Setelah mengucapkan kalimat itu Vir langsung membenarkan posisi duduknya menjauh dari violet ia duduk seperti biasa dengan menyilangkan kaki dan bersedekap dada menuju ke arah depan.Sedangkan violet dengan detak jantung yang masih berdekuk kencang dan juga rasa ketakutan di dalam dirinya membuat Gadis itu mengatur nafasnya beberapa kali dan menormalkan detak jantungnya.'Aku tau dia Tuan Vir. Semua orang membicarakan tentang dirinya yang kejam dan juga dingin. Bahkan dia tidak segan-segan untuk menghabisi siapapun orang yang berurusan dengannya. Apalagi sampai membuatnya benar-benar marah. Apa yang harus aku lakukan?' batin Violet.Iya, Violet tahu cerita itu semua dari dulu semua di negeri ini pun tahu kalau akhir fredric adala
Vir langsung melihat ada seorang wanita yang terjatuh tak jauh darinya. Ia perhatikan wanita itu yang sepertinya Tengah kesulitan untuk berdiri berlari dengan langkah perlahan namun pandangannya fokus ke arah depan."Tunggu dulu, wanita itu ..." Vir memperhatikan dengan detail lalu ia mulai berlari kecil untuk menghampirinya hingga menghentikan langkahnya tepat di dekat wanita itu dan membuat wanita tersebut secara tak sengaja menabrak Vir."Akh! Ma-maaf. Aku tidak sengaja."Vir tersenyum ketika melihat wanita didepannya ini. Rambut panjang terurai dengan dres berwarna biru muda bahkan ia melihat bajunya sedikit koyak di bagian atasnya bahkan tali bra-nya pun bisa terlihat.Wanita itu berjalan tanpa alas kaki. Iya, wanita itu adalah violet yang selama ini ia cari."Hei ... kemana kau lari, Violet!"Mendengar suara teriakan itu yang terlihat sangat dekat membuat violet pun dengan gelanggapan berusaha untuk lari dari tempat itu."Maaf, permisi," ucapnya nggak melangkah namun dengan cep
"Sebenernya kau habis darimana? Mengurus pekerjaan atau kuliah? Sampai telat selama ini, Jason."Jason membenarkan posisi duduknya, agar lebih dengan dengan sang kekasih. "Vikana sayang. Kau tau kan, kita sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Maka banyak hal yang harus aku urus, tidak hanya tentang pekerjaan tapi juga kuliahku yang harus slesai tahun ini, dan masih banyak hal lainnya.""Iya, aku tahu. Tapi, kita jangan sampai keduluan oleh Vir. Aku tidak mau, hak waris mendiang Papa jatuh ke tangannya."Jason tersenyum tipis sambil mengusap pipi sang kekasih. "Sayang ... Kau tau kan, dia sampai detik ini tidak punya kekasih. Maka darimana dia bisa cepat mendahului kita. Dan lagi, bukannya kau bilang kalau aset yang berada di selatan itu sudah menjadi bagian mamamu.""Iya, kamu benar sayang. Tapi, aku yakin Vir tidak tinggal diam. Pasti dia memiliki rencana untuk merebut miliknya lagi. Karena dari awal itu memang miliknya.""Sudahlah sayang, kau tidak usah memikirkan hal itu. Se
Dengan tatapan tajam, Jason kian mendekatinya hingga membuat mereka memundurkan langkahnya seraya menunduk. Ia melirik kearah Vitania sekilas. "Bagaimana, kalau aku punya penawaran lain," desisnya.Perkataan itu mampu membuat Jasmine perlahan melihat ke arah Jason namun tidak untuk Vitania yang masih menentukan kepalanya."Ma-maksud, Tuan?""Aku akan memberikan sisa dari uang itu, yaitu 300 juta. Tapi, anakmu sebagai gantinya."Ucapan tersebut jelas membuat kitanya langsung melihat ke arah Jason dengan raut wajah ketakutan, begitupun juga Jeslyn yang langsung terbelalak.Vitania menggeleng cepat. "Ma, tidak. Aku tidak mau," bisiknya dengan rasa takut pada mamanya."Sudah, kamu tenang Saja. Biar Mama yang bicara padanya," balasnya dengan berbisik juga seraya mengusap punggung tangan sang anak, menenangkannya."Jadi, mana pilihan yang terbaik untuk kalian?" Tanya Jason yang masih terus memperhatikan mereka.Dengan cepat, pandangan Jesslyn langsung tertuju ke arah Jason dan berusaha untu
Vir melihat ke arah asistennya sekilas lalu menaruh kertas dengan gambar wajah violet itu di atas meja. "Perintahkan semuanya untuk segera mencari sosok wanita ini. Saya tidak mau tahu kalian harus cepat mencari keberadaannya di mana.""Em, maaf Tuan. Tapi informasi yang diberikan oleh petugas di sana sangat sedikit tentang wanita itu. Bahkan kami pun tidak tahu tempat tinggalnya di mana."Mendengar perkataan sang asisten, membuat Vir langsung menatapnya tajam dengan wajah yang berubah tegas. "Saya tidak mau tahu! Intinya kalian harus mencari keberadaan wanita itu. Kalian tahu kan. Apa akibatnya jika melanggar perintah dari saya," sahutnya dengan nada tinggi bahkan sambil menggebrak meja di akhir kalimat.Rendra langsung menganggukkan kepalanya. Ia bangkit dari posisinya. "Em, iya. Baik, Tuan. Saya akan mengerahkan semuanya dan perintahkan kepada mereka untuk segera mencari keberadaan wanita ini. Kalau begitu saya permisi."Tak ada respon apapun dari Vir yang hanya memperhatikan asis