'Aku harus lari, aku tidak mau di lecehkan lagi.' batinnya.
Dengan sekuat tenaga, Violet berusaha untuk keluar dari rumah tersebut dengan menggunakan tongkatnya.
Sebenarnya dia tidak tahu arah jalannya ke mana Dirinya terus berlari kecil untuk menghindari kejaran dari bibinya tersebut. Entah itu Jesslyn yang kembali bangkit dan hendak mengejar keponakannya tiba-tiba Jansen meneleponnya
Sontak saja hal tersebut langsung membuat dirinya ketar-ketir. Ia bingung, gelisah. Tetapi mau tidak mau dirinya pun juga harus segera mengangkat panggilan tersebut.
"Ha-hallo, Tuan Jason."
"Saya masih tetap menunggu untuk Anda mengembalikan uang 700 juta yang sudah saya berikan."
"Em .. tenang Tuan Jason. Bagaimana kalau daripada aku mengembalikan uang tersebut aku akan benar-benar membawakan keponakanku tepat di hadapan Tuan Jason dan akan Aku pastikan dia tidak akan kabur lagi."
"Tidak! Aku tetap menginginkan uangku kembali. Lagipula, dia tidak baik padaku. Dia pernah mendorongku sampai terjatuh ke lantai. Aku tidak suka itu!"
"Maafkan, perlakuannya. Tapi, kali ini aku benar-benar janji, akan membawakan dia untuk anda, Tuan."
"Tidak! Aku tetap ingin uangku kembali. Atau, aku akan melakukan sesuatu terhadap anak serta suamimu."
Seketika itu pula, kedua mata Jesslyn terbelalak saat Jason mengancam dirinya dengan perkataan seperti itu.
"Ja-jangan, Tuan. Aku mohon, jangan lakukan itu. Aku janji akan--"
Lagi-lagi, saat Jason belum menyelesaikan ucapannya langsung ditutup oleh Jason dan meninggalkan suara sambungan terputus di sana.
Jesylin kesal, Iya benar-benar marah kepada Violet dan langsung memasukkan ponselnya dalam saku untuk keluar dari rumahnya mencari keponakan tersebut.
Pandangannya berkeliaran di sekitar rumahnya tetapi dirinya yakin bahwa violet telah pergi. "Kemana wanita buta itu. Aku yakin, dia tidak bisa pergi jauh dari sini. Aku harus segera mencarinya," geramnya.
Jessly langsung mau menutup pintu rumahnya serta mengunci lalu ia pergi untuk segera mencari keberadaan violet.
*****
Sementara di rumah berwarna gold tepatnya di ruang makan keluarga mendiang, Vedrick, yaitu keluarga pengusaha dari Hendrick group yang terkenal sangat berkuasa di negeri itu.
Suasana sarapan pagi selalu dingin berada di ruang makan tersebut. hanya ada kiana yaitu istri pertama mendiang febrik bersama dengan anaknya yaitu afir fredric yang berada di ruang makan tersebut.
Qiana memperhatikan anaknya yang duduk di depannya sambil menyantap sarapan pagi itu. Perlahan, ia menaruh sendok serta garpu di piring lalu menyeruput air putih yang berada di dekatnya sekilas dan menaruhnya kembali dengan pandangan yang tertuju ke arah anaknya.
"Vir, Jadi bagaimana tentang pembicaraan tadi malam?"
Lelaki tampan dengan kemeja berwarna hitam dan celana berwarna senada itu hanya mengkelat rasa sejenak dengan tetaplah melanjutkan menyantap sarapannya tersebut.
Qiana, yang tak mendapatkan respon dari anaknya membuat dia menyentuh punggung tangan sang anak hingga membuat sang ibunya perlahan menoleh ke arah mamanya.
"Jadi, bagaimana, Vir?"
Vir langsung meletakkan alat makan di atas piring, lalu meminum segelas air putih itu Sampai habis dan meletakkannya kembali pada posisinya. Ia melihat kearah sang mama.
"Apakah harus di bahas pagi-pagi seperti ini?"
Qiana mendung pelan Serayu melipat kedua tangannya di atas meja dengan pandangan yang selalu tertuju ke arah anaknya.
"Vir, kalau tidak segera kita bahas lebih lanjut maka kamu tahu, kan. wanita licik itu pasti sudah memiliki segudang rencana untuk bisa merebut kekuasaan menurut Papah kamu."
