"Karena ada perubahan ini, maka renovasi vila juga akan berubah. Antara vila ini dan pondok milikmu akan dipisahkan oleh tembok tinggi agar Kamu maupun pemilik vila ini nantinya tidak akan merasa saling terganggu," ujar Eddy bijak.
Milla terdiam, sepertinya kekhawatiran tidak dapat lagi melihat kenangan sahabatnya dari dekat memang tidak bisa lagi dihindari olehnya.
"Apakah Kamu tidak apa-apa?" tanya Eddy ketika melihat Milla tampak melamun.
"Aku baik-baik saja ... tapi barang-barang Shasha dapatkah Kamu memberikan padaku agar Aku dapat terus menyimpannya sebagai kenangan?" tanya Milla ragu khawatir Eddy marah dan menuduhnya serakah.
"Tidak masalah ... tadi di taman Kamu bilang ada kerusakan yang harus di perbaiki dan diubah total, Aku ingin rincian jelasnya sekarang juga," kata Eddy kepada Milla sambil bersandar di sofa dengan gaya elegan.
"Semua tanaman mawar itu harus diganti karena sudah rusak dan pohon akasia itu juga perlu di tebang beberapa dahannya yang sudah kering agar bisa menumbuhkan daun muda yang lebih segar," kata Milla kepada Eddy.
"Oke," kata Eddy sambil mengangguk tanda dia mengerti akan maksud Milla.
"Selain itu, air mancur yang ada di taman itu juga perlu diadakan perbaikan agar bisa berfungsi lagi dengan baik."
"Lalu?" tanya Eddy dengan sabar menantikan kelanjutan observasi dari pengamatan yang dilakukan oleh Milla.
"Apa?" tanya Mila tidak mengerti.
Dia benar-benar bingung dan tidak mengerti laporan apalagi yang diinginkan pria di hadapannya saat ini.
Dia baru satu hari bekerja, tentunya tidak mungkin baginya untuk memutuskan banyak hal tentang masalah renovasi vila yang menjadi milik Eddy itu sekarang juga.
"Itu saja?" tanya Eddy tidak percaya.
Tadinya dia berharap akan mendapatkan berbagai laporan rinci dari Milla untuk masalah renovasi vila yang akan dijualnya itu.
"Memang hanya itu. Untuk renovasi awal kita akan mulai dari taman terlebih dahulu setelah tanaman mawar itu dibersihkan, Kamu bisa menggantinya dengan tanaman mawar yang baru atau tanaman lainnya, Kamu bisa meminta tukang taman untuk memperbaharui taman sekaligus memperbaiki air mancur yang rusak itu," jelas Milla panjang lebar.
"Bukannya itu tugas kamu?" tanya Eddy tidak mengerti.
"Kamu bercanda? Tugasku sebagai arsitek hanya membuat perencanaan dan mengawasi saja supaya hasilnya sesuai dengan perencanaan yang Aku buat yang mengerjakannya tetap saja tukang," ujar Milla kesal karena profesinya disamakan dengan tukang.
"Ah," kata Eddy mengangguk mulai memahami semuanya.
"Nanti Aku akan membuat denah rumah dan taman yang cocok dengan vila ini. Aku ingin mempertahankan bentuk aslinya karena ingin menghormati almarhum keluargamu. Jadi jangan kaget kalau setelah renovasi Kamu tidak melihat banyak perubahan pada vila ini,” terang Milla blak-blakan.
"Jadi, apa saja yang akan Kamu ubah?” tanya Eddy penasaran.
Dia tidak keberatan kalau Milla membuat rumah ini tetap seperti semula namun dia juga penasaran tentang sedikit perubahan yang dikatakan gadis itu kepadanya.
"Aku hanya akan mengubah interior bagian dalam menyesuaikan dengan perkembangan saat ini. Sekarang sedang tren rumah dengan gaya interior minimalis. Tapi vila ini sangat besar jadi tidak akan mungkin untuk kita isi dengan perabotan bergaya minimalis, Aku berpikir untuk memadukan antara gaya minimalis dan klasik," kata Milla menjelaskan dengan sungguh-sungguh kepada Eddy.
