“Kenzo, kemana saja kamu?” bentak seorang perempuan dengan nada dari ujung telepon, membuat setiap telinga yang mendengar langsung minder dan ingin menutup diri. “Pembantu kurang ajar, berani-beraninya keluar tanpa izin!”
Melvin menatap Kenzo dengan pandangan penuh selidik, sedikit jengkel karena majikannya diperlakukan secara tidak hormat.
“Siapa yang berani berbicara setinggi itu padamu, Tuan?” Melvin bertanya dengan lembut sambil sedikit berbisik, “Madame Anneth atau Claudia?”
Kenzo hanya meletakkan telunjuk di mulutnya, menyuruh Kenzo diam sejenak sampai percakapan itu selesai.
“Sorry, Madam. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan.” Kenzo mencoba untuk jujur kepada Madame Anneth meskipun ia tahu omongannya tidak akan dipercaya.
“Hey, urusan katamu? Jangan sok sibuk!” Madame Anneth kembali meninggikan suaranya diiringi tertawa mengejek. “Urusan seperti apa yang dijalani gembel sepertimu. Mencuri jam tangan, ataukah menggoda perempuan di jalanan?”
Kenzo hanya diam tanpa membalas ocehan Madame Anneth. Dua tahun lebih ia diperlakukan seperti ini, bahkan semakin parah setelah Josh meninggal.
“Jangan mentang-mentang punya wajah rupawan dan postur atletis! Claudia setuju menikah denganmu itu terpaksa. Coba dulu si Josh tua itu cepat mati, Claudia tidak akan sengsara mendapatkan suami sepertimu.”
“Oke, Kenzo nanti pulang pu-”
“Pukul tujuh! Jangan injakkan kakimu lewat halaman depan! Pintu masukmu ada di belakang. Ingat, pukul tujuh, tidak ada toleransi lagi!”
Kenzo menoleh ke arah Melvin sembari menyunggingkan senyum. “Ini sudah biasa,” lirihnya.
Hampir dua puluh menit perjalanan, mobil Gallardo hijau itu berhenti tepat di depan sebuah bangunan mewah menjulang setinggi delapan tingkat. Tulisan ‘The Lyceum’ dengan bongkahan berlian di tengah-tengahnya sebagai lambang perusahaan nampak sangat menawan.
“Kita sudah sampai, Tuan, kali ini Anda bebas memberi keputusan. Anda sudah resmi jadi pemimpin The Lyceum.”
Kenzo melepas jas cokelatnya dan menanggalkan tuxedo hitam dengan brand super mewah khas Skotlandia. Seperti biasa, menyembunyikan penampilan adalah keahliannya dan ia lebih senang jika tidak ada seorang pun yang mengenali jati dirinya.
Dua satpam yang menjaga perusahaan nampak segan dengan Melvin. Keduanya membungkuk. Tapi, hal itu tidak berlaku bagi Kenzo. Dia ditatap tajam. Bahkan, salah satu satpam hampir memukulnya jikalau Melvin tidak lebih dulu mencegah.
Maklum, mereka menganggap Melvin yang memiliki Gallardo mewah, apalagi melihat pakaian Kenzo yang sungguh sederhana. Kemeja putih polos agak besar dengan kera dikancingkan sampai ujung atas, seperti orang culun dengan baju kedodoran.
“Maaf, Tuan, hanya mereka yang bersepatu yang diizinkan masuk.” Yosef memperingatkan halus.
Melvin menatap dua satpam itu dengan mata terbelalak, lantas membentak mereka dengan sangat keras. “Hey, jaga mulut kalian! Kalau tidak mau menyesal di akhir, cukup tutup mulut sampah itu!”
...
Tidak lama setelah itu, seorang perempuan cantik keluar dari dalam lobby perusahaan. Mungkin karena mendengar sedikit keributan, ia lantas menghampiri satpam yang berjaga.
“Keributan apa lagi ini? Mengganggu saja kalian berdua.” Entah untuk siapa umpatan itu ditujukan, kepada dua satpam itu ataukah Kenzo yang baru saja datang. “Jika kalian tidak bisa diam, segera keluar dari sini!”
“Mulut yang sungguh pedas untuk ukuran wajah secantik ini,” puja Kenzo sembari bertepuk tangan pelan. “Anda bukannya Nona Ellen Fransisca?”