Vir terdiam, kali ini dirinya tidak bisa berpikir jernih untuk melancarkan rencana mamanya yang menginginkan dirinya untuk segera menikah agar memiliki momongan untuk bisa merebut kekuasaan milik bapaknya berada di tangannya kembali.
"Ma, menikah itu bukan sesuatu yang di sepelekan. Kslau nanti aku menikahi wanita yang salah itu malah akan berdampak buruk untuk keluarga kita."
"Justru itu, Vir. Kamu harus mengikuti apa yang Mama katakan, untuk menjodohkan kamu dengan anak dari teman Mama. Semua bukan soal menikah, tetapi soal kekuasaan. Jika Nanti kalian sudah punya anak, terserah apa karena kalian ingin melanjutkannya atau berhenti."
Mendengar apa yang dilontarkan oleh mamanya membuat Vir tersenyum di sebelah bibirnya, ia menggeleng kecil Dengan menyebarkan rambutnya dan makalah nafasnya sejenak.
"Jadi, Mama pikir menikah itu hanya main-main?"
"Vir, Mama tidak bermaksud untuk berbicara seperti itu. Tapi, ini hanya saran mama untuk kamu. Jika kamu ingin melanjutkan menjalin hubungan dengan anak dari teman Mama itu ya akan lebih bagus. Tapi, jika tidak, tinggalkan. Intinya kamu harus memiliki anak untuk bisa mengambil hak waris Papa kamu."
Lagi-lagi Vir menghela nafasnya, pandangannya terfokus ke arah depan dengan mencerna perkataan yang namanya lontarkan tadi Dan ini semua soal anak.
Tiba-tiba saja pikirannya tertuju ke arah kejadian seminggu yang lalu ketika ia berada di sebuah bar dan tengah mabuk berat. Saat itu dia ingat itu kalau asistennya yaitu Rendra memesankan kamar untuknya bahkan ada wanita itu di sana.
'Perempuan itu? Aku menyetubuhinya. Apakah dia hamil anakku?' batinnya.
Qiana yang saudara tadi memperhatikan anaknya yang malah terdiam membuat dia pun menyentuh punggung tangannya sambil memanggilnya. "Vir?"
Sontak itu membuat Vir langsung menolak ke arah mamahnya. "Kamu sudah memikirkan apa yang Mama ucapkan barusan?"
Vir mengangguk. "Iya. Aku sudah memikirkan perkataan Mama tetapi aku punya pilihan wanita sendiri "
"Oh ya? Siapa itu?"
"Nanti Mama akan tau sendiri," ucapnya langsung bangkit dari posisinya dan berjalan menuju ke arah depan. "Aku berangkat," ucapnya sambil berlalu pergi.
Qiana tersenyum tipis masih memperhatikan anaknya sampai tak terlihat lagi keluar dari rumah. 'Bagus, Kalau memang dia punya pilihan sendiri.' batinnya.
*****
Di tempat lain Jesslyn yang masih terus mencari pembelian anaknya dengan berjalan sama sekali tak menemukan Violet. Hibgga dia lelah dan akhirnya berhenti sejenak melihat di sekitaran tempat itu yang memang rumahnya dekat dengan daerah pasar.
"Dimana dia? Tidak mungkin dia bisa cepat menghilang begitu saja. Melihat saja tidak bisa bagaimana dirinya untuk berlari." Monolognya dengan pandangan yang terus berkeliaran mencari sosok keponakannya tersebut.
Violet, yang masih ketakutan terus berjalan hingga dirinya mencari banyak keramaian orang yang berlalu lalang di pasar tersebut agar tidak bisa dilihat oleh bibinya.
Dengan nafas yang berdiri naik turun tak beraturan dirinya berusaha sebisa mungkin untuk mengikuti setiap orang yang berlalu-lalang di pasar itu dengan menggunakan indra pendengarannya di tempat keramaian.
'Aku tidak tahu, Apakah Bibi melihatku disini atau tidak. Tapi, semoga aja aku tertutupi oleh banyaknya orang di pasar ini.' batinnya.
"Violet ...."
Suara panggilan yang keras membuat dirinya terdiam sejenak, violet yang tengah memakai dress berwarna kuning dengan motif bunga itu terbelalak.
Dia bisa mendengar dengan jelas bahwa itu panggilan suara dari bibinya yang semakin lama semakin mendekat.
'Gawat. Itu suara Bini Jesylin. aku harus dipercepat pergi tetapi aku tidak tahu arah jalannya ke mana.' batinnya.