Eddy terdiam.
Dia tidak tahu harus berkata apa untuk menanggapi karena dia sendiri sadar kalau dirinya benar-benar tidak mengerti dengan segala macam urusan desain interior dan sebagainya seperti yang dikatakan oleh Milla.
"Untuk luar kita akan mempertahankan gaya klasik vila ini dengan beberapa pembaharuan agar tidak kelihatan terlalu kuno. Tapi juga tidak mengubah vila ini dari gaya klasiknya," terang Milla mengangkat kepalanya menunggu persetujuan Eddy sebagai pemilik vila.
"Aku tidak begitu mengerti soal pembangunan dan penataan jadi Aku serahkan saja semuanya untuk Kamu tangani mulai dari keputusan bahan-bahan dan tukang, silakan Kamu atur, Aku tidak akan ikut campur," kata Eddy.
"Kamu benar-benar tidak mau ikut campur dalam pengerjaannya?" tanya Milla tidak percaya kalau Eddy sama sekali tidak berniat untuk ikut campur dalam urusan renovasi vila warisan orangtuanya sendiri.
"Yup! Aku hanya akan memberikan fasilitas modal kepadamu berapapun yang akan Kamu butuhkan. Kamu bisa mengatakannya kepadaku," jelas Eddy sambil tersenyum simpul.
"Mengapa Kamu sama sekali tidak ingin terlibat dalam pembangunan villa milikmu sendiri?" tanya Milla heran.
"Seperti yang Aku katakan tadi, Aku sama sekali tidak mengerti soal bangunan interior atau sejenisnya, sebagaimana yang Kamu jelaskan. Kalau Aku mengerti, Aku tidak akan repot-repot meminta bantuan darimu, Nona Milla," kata Eddy menegaskan.
Milla terdiam, dia sama sekali tidak pernah menyangka kalau Eddy akan merasa repot karena telah meminta bantuan kepadanya.
"Selain itu Aku sibuk bekerja, besok pun Aku harus pergi ke luar negeri untuk urusan pekerjaan. Apakah Kamu tidak apa-apa jika Aku tinggal dan mengerjakan semua ini sendiri?" kata Eddy lagi bertanya pada Milla. "Tidak masalah," jawab Milla datar. Bagaimana pun itu memang sudah menjadi tugasnya, semenjak Eddy memilih untuk tidak ikut campur tangan dan menyerahkan semua masalah yang terkait dengan urusan renovasi vila kepada dirinya. "Kalau begitu semuanya beres," kata Eddy lega. Tadinya Eddy sempat merasa tidak enak hati untuk menyampaikan kepada Milla bahwa dia akan pergi sementara dari tempat ini untuk membereskan pekerjaan yang sempat terbengkalai dan dia tinggalkan di Jakarta. "Lalu kapan Kamu akan kembali? Soalnya untuk pemotongan pohon dan pembangunan taman Aku butuh persetujuan darimu," kata Milla serius. Bagaimana pun tidak mungkin baginya mengambil keputusan sendiri tentang renovasi pembangunan ulang vila, karena vila ini bukan milik pribadinya. "Kamu bisa memutuskannya
Milla akhirnya memutuskan untuk menelpon tukang pangkas pohon itu untuk menanyakan alasan dan sebab keterlambatannya datang. "Maaf, Non Milla, Saya tadi malam sudah telpon ke vila untuk mengonfirmasi ke pemilik vila tersebut dan memastikan soal pekerjaan yang kita sepakati kemarin untuk pekerjaan hari ini tetapi saat telpon diangkat oleh pemilik vila, katanya Dia sedang ada di luar dan membatalkan kesepakatan kerja hari ini karena Dia sedang tidak berada di vila," kata sang tukang pangkas pohon itu kepada Milla sopan. "Siapa yang membatalkannya, Pak?" tanya Milla merasa heran. Pikirannya langsung mendarat pada sosok Eddy. Namun, kemudian dia tepis, sebab Milla sendiri tidak merasa yakin apakah orang yang dimaksud oleh tukang pangkas pohon itu adalah Eddy. "Orang itu mengaku sebagai pemilik vila, Non," sahut tukang pangkas pohon itu tegas. Milla langsung paham siapa yang dimaksud tukang pangkas pohon tersebut. Siapa lagi kalau bukan Eddy? Awalnya Milla memang meragukan bahwa Ed
