Membuat laki-laki itu puas?
Apa maksud perkataan Lucas? Apakah lelaki itu baru saja melecehkannya?
Dasar sialan!!
Quin mendorong kasar dada Lucas merasa terpropokasi dengan perkataanya yang terkesan sedang merendahkan dirinya.
"Apa maksudmu?" cicitnya marah, yang benar saja…
Lucas tidak bisa menyamakannya dengan para perempuan yang rela ditiduri dengan suka rela. Quin tahu dia berhutang banyak kepada lelaki itu, tapi menyerahkan tubuhnya tentu saja sampai mati Quin tak akan sudi.
"Kau yang ada apa? Kenapa marah?" kini balik Lucas yang merasa emosi karena baru saja didorong dan
"Tidak buruk,"Quin memutar bola matanya asal mendengar perkataan Lucas tengang makan malam yang disiapkan untuk pertama kali setelah mereka tinggal bersama.Tidak banyak yang gadis itu siapkan hanya pasta dengan racikan yang sama dengan yang selalu dia buat dengan Bella di flat sederhana mereka.Meski perkataan Lucas sama sekali tidak mengandung kata pujian barang sedikitpun, laki-laki itu terlihat menikmati pasta buatannya dengan lahap. Quin jadi tidak ragu mengartikan kalau sebenarnya Lucas menyukai masakan buatannya, hanya saja lelaki itu cukup 'tsundere' alias tidak mau mengakui perasaannya yang sebenarnya.Setelah makan malam selesai dan Quin juga yang membereskan semuanya, karena sekali lagi Lucas berti
Memang apa salahnya menjadi perawan?Quin masih kesal kalau ingat kejadian tadi, omongan Lucas seharusnya tidak sebepengaruh itu untuknya, tapi lagi-lagi bagai kaset rusak, kata-kata Lucas bagai sindiran untuknya.Memang usia Quin tidak bisa dikatakan muda lagi. Tapi tentu Quin juga belum setua itu sampai desperate dengan virgin dan lainnya.Quin jadi tidak mood melakukan rutinitas pengaplikasian skin care malam yang jarang absen dilakukannya. Yah, meski dia bukan orang berduit, Quin masih bekerja di bidang yang membuatnya wajib merawat wajahnya, agar tetap sehat— itu poin terpenting.
"Bos mu benar-benar sudah sinting!" Quin tidak berhenti menggerutu meski mereka kini sudah keluar dari ruangan Bhanks— bersama Charlie. "Jangan berlebihan, dia hanya memberikan solusi untuk kita." Wajah Quin semakin berkilat tajam. Oh ayolah apa yang dia harapkan dari si Lucas mesum. Tidak, Lucas tentu saja akan senang dengan 'solusi' itu. Dasar pembohong. Padahal dia selalu menghina Quin secara fisik, tetapi tetap berkilat nakal tiap kali ada kesempatan, dasar tidak konsisten. Bagaimana ucapan dan tindakannya bisa se-kontradiktif itu. "Terserah. Tapi jangan berani-berani kau melakukannya." desis Quin geram, seraya memasuki lift yang tombolnya sudah dipencet lebih dulu oleh Charlie. "Aku rasa kau benar-benar seorang virgin." gumam Lucas, begitu mereka sampai di dalam. Untung saja hanya ada mereka bertiga di sini, kalau tidak mungkin Quin sudah menendang tulang kering lelaki sok tampan ini. "Kalau aku memang seorang virgin, lalu apa masalahmu?" "Tidak ada, hanya itu berarti
"Hey... Sudah berapa kali ku bilang, hati-hati dengan gerak-gerik mu bodoh! Lagi-lagi kau berhasil membuat semua orang sibuk membicarakanmu dan sukses menjadi headline di seluruh media cetak dan online." laki-laki dengan perawakan tinggi dan berkulit putih menggerutu kesal dengan lawan bicara yang masih berlagak acuh."Bukan salah ku untuk menjadi terlalu terkenal," kelakar laki-laki yang lain—sang bintang berwajah tampan dengan kulit tan-nya yang eksotis dan sexy.Mendengar jawaban yang sama sekali tidak kooperatif dari lawan bicaranya, Charlie—lelaki yang jauh lebih ramping—memukul keras kepala Lucas dengan kertas berisikan bukti-bukti foto yang terekam lewat lensa kamera paparazi."Hmm... Lalu katakan padaku sejak kapan kau—Lucas Alexander, tertarik dengan seseorang yang memiliki penis?" mata Charlie kini memincing lebih tajam, seperti seorang penyidik yang tengah mendikte tersangka di meja interogasi."Wow