Dengan rasa tekad Ia pun akhirnya berjalan terus lurus ke depan tanpa tahu arah jalana pasar itu menuju ke mana. hingga sekarang tak sengaja dirinya pun menabrak salah satu seorang yang pernah berbelanja di sana, dan membuat keduanya sama-sama terjatuh.
"Ma-maaf. Aku tidak sengaja," ucap Violet sembari meradah tongkatnya di sekitarnya.
Seorang wanita yang memakai pakaian pelayan, yang secara tak sengaja ditabrak olehnya tadi melihat ke arah Violet.
'Ya ampun. Kasian sekali, ternyata dia tidak bisa melihat.' batinnya.
Dengan cepat Gadis itu pun langsung membantu violet dengan mengambil tongkatnya lalu membantingnya untuk berdiri dan memberikan tongkat tersebut.
"Ini milikmu."
"Terimakasih, sekali lagi aku minta maaf. Tadi, aku benar-benar tidka sengaja."
"Iya, tidak apa. Aku tau." Ucapnya dengan ramah yang dibalas senyuman manis oleh Violet.
"Violet ...."
Terdengar lagi suara panggilan bibinya cepat-cepat segera pergi dari tempat itu dengan melanjutkan langkah kakinya dengan ritme cepat.
Jelas, itu membuat gadis yang secara tidak selagi ditabrak oleh violet tadi memperhatikan langkah darinya.
'Sepertinya dia sedang menghindari seseorang,' batinnya.
"Ayu, bagaimana Apakah kamu sudah selesai berbelanja?"
Panggilan serta perkataan dari orang yang tak jauh darinya membuat gadis dengan pakaian pelayan tajam langsung menoleh.
"Em, iya. Ini sudah selesai. Tapi, Aku ingin kepalanya sebentar Apakah bisa menunggu? Aku tidak akan lama."
Ada sekitar 2 lelaki berbadan besar itu mengeluhkan kepalanya, Ayu tersenyum selalu segera berjalan untuk mencari sosok wanita tunanetra tajam yang tidak sengaja menabrak. Ayu terus berjalan, pandangannya berkeliaran mencari sosok wanita tadi.
"Kemana ya dia?" Gumamnya.
Ayu tersenyum ketika melihat Ternyata wanita tadi Tengah berjongkok tepat di dekat toko yang tak jauh darinya. Langsung berjalan mendekatinya dan menghentikan yang paling tepat di dekat violet.
Sontak, violet yang menyadari bahwa ada seseorang yang berdiri dekatnya Ia pun langsung bangkit dari posisinya.
"Ma-maaf, anda siapa?"
"Ini aku. Seseorang yang tidak sengaja Tadi kau tabrak."
Seketika Violet sedikit lega. "Em, maaf sekali lagi. Tapi, aku tidak memiliki uang untuk bisa membayar atas aku tadi yang ceroboh menabrak dirimu."
"Em tidak apa. Aku bukan ingin memintamu untuk bertanggung jawab, tapi ... Sepertinya kau telah menghindari seseorang."
Violet terdiam, yang menjawab pertanyaan tersebut dengan anggukan kecil. "Em, kalau begitu. bagaimana kalau kau ikut bersamaku ke rumahku. Kau bisa tinggal di sana bersama nenekku."
violet berkerut alis dunia tidak mengenal siapa sosok wanita di depannya ini tetapi wanita itu mau membantunya untuk bisa menghindar dari kejaran Bibinya.
"Kalau Begitu, kita berkenalan. Aku Ayu," ucapnya dengan ada Ramah Seraya memberikan jabat tangannya ke arah tangan Violet.
Perlahan, Violet pun membalas jabat tangannya. "Violet," balasnya dengan melepaskan jabat tangan keduanya.
Ayu tersenyum. "Nama yang bagus. Kalau gitu, ayo supaya kau bisa langsung terhindar dari seseorang itu mari ikut bersamaku ke rumah nenekku. Karena aku juga tidak bisa lama-lama ditunggu oleh dua orang penjaga di tempat aku bekerja."
Violet mengangguk kecil. Temannya pun berjalan dan violet mengikuti arah jalan Ayu. Walaupun Sebenarnya dia tidak mengenal siapa ayo sebenarnya tetapi violet berharap bahwa dia bisa terhindar dari kejaran bibinya dan yakin kalau Ayu ini adalah orang baik.
*****
Sementara di tempat lain, Vir yang sudah sampai di kantornya. Ia Tengah duduk di ruangannya sambil mencoba untuk mengingat kembali wajah dari gadis yang tengah ia tiduri waktu itu.