Gadis itu kemudian membaringkan tubuhnya yang lelah sehabis bekerja dan panas-panasan di taman dengan perasaan nyaman. Milla membentangkan tangan dan kakinya di atas kasur yang telah biasa dia gunakan untuk tidur sejak dia masih kecil. "Akhirnya bisa istirahat dengan nyaman di rumah," gumam Milla sambil berguling ke sana ke mari merasa bahagia. Dia memejamkan matanya dan tersenyum. Milla merasa beruntung sekali karena ayahnya telah menyediakan kasur ukuran besar dan tahan lama seperti yang ditidurinya saat ini sehingga sampai sekarang kondisi kasur tersebut masih tetap layak untuk dipakai olehnya. Dia tidak dapat membayangkan bagaimana jika harus membeli kasur baru sedangkan wilayah ini sangat jauh dari manapun. Kalau dia harus membeli kasur sekarang pasti akan sangat menyita waktu dan menguras dompet. "Ayah memang yang terbaik!" gumam Milla sambil terus tersenyum dan merasa penuh syukur. Tiba-tiba lampu berkedip-kedip dan padam di saat gadis itu membuka matanya untuk meliha
"Apa yang Kamu lakukan? Apakah Kamu tidak apa-apa?" tanya Eddy sambil menahan pinggang Milla dengan salah satu tangannya. Eddy merasa aneh melihat Milla yang hampir jatuh jika tidak dia tahan. Kalau hanya mengetuk pintu, tidak mungkin gadis itu sampai hampir terjatuh ketika pintu dibukanya. 'Sepertinya Dia mengetuk pintu sambil bersandar,' tebak Eddy dalam hati. "Tidak, Aku tidak apa-apa," kata Milla dengan wajah merah merona karena malu sambil berusaha menegakan tubuhnya dibantu oleh Eddy. Milla benar-benar merasa malu sekali dengan kejadian yang telah dialaminya tadi. Rasanya dia ingin sekali membenturkan kepalanya dan pura-pura pingsan karena merasa malu menghadapi Eddy. "Apakah ada masalah?" tanya Eddy perhatian. Eddy pikir tidak mungkin gadis di hadapannya ini menerobos kegelapan kalau tidak ada hal yang benar-benar serius untuk disampaikan. "Kenapa Kamu lama sekali membuka pintunya?" tanya Milla lebih seperti keluhan di wajah cemberutnya. "Aku baru saja selesai mandi," ja
'Barang kali setelah semuanya dibicarakan, Eddy mau kembali menghidupkan listrik di pondok aku,' harap Milla dalam hati. Eddy mengajak Milla masuk ke dalam vila dan mengajaknya ke dapur untuk duduk di meja kopi yang berada di dapur. Meja itu hanya berukuran enam puluh kali seratus dua puluh sentimeter persegi menyambung dengan kitchen set yang terletak di antara dapur dan ruang makan. "Silakan," kata Eddy mempersilakan Milla agar duduk di kursi yang ada di seberangnya. Lalu Eddy sibuk memasak air dan menyeduh kopi untuk dua orang. Milla hanya diam memperhatikan kegiatan Eddy memasak air dan menyeduh kopi. Dari gerakannya Milla bisa melihat kalau pria itu sudah terbiasa melakukan kegiatan itu seorang diri. "Cream or sugar?" tanya Eddy kepada Milla ketika dia sudah menuangkan kopi ke dalam gelas kopi. "Sugar, please," sahut Milla sambil bertopang dagu. "Silakan," kata Eddy sambil meletakan kopi di hadapan Milla dan duduk di seberangnya. Eddy menyeruput kopinya dengan santai sam