Ruangan mister Bhanks yang didominasi warna hitam dengan paduan putih dan abu selalu membuat Lucas takjub melihatnya. Laki-laki ini terkenal begitu pelit untuk mengeluarkan dana bagi para aktris dan aktor ya, justru terlihat tidak keberatan untuk merogoh jutaan dolar untuk biaya renovasi dan pembelian-pembelian furniture tidak terlalu penting di ruangannya.Lucas agak sangsi kalau ingat, dia menjadi salah satu budak agensi yang tenaga dan keberadaannya serius diperas habis oleh lelaki keturunan Perancis ini. Laki-laki yang suka bertindak semaunya ini suka membuatnya naik darah tapi Lucas juga tak akan menapik kalau dia nyaman bekerja di bawah naunga agensi milik Bhanks."Apa kau sudah punya solusi untuk masalahmu Luc?" meski memberikan pertanyaan tanpa nada intimidasi tapi Lucas tetap merasa sedang di pojokan, oleh atasan ini. Lihat saja bibirnya yang menampilkan senyum mencurigakan, belum lagi sorot mata teduh tapi sarat akan kemarahan, lalu Lucas harus menja
Aroma mentega bercampur susu menguar dari arah dapur, Quin tau kalau Bella—housemate sekaligus manajernya tengah membuat penekuk untuk sarapan mereka pagi ini."Hai babe..."sapa nya basa-basi, bahkan tangannya kini sudah melingkar santai di pinggang Bella. Terlalu romantic untu sepasang sahabat yang bahkan selalu bertengkar setiap hari. Dan benar, tidak bertahan begitu lama, Bella gadis yang lebih tinggi beberapa centimeter, dengan kejam melepas paksa pelukannya yang tulus meski ada maksud tersembunyi sedikit."Quin, kita benar-benar harus belanja setelah ini! Isi kulkas kita bahkan hanya tersisa air mineral saja kau tahu?" kata Bella datar dan masih sibuk membolak-balik penekuk yang sudah berwarna keemasan, sudah saatnya untuk diangkat.Quin belum menyahuti, dirinya masih berkutat menyusun piring diatas meja makan dan menyiapkan teh untuk mereka berdua. Meski dirinya adalah penggemar berat minuman ber-kafein, tapi Bella menjadi semakin c
"APA KAU SUDAH GILA?" Quin memekik nyaring setelah tahu renacana yang disiapkan Ms Evans untuknya. "Kecilkan suaramu Quin!" Bella memberi peringatan. Berteriak di dengan dinding flat yang tipis bisa mengundang para tetangganya datang kemari karena berpikir mereka sedang bertengkar hebat, belajar dari pengalaman dulu. Mereka sempat mengalami kejadian seperti itu. "I can't believe this. Aku tau, aku belum menghasilkan banyak untuk kantor Ms Evans tapi menjualku untuk menutupi skandal gay milik seorang aktor, aku jelas menolak." Quin dengan cepat membalikkan badannya ke arah dapur, untuk sekarang dia butuh setidaknya menjenguk segelas air putih. Tiba-tiba saja dia merasa dehidrasi. "Oh ayolah Quin,dia bukan menjualmu! Kau bahkan tidak harus tidur dengan laki-laki ini, kau hanya perlu berakting layaknya sepasang kekasih di hadapan kamera dan publik tentu saja." ujar Bella yang ternyata menyusul ya ke dapur. Quin berbalik menghadap Bella y
"Kau yakin gadis itu sudah setuju?" Lucas bertanya sambil sesekali melihat arloji ditangan ya yang masih bergerak konstan.Benar-benar menyebalkan, bagaimana mungkin dia sudah menunggu selama setengah jam tapi batang hidung seseorang yang ditunggunya bahkan belum muncul."Mereka pasti akan datang, kita tunggu saja. Lagi pula perempuan menghabiskan lebih banyak waktu untuk bersiap." kata Charlie santai menanggapi kegelisahan Lucas yang tak habis-habis sejak tadi. Kenapa artisnya menjadi lebih cerewet malam ini. Seperti seseorang yang akan melakukan kencan buta saja.Lucas menoleh ke arah Charlie dengan sensi, "Tapi aku tidak suka dengan seseorang yang tidak tepat waktu.""Baiklah mister tepat waktu, bagaimana kalau kita mulai memesan saja, sekalian untuk mereka berdua." usul Charlie sambil membolak-balik buku menu yang sudah lumayan familiar untuknya."Maaf kami terlambat." suara yang bercampur napas tesengal-sengal membuat Lucas danCharlie