Moodku benar-benar buruk pagi ini. Salah seorang abdi dalem bercerita bahwa Raudah mengajar di salah satu kelas di pesantren puteri. Kuharap dia tak punya motif lain selain pekerjaan. Tidak mengajar saja beberapa kali aku melihatnya di dapur Abah Yai, apalagi nanti saat resmi jadi guru, bisa tiap hari dia mampir ke rumah kami.Ah, kenapa sih mantannya Gus harus secantik dia? Kenapa tak berwajah biasa seperti Mbak Sri, abdi dalem yang dipercayai Umi Aisyah. Atau seperti Ustazah Maya yang sampai sekarang masih single? Kenapa harus secantik Raudah? Itu sangat menyiksa untukku. Semoga ini bukan pertanda buruk. Astagfirullah ....Aku takut pertemuan intensnya dengan Gus di pesantren, meski hanya berpapasan akan menumbuhkan kembali benih cinta di hati Gus Bed yang pernah mati. Gusti, aku tak kuat menanggung rasa cemburu ini.Melangkah ke luar kampus, kukirim pesan singkat untuk Gus, memberi tahu aku pergi ke rumah Ibu. [Bang, adek mampir rumah Ibu] kukirim pesan tersebut.Padahal meski t
"Apa masih sangat sakit?" Gus bertanya panik. Apa yang bisa kuucapkan? Kenyataannya pinggul ini rasanya dipukul benda besar yang membuatnya begitu nyeri."Jika kontraksi melahirkan harusnya itu hal wajar," celetuk Fay menimpali ucapan suami."Tidak. Semoga bukan itu sebabnya. Usia kandungannya masih lima bulan." Gus menggeleng. Menepis pernyataan Fay yang sepertinya membuatnya takut."Yah, semoga." Fay mendesah.Apa maksud Fay? Apa dia sangat yakin yang kualami adalah kontraksi? Apa dia berniat menyiksa mentalku sekarang?Karena Shinta bilang, itu bisa saja kontraksi kelahiran terjadi dengan banyaknya faktor terutama saat stres, lelah dan tertekan.Ya Tuhan, Shinta ... aku terlupakan sesuatu."Bang, ke klinik Shinta saja." Pintaku sambil menahan sakit.Gawat jika ke rumah sakit, dokter di sana akan langsung tahu janin yang kukandung berusia tujuh bulan. Dengan begitu semua orang juga pasti akan tahu, terutama Fay."Em, sepertinya tidak sempat. Ke klinik Shinta paling nggak perlu waktu
Bukan hanya bayangan indah bersama Gus Bed muncul, bayangan Fay pun menyusup dalam ingatan."Jadi apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku pada Fay dengan menyilang di dada. Menandai bahwa sekarang posisiku ada di atasnya.Pria itu terdiam beberapa saat, kala kutanya perihal kebenaran, yang menurutnya fitnah dari Shinta untuknya.Walau bagaimana kami sudah punya komitmen. Hubungan yang sehat itu mendengar dari dua arah. Mengenyampingkan provokatif dari luar agar ikatan cinta tetap terjaga. Sudah cukup aku mendiamkan dan menghindarinya selama dua hari. Segalanya perlu diselesaikan.Pacaran hampir tiga tahun, bukanlah perkara mudah untuk putus begitu saja. Apalagi Fay makin hari membuatku semakin mencintainya, hingga kejadian tempo hari yang membuatku goyah lagi .... setelah sikapnya progresif sejak pulang dari Belanda. Katanya dia tak ingin terjadi sesuatu padaku dan tak mau memberi kesempatan pria lain menyentuhku."Em, hari itu Doddy minta bantuan kakak.""Hem. Lalu?" Mataku menyipit.