Suara ketukan pintu dari luar ruangan mampu membuat dirinya menoleh ke arah pintu tersebut.
"Masuk," ucapnya.
Seseorang pun masuk yang tak lain adalah Rendra asisten pribadinya. Ia berjalan menuju ke arah meja dari atasnya tersebut.
"Duduk," titah Vir yang langsung bangkit dari posisinya membuat Rendra pun tidak bisa Pak itu begitupun juga dengan fear yang tidak tepat di sebelahnya.
"Aku ingin bertanya padamu, kau dapatkan darimana perempuan yang waktu itu di kamar yang kau pesanankan untukku?"
Jelas pertanyaan itu membuat render langsung berkerut alis ia tidak paham Apa maksud dari atasan yang ingin berkata seperti itu.
"Wanita? Maaf, Tuan muda, tapi saya tidak pernah memesankan wanita untuk Tuan Muda, buat apa saya melakukan itu untuk Tuan Muda," jawabnya yang benar-benar syok akan hal tersebut.
Mendengar jawaban dari asistennya, jelas itu juga membuat pir langsung membenarkan posisi duduknya dan ikut terkejut. "Kamu tidak bercanda Rendra. Jelas-jelas aku masuk ke kamar itu ada seorang wanita di sana."
"Maaf, sekali lagi Tuan muda, tapi saya tidak pernah memesankan wanita untuk Tuan. Kalau Tuan ingin tahu saya akan ke sana kembali untuk mencari tahu siapa wanita yang berada di kamar itu "
Vir langsung bersandar di sofa itu Dengan menyugarkan rambutnya. 'Jadi siapa wanita yang aku tiduri Itu?' batinnya.
"Iya, Mama tau Vir. Tapi--"Belum sempat Qiana menyelesaikan ucapannya namun anaknya itu segera berbalik dan langsung menaiki tangga menuju ke arah kamarnya Yang satu lantai bersama dengan kamar Violet. Jelas, hal tersebut hanya bisa membuat Qiana menghelah napasnya dengan menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya tersebut."Em, kalau begitu saya permisi, Nyonya ingin mengatakan Nona Violet ke kamarnya," ucap Ayu dengan nada sopan via langsung dianggukan oleh Qiana.Perlahan, Ayu memegan tangan Violet dan mereka menaiki tangga untuk menuju kamar violet yang berdekatan dengan kamar Veer.Setelah mereka sampai di sana, Ayu langsung mendudukkan Violet di kasur."Ayu, apa itu benar kamu?" Tanya Violet pada gadis yang menggunakan baju pelayan dan rambut diikat satu itu.Ayu terdiam sejenak, dia melihat ke arah pintu kamar itu yang masih terbuka dan langsung melirik kembali ke arah Violet."Iya ini aku. Tadi nenekku menelpon aku kalau kamu Tengah dikejar oleh sekelompok orang dan nenek
Violet tertegun. "Ma-maaf, ta-tapi ... A-aku tidak hamil," ucapnya dengan gugup dan terbata."Oh ya? Kita akan buktikan nanti Saat di klinik. Mau kau ambil atau tidak kau akan tetap ikut bersamaku. Kamu tahu adalah wanita satu-satunya yang pernah aku tiduri."Setelah mengucapkan kalimat itu Vir langsung membenarkan posisi duduknya menjauh dari violet ia duduk seperti biasa dengan menyilangkan kaki dan bersedekap dada menuju ke arah depan.Sedangkan violet dengan detak jantung yang masih berdekuk kencang dan juga rasa ketakutan di dalam dirinya membuat Gadis itu mengatur nafasnya beberapa kali dan menormalkan detak jantungnya.'Aku tau dia Tuan Vir. Semua orang membicarakan tentang dirinya yang kejam dan juga dingin. Bahkan dia tidak segan-segan untuk menghabisi siapapun orang yang berurusan dengannya. Apalagi sampai membuatnya benar-benar marah. Apa yang harus aku lakukan?' batin Violet.Iya, Violet tahu cerita itu semua dari dulu semua di negeri ini pun tahu kalau akhir fredric adala
