Share

5. Kabar Duka

Author: UmmiNH
last update Last Updated: 2025-04-07 10:10:21

"Malam Papa ... Mama ...!" 

Melati dan Abram menatap tajam kedua tangan Nadila yang membawa begitu banyak paper bag, sedangkan gadis itu terus berjalan cuek. 

"Nadira!" 

Langkah gadis itu yang hendak menaiki anak tangga langsung terhenti mendengar panggilan menyeramkan dari papanya. Perlahan ia berbalik, menatap satu persatu wajah orang tuanya dengan cemas.

"Uang siapa yang kamu pakai? Bukannya Papa tidak kasih uang?" tanya Abram.

"Uang ... " 

"Uang siapa? Kamu minjam dari teman, hah? Papa gak habis pikir, kamu se-menjengkelkan ini, Nadira! Sengaja papa gak ngasih kamu uang tambahan supaya kamu berhenti foya-foya, menghamburkan uang gak jelas. Tapi kamu ...  Sama siapa kamu pinjam uang?" tanya Abram dengan mata melotot. 

"Uang Anand, Pa." 

"Anand?" pekik Abram dan Melati bersamaan. 

"Kamu gila, Nadira?" geram Abram. 

"Kenapa sih, Pa? Wajar dong dia ngasih aku uang, dia kan--"

"Suami kamu?" 

Nadira langsung mengangguk.

"Kamu bisa-bisanya menuntut Anand melakukan kewajiban suami, tapi kamu? Kamu mikir gak, Nadira? Jangan-jangan otak kamu sudah kadaluarsa!" ucap Abram. 

"Papa malu! Papa benar-benar malu sama Anand, dia harus punya istri seperti kamu, Dira. Kamu kenapa gak bisa bikin Papa bangga, sih? Hah? Kenapa? Papa tahu dari dulu kamu gak pernah melakukan hal yang membuat mama sama papa bangga, tapi setidaknya untuk masalah Anand ini kamu jangan terus-terusan melempar kotoran ke wajah Papa, Dira! Harus seperti apa Papa bicara sama kamu? Dengan cara lembut selalu mama kamu lakukan, dengan cara keras Papa sudah lakukan, tapi kamu gak ada kesadaran sedikit pun. Nadiraaaa ... Nadira!" 

Nadira menunduk melihat papanya benar-benar marah besar. 

"Papa!" 

Mendengar jeritan mamanya, Nadira mendongak. Papanya terlihat sedang menahan sakit sambil memegangi dadanya. 

"Papa sabar, Pa. Jangan marah-marah," ucap Melati dengan serak.

Abram tak mengatakan apa-apa, tapi matanya masih menatap Nadira dengan tajam. Tangannya terulur menunjuk putri satu-satunya itu. Nadira mulai merasa bersalah. 

Melati membawa Abram ke dalam kamar, sepeninggal kedua orang tuanya Nadira luruh ke lantai.

***

"Bagaimana keadaan kamu, Nak?" tanya Abram lewat telepon pada Anand. 

"Alhamdulillah baik, Pa." 

"Ibu kamu bagaimana?" 

"Masih belum ada kemajuan." 

Abram dan Melati kompak mendesah. 

"Kamu yang kuat, Nak, ibumu pasti akan segera membaik," ucap Melati. 

"Insya Allah, Ma. Terima kasih doanya." 

"Jangan terlalu memanjakan Nadira, Nak, Papa tahu kamu mengirimkan uang pada Nadira." 

"Itu tidak seberapa, Pa. Walau bagaimana pun Nadira istri saya." 

"Tapi Papa dengar kamu kemarin ngasih 10jt, Papa gak setuju. Kasih saja 5jt untuk sebulan. Nadila harus belajar dewasa dan berhemat." 

Anand tersenyum.

"Ingat, ya, Nak?" 

"Iya, Pa." 

Abram dan Melati tersenyum. Mereka pun mengakhiri panggilan. 

"Anand benar-benar suami yang baik, tidak peduli seperti apa sikap dan perlakuan Nadira padanya, dia tetap bersikap dewasa." 

Abram mendesah mendengar ucapan istrinya. "Semoga saja semuanya cepat membaik." 

Dua bulan berlalu, tak ada perubahan dari segi apapun. Baik kesehatan ibunya Anand, ataupun tentang hubungannya. Antara anand dan Nadira tak pernah berkomunikasi, tetapi Anand secara tepat waktu selalu mengirimkan uang pada Nadira. 

Gadis cantik berambut sepunggung itu menatap notifikasi mobile banking di layar ponselnya, sudah dua kali Anand mengiriminya uang tanpa dipinta. Hatinya merasa tak senang. Sejak dimarahi Abram habis-habisan malam itu Nadila sedikit tertampar. Ia pun tak pernah foya-foya lagi, dan sebisa mungkin membuat uang pemberian Anand cukup untuk sebulan walaupun terseok-seok. Ia terpaksa tetap memakai uang tersebut karena sejak menikah Abram tak pernah lagi mau memberinya uang. 

