Mengambil langkah lebar, gadis itu tampak masih diliputi kemarahan yang hebat. Bella, sang sahabat bahkan tertinggal jauh di belakang tanpa dipedulikan. Bahkan dinginnya suhu malam itu tak membuat Quin goyah, rasanya dia ingin segera sampai di flatnya dengan segera.
Quin tidak habis pikir kalau emosinya bisa terpancing semedikian hebatnya hanya karena seorang lelaki asing yang baru dia kenal malam ini.
Sampai matipun Quin tidak akan pernah sudi berhubungan kembali dengan yang namanya Lucas Alexander.
Gay brengsek yang penuh keangkuhan hanya karena merasa memiliki segalanya.
Beraninya lelaki itu menginjak harga dirinya dan sahabatnya hanya karena penampilan mereka yang menurutnya memalukan.
Matilah kau Lucas brengsek dengan segala skandal mu!!
"BRENGSEK!!" Teriak Quin nyaring yang membuat beberapa pengguna jalan menatap aneh ke arahnya.
Tentu saja Bella bersyukur karena dia tidak berada di samping gadis itu, atau dia akan ikut di sangka gila.
****
"Aku sampai tak punya kosa kata yang tepat untuk benar memakimu kali ini." Charlie terlihat cukup frustasi setelah mereka kembali ke rumah mewah Lucas, hidungnya kembang kempis mencoba mengontrol tangannya yang sudah gatal ingin memberikan tinju setidaknya satu kaki pada artis sombong yang sayangnya merupakan sumber dollar yang tak bisa dia hindari.
"Aku hanya berkata jujur, gadis itu bereaksi terlalu berlebihan." Lucas masih menyangkal santai. Melepas coat hitam miliknya dan melemparnya asal. Tak tahu saja dia kalau Charlie sudah melotot tajam sembari memijat kening karena Lucas sukses membuatnya migrain mendadak.
"Kau harus belajar mengontrol caramu menilai penampilan seseorang Luke, kau tau itu selalu menjadi masalahmu selama ini."
Lucas hanya menoleh sekilas kemudian abai kembali, karena ceramah Charlie tak pernah benar dia indahkan.
Baginya—seseorang yang telah lama berkecimpung di dunia entertain—penampilan adalah sesuatu yang akan menentukan dimana kelasmu ditempatkan. Melihat seseorang yang dipercayai akan membantunya menyelesaikan drama murahan yang ditulis oleh para wartawan jelas Lucas menjadi sosok yang lebih selektif.
Kendati hanya akan menjadi sebuah sandiwara, Lucas sang perfeksionis tetap menginginkan segalanya berjalan sesuai dengan apa yang dia inginkan. Dan melihat gadis itu—Quin—oh maaf kalau Lucas harus berkata dia bahkan tidak berada dalam standar yang cukup untuk berdiri mendampinginya.
Wajahnya tidak secantik model ataupun mantan-mantan Lucas yang selama ini menemaninya wara-wiri menjadi headline dalam pemberitaan.
Karir nya juga sangat buruk. Lucas bahkan berani jamin, Quin tak perlu menutupi dirinya saat berjalan di tempat umum, mengingat gadis itu bahkan tidak lebih populer dari model kelas dua.
Dan lagi yang terparah, gadis itu—caranya berpakaian—oh Lucas bahkan kehabisan kata untuk berkomentar.
Dimana Bhanks dan Charlie menemukan gadis seperti Quin? Benar-benarnya gambaran absurd dan abstrak yang dikombibasikan.
"Aku bisa menebak apa yang kau pikirkan?" Charlie memincing tajam ketika tau sorot Lucas yang menampilkan wajah angkuh plus senyum miring andalannya.
"Sudah ku bilang berhenti membuat standar bagi setiap orang yang kau temui Luke. Kau bahkan tidak berada di tempat yang tepat untuk menilai."
"Oh...Setidaknya aku selalu menjadi yang tertinggi dalam peringkat setiap hal. Dan Charlie aku tau kau bahkan terkadang merasa iri karena Tuhan sepertinya menciptakanku saat sedang bahagia." Lucas memberi Charlie wink sembari berkata penuh dengan arogansi.
Charlie yang melihatnya kontan memandang jijik, tapi enggan mengomentari. Lelaki itu akan semakin senang kalau Charlie terpancing, jadi kali ini Charlie akan tutup mulut.
"Whatever, tapi kau yang harus bertanggung jawab pada Bhanks, aku tak mau ikut campur."
Lucas menoleh ke arah Charlie yang tampak seperti orang dengan beban hidup sangat banyak.
"Kenapa kau harus tidak terlibat? Oh Charlie... Kau dibayar untuk selalu terlibat terhadap setiap hal yang menyangkut diriku." katanya santai lalu melempar sekaleng bir—yang dia iklankan— kepada Charlie.
Hupp..!
Charlie menangkapnya dengan tepat, membuat Lucas tersenyum dan berseru seolah baru saja berhasil menaklukan rekor baru.
"Minumlah, kau harus lebih santai Char. Ini bukan masalah besar. Kita bisa menemukan kandidat lain yang seribu kali lebih baik dan perempuan ini."
Belum sempat Charlie mengajukan protes, Lucas kembali mengatakan sesuatu yang benar-benar membuat Charlie menyesal karena masih betah menjadi manajer lelaki dengan sifat buruk seperti Lucas.