"Bed, aku lihat mantanmu sering berkeliaran di pesantren. Apa itu tidak menyakiti hati istrimu?" tanya Kang Fay padaku yang tengah menatap setiap mobil yang datang, untuk disambut.Pertanyaan itu membuat kepala menoleh seketika. Hingga pandangan kami bertemu.Tak dipungkiri, sebagai lelaki normal, setiap kali melihat sosok Raudah mengingatkan pada kejadian masa lalu yang kami lalui bersama. Dari sekadar hal manis sampai pahit sekali pun. Itu lah kenapa sebisa mungkin aku menghindar bertemu dengannya. Namun, entah kenapa pihak pesantren malah memanggilnya untuk mengajar? Prediksiku, mungkin mereka pikir karena aku sudah menikah, dan kami sudah sama-sama move on terhadap masa lalu."Lalu, Kang Fay sendiri? Apa menurut Kang Fay keberadaan njenengan tidak membuatku sakit hati?" Aku bertanya dengan nada datar."Haha. Ayolah, laki-laki dan perempuan itu punya porsi berbeda. Perasaan perempuan lebih sensitif, Bed. Lagian kalau aku kan sudah berusaha keras menjauh dari kalian." Kini Kang Fay
"Bagaimana kabarmu sekarang, Fay?" Dokter itu bicara seolah adalah sahabat bagiku."Aku hancur.""Hancur? Kenapa? Kamu gagal bertemu dengannya?"Aku mengangguk kecewa. "Bukan hanya tak bertemu, dia pergi ke luar negeri mengambil S2-nya.""Wah, itu bukan kabar buruk, Fay!" Pria yang mengenakan pakaian kasual itu menopang dagu nya dengan kedua tangan di meja. Aku yang menunduk lemah lantaran tak punya semangat hidup lagi karena kepergian Lian, sontak mendongak. Menatap Dokter Jack penuh tanya.Ya, aku sempat sangat bersemangat. Setelah setahun berjuang keras melawan depresi dengan terapi. Begitu ke Indonesia dan mencari ke rumahnya, wanita itu tengah ke Malaysia. Tadinya, kupikir dia menghindariku. Namun, Dokter Jack mengubah pemikiran tersebut."Kalau begitu kamu harus lebih keras mensejajarinya. Ini kesempatanmu, Fay. Selama dia mengambil program S2-nya kamu juga punya kesempatan berjuang keras dan menyelesaikan studimu.""Begitu kah, Dok?"Dokter Jack tersenyum tipis. "Berjuang lah
Tenanglah, Bed. Ini adalah berita yang belum tentu benar. Bukan kah Liana bilang sekali pun ia tidak pernah berzina dengan Kang Rifay? Karena ia tahu betul, untuk apa hubungan tanpa dilandasi kejujuran?Bersabar, cari waktu yang tepat untuk betabayyun."Pergilah .... Jangan buat kekacauan sekarang! Apa Kang Fay tidak bisa melihat bagaimana keadaan Liana sekarang?! Pergi! Pergi!"Kudorong tubuh tegap sepupuku, menjauhi ruangan di mana Liana terbaring.Sejujurnya aku sangat takut jika yang Kang Fay katakan benar. Bagaimana aku akan menjalani hidup dengan sakit hati dan cemburu lantaran tubuh istriku pernah dijamah pria lain?Membayangkan saja aku tak sanggup! Aku terlalu mencintainya.Astagfirullah! Kutepis pikiran buruk itu jauh-jauh. Bisa saja itu hanya fitnah keji pada seorang istri sholihah yang menjaga kesuciannya, sebagaimana yang dialami Bunda Aisyah dulu? Kala itu Bunda Aisyah juga tengah sakit, dan Rasulullah bersikap berbeda dari biasa karena fitnah keji tersebut, hingga ayat
Entah kenapa suasana ini jadi sangat tak menyenangkan? Ada sesuatu yang terasa ganjal. Abah terlihat aneh. Pria yang biasanya selalu bijaksana kini menampakkan wajah tak sukanya padaku."Ingat, Bed! Kamu harus adil!" Suara itu meninggi seiring pintu yang dibanting sebelum kepergiannya.Aku terhentak kaget."Bapak Ubaidillah." Suara seseorang membangunkan. Hanya mimpi rupanya.Aku tertidur sambil duduk di depan dipan Liana.Memang tak mungkin Abah memperlihatkan perangai buruk, lebih padaku. Abah juga menyinggung nama Raudah, yang aku sendiri sama sekali tak memikirkannya ke sana. Kecuali, jika selama ini Abah memendam kekesalannya selama bertahun-tahun atas sikapku pada Raudah. Calon mantu yang sering mendapat pujian Umi di hadapan Abah.Ini sangat mengganggu. Saat aku berusaha menepis pikiran buruk karena ucapan Kang Fay, justru perkara tersebut hadir dalam mimpi. Seolah aku tak boleh meremehkan. Ah, kalau saja kejadian itu benar, takdir pasti tengah bekerja memberiku hukuman karena
"Muhammad Rifay. Hem ... nama yang bagus." Kiai Hanafi mengulum senyum. Sementara Fay tertunduk mendengar setiap petuah pria paruh baya di depannya."Selain ingin mendapat berkah dari nama Rasulullah Muhammad, orang tua Mas pasti menginginkan Mas menjadi insan mulia," sambung sang kiai. "Jika Mas yakin apa yang akan diceritakan menjaga kemuliaan Mas sebagai seorang muslim, katakan secara detail pada saya. Namun, jika menurut Mas itu akan menghancurkan Mas dan banyak orang, maka sebaiknya Mas memilih diam.""Tapi saya sudah terlanjur bicara Yai. Jika saya diam sekarang justru semua akan kacau."Kening Kiai Hanafi mengerut. "Apa maksud Mas Fay?""Saya sudah membukanya pada suaminya, karena perempuan yang saya perkosa baru saja melahirkan. Dan ... dan saya sangat yakin anak perempuan yang dilahirkan adalah anak saya. Wanita itu sengaja membuat alibi di depan suaminya bahwa dia hamil di bulan ketiga. Namun, Allah berkehendak lain ... di usia kandungan lima bulan menurut banyak orang, Lian