Vir langsung melihat ada seorang wanita yang terjatuh tak jauh darinya. Ia perhatikan wanita itu yang sepertinya Tengah kesulitan untuk berdiri berlari dengan langkah perlahan namun pandangannya fokus ke arah depan."Tunggu dulu, wanita itu ..." Vir memperhatikan dengan detail lalu ia mulai berlari kecil untuk menghampirinya hingga menghentikan langkahnya tepat di dekat wanita itu dan membuat wanita tersebut secara tak sengaja menabrak Vir."Akh! Ma-maaf. Aku tidak sengaja."Vir tersenyum ketika melihat wanita didepannya ini. Rambut panjang terurai dengan dres berwarna biru muda bahkan ia melihat bajunya sedikit koyak di bagian atasnya bahkan tali bra-nya pun bisa terlihat.Wanita itu berjalan tanpa alas kaki. Iya, wanita itu adalah violet yang selama ini ia cari."Hei ... kemana kau lari, Violet!"Mendengar suara teriakan itu yang terlihat sangat dekat membuat violet pun dengan gelanggapan berusaha untuk lari dari tempat itu."Maaf, permisi," ucapnya nggak melangkah namun dengan cep
"Sebenernya kau habis darimana? Mengurus pekerjaan atau kuliah? Sampai telat selama ini, Jason."Jason membenarkan posisi duduknya, agar lebih dengan dengan sang kekasih. "Vikana sayang. Kau tau kan, kita sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Maka banyak hal yang harus aku urus, tidak hanya tentang pekerjaan tapi juga kuliahku yang harus slesai tahun ini, dan masih banyak hal lainnya.""Iya, aku tahu. Tapi, kita jangan sampai keduluan oleh Vir. Aku tidak mau, hak waris mendiang Papa jatuh ke tangannya."Jason tersenyum tipis sambil mengusap pipi sang kekasih. "Sayang ... Kau tau kan, dia sampai detik ini tidak punya kekasih. Maka darimana dia bisa cepat mendahului kita. Dan lagi, bukannya kau bilang kalau aset yang berada di selatan itu sudah menjadi bagian mamamu.""Iya, kamu benar sayang. Tapi, aku yakin Vir tidak tinggal diam. Pasti dia memiliki rencana untuk merebut miliknya lagi. Karena dari awal itu memang miliknya.""Sudahlah sayang, kau tidak usah memikirkan hal itu. Se
Dengan tatapan tajam, Jason kian mendekatinya hingga membuat mereka memundurkan langkahnya seraya menunduk. Ia melirik kearah Vitania sekilas. "Bagaimana, kalau aku punya penawaran lain," desisnya.Perkataan itu mampu membuat Jasmine perlahan melihat ke arah Jason namun tidak untuk Vitania yang masih menentukan kepalanya."Ma-maksud, Tuan?""Aku akan memberikan sisa dari uang itu, yaitu 300 juta. Tapi, anakmu sebagai gantinya."Ucapan tersebut jelas membuat kitanya langsung melihat ke arah Jason dengan raut wajah ketakutan, begitupun juga Jeslyn yang langsung terbelalak.Vitania menggeleng cepat. "Ma, tidak. Aku tidak mau," bisiknya dengan rasa takut pada mamanya."Sudah, kamu tenang Saja. Biar Mama yang bicara padanya," balasnya dengan berbisik juga seraya mengusap punggung tangan sang anak, menenangkannya."Jadi, mana pilihan yang terbaik untuk kalian?" Tanya Jason yang masih terus memperhatikan mereka.Dengan cepat, pandangan Jesslyn langsung tertuju ke arah Jason dan berusaha untu
Vir melihat ke arah asistennya sekilas lalu menaruh kertas dengan gambar wajah violet itu di atas meja. "Perintahkan semuanya untuk segera mencari sosok wanita ini. Saya tidak mau tahu kalian harus cepat mencari keberadaannya di mana.""Em, maaf Tuan. Tapi informasi yang diberikan oleh petugas di sana sangat sedikit tentang wanita itu. Bahkan kami pun tidak tahu tempat tinggalnya di mana."Mendengar perkataan sang asisten, membuat Vir langsung menatapnya tajam dengan wajah yang berubah tegas. "Saya tidak mau tahu! Intinya kalian harus mencari keberadaan wanita itu. Kalian tahu kan. Apa akibatnya jika melanggar perintah dari saya," sahutnya dengan nada tinggi bahkan sambil menggebrak meja di akhir kalimat.Rendra langsung menganggukkan kepalanya. Ia bangkit dari posisinya. "Em, iya. Baik, Tuan. Saya akan mengerahkan semuanya dan perintahkan kepada mereka untuk segera mencari keberadaan wanita ini. Kalau begitu saya permisi."Tak ada respon apapun dari Vir yang hanya memperhatikan asis