"Kau tau gadis itu bahkan aku tidak bernapsu saat melihatnya. Tidak ada gairah—bukankan itu sangat parah?"
Haruskan Charlie benar-benar mengirimkan surat resignnya besok?
"Bos mu benar-benar sudah sinting!" Quin tidak berhenti menggerutu meski mereka kini sudah keluar dari ruangan Bhanks— bersama Charlie. "Jangan berlebihan, dia hanya memberikan solusi untuk kita." Wajah Quin semakin berkilat tajam. Oh ayolah apa yang dia harapkan dari si Lucas mesum. Tidak, Lucas tentu saja akan senang dengan 'solusi' itu. Dasar pembohong. Padahal dia selalu menghina Quin secara fisik, tetapi tetap berkilat nakal tiap kali ada kesempatan, dasar tidak konsisten. Bagaimana ucapan dan tindakannya bisa se-kontradiktif itu. "Terserah. Tapi jangan berani-berani kau melakukannya." desis Quin geram, seraya memasuki lift yang tombolnya sudah dipencet lebih dulu oleh Charlie. "Aku rasa kau benar-benar seorang virgin." gumam Lucas, begitu mereka sampai di dalam. Untung saja hanya ada mereka bertiga di sini, kalau tidak mungkin Quin sudah menendang tulang kering lelaki sok tampan ini. "Kalau aku memang seorang virgin, lalu apa masalahmu?" "Tidak ada, hanya itu berarti
Memang apa salahnya menjadi perawan?Quin masih kesal kalau ingat kejadian tadi, omongan Lucas seharusnya tidak sebepengaruh itu untuknya, tapi lagi-lagi bagai kaset rusak, kata-kata Lucas bagai sindiran untuknya.Memang usia Quin tidak bisa dikatakan muda lagi. Tapi tentu Quin juga belum setua itu sampai desperate dengan virgin dan lainnya.Quin jadi tidak mood melakukan rutinitas pengaplikasian skin care malam yang jarang absen dilakukannya. Yah, meski dia bukan orang berduit, Quin masih bekerja di bidang yang membuatnya wajib merawat wajahnya, agar tetap sehat— itu poin terpenting.
"Tidak buruk,"Quin memutar bola matanya asal mendengar perkataan Lucas tengang makan malam yang disiapkan untuk pertama kali setelah mereka tinggal bersama.Tidak banyak yang gadis itu siapkan hanya pasta dengan racikan yang sama dengan yang selalu dia buat dengan Bella di flat sederhana mereka.Meski perkataan Lucas sama sekali tidak mengandung kata pujian barang sedikitpun, laki-laki itu terlihat menikmati pasta buatannya dengan lahap. Quin jadi tidak ragu mengartikan kalau sebenarnya Lucas menyukai masakan buatannya, hanya saja lelaki itu cukup 'tsundere' alias tidak mau mengakui perasaannya yang sebenarnya.Setelah makan malam selesai dan Quin juga yang membereskan semuanya, karena sekali lagi Lucas berti
Membuat laki-laki itu puas?Apa maksud perkataan Lucas? Apakah lelaki itu baru saja melecehkannya?Dasar sialan!!Quin mendorong kasar dada Lucas merasa terpropokasi dengan perkataanya yang terkesan sedang merendahkan dirinya."Apa maksudmu?" cicitnya marah, yang benar saja…Lucas tidak bisa menyamakannya dengan para perempuan yang rela ditiduri dengan suka rela. Quin tahu dia berhutang banyak kepada lelaki itu, tapi menyerahkan tubuhnya tentu saja sampai mati Quin tak akan sudi."Kau yang ada apa? Kenapa marah?" kini balik Lucas yang merasa emosi karena baru saja didorong dan
"Quin! Kau tidak harus melakukan semua ini!" Bella merasa marah pada sahabatnya karena dia sadar Quin membuat keputusan ini karena ini menolongnya—juga keluarganya."Apa maksudmu Bell? Aku tidak mungkin bisa diam saja melihatmu dan keluargamu kesulitan." setelah tahu Bella butuh banyak biaya untuk melunasi utang dan biaya pengobatan sang Ayah, Quin memutar otaknya untuk bisa membantu Bella meski dia tidak punya banyak pilihan saat itu.Pilihannya hanyalah berlari dan memohon pada Lucas untuk mempertimbangkan kembali tawaran yang pernah diajukan padanya, atau kembali pada Keluarganya di Seatle dan memperjuangkan warisan peninggalan orang tuanya yang kini dikuasai oleh tantenya sendiri."Oh ayolah, kita memang perlu uang it
"Jadi, katakan padaku Quin, apa yang membuatmu akhirnya setuju?"Setelah pertemuannya dengan Lucas malam itu, akhirnya terbuatnya suatu persetujuan tak tertulis yang sudah disepakati Lucas dan Quin.Malam ini mereka mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak yang memiliki andil dengan sandiwara mereka berdua, Mr Bhanks, Ms Evans, juga Charlie. Meskipun Bella harusnya juga ada di sini mengingat statusnya sebagai manajer Quin. Tetapi karena Bella harus pulang ke Seatle untuk ayahnya yang sedang sakit."Aku hanya berpikir tidak akan ada kesempatan sebaik ini untuk karir ku. Aku sudah terlalu lama membuang waktuku untuk menjadi peran pendamping dalam sebuah judul, jadi kesempatan ini tak akan akun buang begitu saja."