***

Sebulan kemudian ...

"Papa ada telepon!" teriak Melati. 

"Angkat dulu, Ma. Papa belum selesai," teriak Abram dari kmar mandi. 

Perasaan melati mendadak tak enak, tak biasanya larut malam begini Anand menelepon. 

"Halo, Nak?" 

"Ma ... Papa ada?" tanya Anand dengan suara parau. 

"Ada, lagi di kamar mandi." 

Bersamaan dengan itu Abram mendekat, melati pun me-loudspreaker panggilan.

"Ada apa, Nak?" tanya Abram.

"Pa, ibu meninggal."

"Innalillahi. Kapan?" 

"Setengah jam lalu." 

Abram dan Melati saling tatap. "Mudah-mudahan almarhumah di terima amal ibadahnya dan mendapatkan tempat yang indah di sana."

"Aamiiin. Besok aku pulang ke Indonesia, sekalian mengurus pemakaman ibu." 

"Baiklah, Papa sama Mama pasti bantu kamu."

"Tarima kasih, Pa. Saya tutup dulu teleponnya."

Panggilan pun terputus. 

"Pa, kasih tahu Nadira."

Abram mengangguk dan menelepon nomor Nadira. Namun sampai panggilan ke dua gadis itu tak juga mengangkatnya. 

"Mungkin masih sibuk, Pa. Kirim pesan saja, nanti dia baca pas buka hp."

Nah looo ... Kira-kira Anand dan Nadira ketemu gak ya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nunyelis
kebangetan nadira gk pernah jenguk ibu mertuanya...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    70. Happy Ending

    "Ngaku aja, Ra," ucap Danil sambil tersenyum. Nadira melengos sambil melipat tangan dengan kesal. "Ra, gak papa. Walaupun kamu udah nikah sama yang lain, tapi aku yakin cinta kamu masih milik aku. Kita bisa diam-diam berhubungan tanpa sepengetahuan siapapun, Ra. Dan begitu aku siap nikahin kamu, kamu harus cerai sama dia." Danil menggenggam tangan Nadira, membuat Anand semakin kepanasan. Tanpa permisi Danil menarik Nadira ke dalam pelukan. Melihat gadis itu tak berkomentar apapun tentang idenya membuat Danil mengira gadis itu berhasil ia taklukan. Anand yang sudah bergejolak melangkah hendak keluar untuk memberikan pelajaran pada keduanya. Namun langkahnya langsung terhenti saat Nadira mendorong Danil. "Dasar brenqsek! Gue buka cewek rendahan seperti yang Lo kira, ya! Walaupun gue menikah karena paksaan, tapi gue tahu diri dan aturan. Gue masih punya otak dan moral. Dengan lihat sikap Lo yang seperti ini gue makin benci sama Lo dan percaya sama ucapan papa gue waktu itu. Lo, buka

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    69. Mengenang Masa Dulu

    "Masya Allah, rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa wadzurriyyaatinaa qurrota a'yuniwwaj'alnaa lil muttaqiina imaamaa. Aamiin." Ayah muda itu mengecup kening anaknya yang sedang tertidur dalam pangkuan sang istri selepas kenyang minum asi."Aamiin." Nadira menyahut sambil tersenyum, menatap Anand tanpa kedip dengan berjuta rasa yang tak sanggup lisannya ungkapkan. Anand beralih menatap Nadira, senyuman hangatnya senantiasa terlukis di wajah tampan itu untuk keluarganya. Pria itu duduk di samping sang istri, kemudian merangkul pinggangnya dan mengecup kepala Nadira cukup lama, seolah lewat kecupan itu ia menjelaskan betapa kini sempurna kebahagiaannya wasilah dari perempuan tersebut. "Mas sangat bahagia," bisiknya kemudian. Nadira mengulum senyum, kemudian balas menatap sang suami. "Aku juga, Mas. Makasih untuk semuanya, makasih untuk semua cinta dan kasih sayang yang sudah Mas curahkan buat aku, sampai aku sekarang merasa jadi wanita yang paling bahagia di muka bumi ini." Anand mengu