"Oh?!" sahut Milla acuh tak acuh. "Saat itu Aku sedang rapat dan Dia meminjam ponselku, mungkin pada saat itulah tukang pangkas menelepon ke vila, kebetulan telepon di sini langsung dialihkan ke ponselku," kata Eddy menduga-duga. "Lalu sepupu angkat Kamu itu dengan beraninya mengangkat telepon untukmu dan memutuskan untuk Kamu?" cibir Milla sinis. Jelas Milla menanggapi sinis penjelasan pria di hadapannya ini. Sebab, sedekat apa pun sepupu apalagi ini hanya sepupu angkat, apa mungkin dia bisa memutuskan segala sesuatunya seenaknya sendiri tanpa izin dan setahu sepupu angkatnya yang dalam hal ini adalah Eddy? "Mungkin Dia mengira di vila ini tidak ada orang jadi Dia membatalkan janji itu dan setelahnya lupa untuk memberitahu Aku," kata Eddy berusaha membawa Milla untuk berprasangka baik kepada Nining. "Sepupumu itu apakah Dia adalah perempuan?" tanya Milla ingin tahu. "Iya," jawab Eddy singkat. "Pantas," gumam Milla sambil meletakan gelas kopinya dengan bosan. Milla telah mendug
"Mengapa Kamu menatapku seperti itu? Apakah Kamu tidak terima pada apa yang Aku katakan mengenai sepupu angkat Kamu itu?" tanya Milla kesal mendapat tatapan menyelidik dari pria di hadapannya itu. 'Apakah Dia marah? Hah! Yang benar saja, dasar aneh, bukankah Aku yang seharusnya lebih marah karena telah dibuat menunggu tanpa kejelasan. Semua itu gara-gara sepupu angkatnya yang suka ikut campur itu,' cibir Milla dalam hati merasa tidak puas dengan sikap Eddy yang hanya diam saja dan malah menatap dirinya dengan teliti seperti saat ini. Milla tidak tahu kalau Eddy memperhatikannya bukan karena tidak senang saat mendengar Milla mengomentari soal Nining. Sikap Eddy saat ini lebih kepada rasa tertarik dan ingin tahu tentang Milla sendiri sehingga dia mulai menilai gadis di hadapannya ini secara keseluruhan dan mulai membandingkannya dengan Nining. "Nona Milla, apakah Kamu merasa ada masalah kalau sepupu angkat ku itu ingin menjadi istriku? Apakah Kamu keberatan?" tanya Eddy setengah men
Satu hal yang tidak diketahui oleh Milla, Eddy sebenarnya telah membaca buku harian adiknya - Shasha- di situ banyak sekali tertulis doa-doa dan pengharapan adiknya itu agar Eddy dan Milla bisa berjodoh. Awalnya Eddy merasa harapan adiknya itu suatu hal yang konyol. Namun, setelah beberapa hari dirinya mengenal dan memperhatikan Milla, Eddy mulai merasa semuanya bisa saja terjadi. "Sudah malam sekali, akan lebih baik kalau Kamu menginap di sini dulu malam ini. Kamu bisa tidur di kamar Shasha. Di sana juga masih terdapat baju-bajunya, Kamu bisa meminjam baju tidur Dia untuk sementara," tawar Eddy untuk mengalihkan pembicaraan dan mencairkan suasana yang agak canggung antara dia dan Milla. "Oh iya, Aku hampir lupa untuk menanyakannya kepadamu, mengapa Kamu mematikan listrik di pondokku?" tanya Milla yang tiba-tiba saja teringat tujuannya datang ke vila utama menemui Eddy tanpa menghiraukan tawaran yang baru saja dilontarkan olehnya. Bagaimana pun kalau disuruh memilih, tentu saja M