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    68. Haru Biru

    "Nadira melahirkan!""Nadira melahirkan, Mas!" Yasmin dan Triana serta para suaminya langsung bergegas menuju rumah sakit. "Ayo cepet, Mas!" Fahrul menoleh. "Kamu ini, kaya kamu aja yang mau lahiran." "Haish! Udah diem. Nyetir aja yang cepet." "Yasmiiin Yasmin! Masa kaya gitu kamu bicara sama suami?" tegur Zein yang duduk anteng bersama Triana di belakang. "Gue ikut deg-degan, Bang!"Triana dan Zein terkekeh melihatnya. Tiba-tiba Triana terdiam merasakan sesuatu. "Hweeek!" "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Zein panik. Triana masih menutup mulut. Ia menggelengkan kepala sambil mengerjap."Apa Triana suka mual kalo naik mobil?" tanya Fahrul."Biasanya nggak." "Mungkin Lo hamil, Na!" pekik Yasmin membuat Triana dan Zein saling tatap. Zein menarik kepala Triana sampai bersandar di pundaknya, kemudian memijat tengkuk istrinya dengan lembut. "Mas?" lirih Triana sambil mendongak menatap wajah suaminya. Tatapannya menyiratkan banyak tanya. Zein mengangguk, mencoba menenangkan. "Nanti

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    67. Reuni

    "Na ... Jalan Lo kenapa gitu?" Triana langsung mematung, menoleh pada Yasmin dengan ragu-ragu. "Gue ... Jalan gue biasa kok." "Nggak, jalan Lo gak biasa, Yas." "Ah udahlah. Cepet bantuin gue cuci piring." Yasmin menurut. Namun lagi-lagi ia kembali berbisik. "Na, sakit, gak?" Triana gelagapan, mulai tak nyaman berada dekat-dekat dengan Yasmin. "Na?" "Sakit apa?""Lo jangan pura-pura gak ngerti, Na." Triana menghela nafas. "Lumayan." Yasmin berdesis. "Kaya gimana rasanya?""Haish! Lo itu ... " Triana tak melanjutkan protesan nya dan berdecak kesal. "Na, gue cuma pengen tahu aja. Biar siap-siap nanti. Itung-itung Lo berbagi pengalaman lah sama calon pengantin yang masih polos ini." "Gak perlu siap-siap segala, Yas, nanti Lo juga tahu sendiri." "Tapi, Na--""Yas, gue juga gak siap-siap, tuh. Lagian, gue malu kalo harus ngomongin kaya gituan." Yasmin terkekeh. Dalam hati ia mengejek, padahal gue udah lihat secara langsung hal yang mungkin bakalan bikin Lo tambah malu jika ta

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    66. Pemandangan Kotor

    "Gugup?" Triana tak menjawab, tangannya meremas sprei dengan kuat. Zein menghela nafas lalu bersandar di kepala ranjang. "Jangan gugup, kita ngobrol, yuk?" Triana mulai mendongak. "Ngobrol apa?" "Menurut kamu, Fahrul seperti apa? Apa dia cocok untuk Yasmin?" Triana mulai berpikir. "Menurutku Fahrul terlihat baik, mudah akrab juga sama keluarga. Dan dia juga kelihatan benar-benar mencintai Yasmin." Zein manggut-manggut. "Tapi bukannya jadi istri tentara itu banyak resikonya?" Triana tersenyum. "Resiko pasti selalu ada di setiap keputusan yang kita buat. Yasmin juga bukan gak tahu resikonya bagaimana jika menikah dengan Fahrul, tapi dia tetap menjalaninya, kan? Jadi mungkin dia memang sudah mempersiapkan diri. Dan lagi, suatu kebanggaan juga untuk keluarga kita punya saudara seorang abdi negara, kan?" Zein mengangguk lagi. "Jadi kamu setuju?" Triana mengangguk. "Selama laki-laki itu mencintai Yasmin dengan tulus dan Yasmin juga mencintainya, aku setuju." "Tapi M

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    65. Malam Pertama

    "Yasmin cukup beruntung, ya, punya pacar yang seperhatian ini sampai maksain datang di tengah-tengah kesibukan," ucap Anand. "Jelas. Sekarang Yasmin prioritas saya. Saking buru-burunya langsung ke sini saya gak sempat ganti seragam dulu. Takut Yasmin sedih, kasihan. Tapi malah jadi pada takut lihat kedatangan saya." Semua orang tertawa. "Aku belum terlambat, kan?" tanya Fahrul menatap Yasmin yang kini senyum-senyum sok kalem. Gadis itu pun menggeleng untuk menanggapi pertanyaan pacarnya itu.Kini giliran Triana dan Nadira yang memasuki mode jahil."Uhuyy! Akhem-akhem!" "Uhuk! Uhuk! Aduh, Mas, aku keselek," celetuk Nadira.Dengan sigap Anand menyerahkan minuman gelas. "Mas, aku bercanda!" pekik Nadira membuat Anand melongo."Ra, lihat, Ra!" ucap Triana menunjuk udara di dekat Yasmin."Apaan, Na?" "Saking hatinya lagi berbunga-bunga, bunga-bunga itu berterbangan keluar." Yasmin tersenyum. "Bunga melati, kan? Kaya nama gue?" "Bukan." Triana menggeleng. "Terus?" "Bunga raflesia,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status