“Siapa yang menyuruh pengemis masuk ke perusahaan mewah ini?” Perempuan itu menatap dua satpam di kanannya dengan pandangan mengancam. “Usir gembel ini atau kalian berdua saya pecat!”
Kenzo tampak menyelidik seluruh tubuh perempuan itu, dari atas ke bawah, tidak menyisakan satu centi pun yang terlewat. Sepertinya perempuan ini memiliki jabatan lumayan tinggi di The Lyceum. Dari name tag yang perempuan itu pakai, tertulis ‘Head of Officer’ atau kepala bagian pekerja.
“Ohhh, lancang sekali nona satu ini. Jabatan tinggi tapi mulut tidak pernah disekolahkan. Sungguh ironi sekali.” Melvin menggelengkan kepalanya sembari berdecak heran. “Anda mungkin tidak tahu siapa bos disini.”
“Anda siapa? Berani-beraninya menceramahi saya disini. Taruh hormatmu sedikit padaku! Dasar tamu tidak tahu diri, nilaimu hanya sebatas pada sepatu yang kupakai.”
Dengan seluruh kekayaannya, bisa saja Kenzo membeli perempuan itu dan menjadikannya budak. Tapi, dia bukan tipe lelaki buaya yang suka memanfaatkan perempuan. Dia hanya suka menyingkirkan mereka yang sombong dan arrogan, tidak mengerti apa itu cacian dan hinaan sebagai rakyat jelata.
“Siapa lelaki miskin ini? Bisa-bisanya kalian mempersilakan dia masuk ke perusahaan kita.” Ellen memaki dua satpam di hadapannya.
“Kami tidak berani, Non, mereka pemilik mobil Gallardo hijau yang diparkir di parkiran super VVIP,” ucap Udin.
Parkiran VIP ditujukan untuk tamu undangan atau rekan bisnis The Lyceum. Sedangkan, parkiran super VVIP hanya ditujukan bagi mereka para pemilik saham. Parkiran khusus untuk pemegang kekuasaan mutlak The Lyceum.
“Anda siapa?” tanya Ellen dengan nada arrogan. “Ada urusan apa Anda mendatangi perusahaan kami?”
Melvin dan Kenzo saling beradu tatap, seperti sudah memahami pribadi masing-masing. Mereka berdua kemudian mengangguk, hingga akhirnya Melvin buka suara.
“Hey, Nona yang disana!” Melvin menuding Ellen yang sedari tadi tidak senyum. “Ternyata begini caramu memperlakukan tamu. Tidak beradab sama sekali.”
“Hah?” Ellen sedikit tercengang, lantas membalas ucapan Kenzo. “Siapa Anda berani mengkritik Head of Officer? Orang seperti Anda memang pantas diperkejakan sebagai karyawan. Tapi sayang, kami tidak menerima lowongan pekerjaan.”
“Justru aku yang harusnya bilang padamu, Nona. Selamat, Anda dipecat. Perusahaan kami tidak menerima lowongan lagi!” Melvin menatap tajam ke arah Ellen.
Ellen sebenarnya khawatir akan jabatannya di The Lyceum, tapi dia memasang ekspresi seolah-olah apa yang dikatakan Melvin hanya bualan semata.
Karena tidak ingin semakin was-was atas ancaman Melvin, Ellen lantas masuk ke perusahaan dan pergi ke ruangan direktur di lantai dua. Di sana, ada Colin yang duduk dengan posisi kaki di atas meja.
Melihat Ellen gelagapan, Colin segera merentangkan tangannya, siap memeluk Ellen.
Ellen bercerita kalau ada seseorang bernama Kenzo sedang datang ke sini. Dia diancam akan dikeluarkan. Colin yang mendengar hal itu, tiba-tiba termenung lama. Niatnya Ellen hanya ingin bermanja di pelukan Colin, tapi malah Colin yang dibuat geram.
Brak!
Colin menggebrak meja sangat keras. “Kenzo sialan, bisa-bisanya dia datang ke daerah kekuasaanku! Akan kubuat dia merasakan akibatnya! Dia benar-benar datang, ini di luar perkiraanku.”
Sepuluh menit sebelum kedatangan Kenzo dan Melvin di kantornya, Colin sudah sangat kesal karena rencananya yang selama ini ia susun digagalkan oleh dua orang yang dia anggap sebagai kuman.Colin mengincar Claudia, tapi tidak berniat untuk mencintainya.Dia hanya mengincar tubuh indah wanita itu. Claudia berparas sangat anggun, hingga pada waktu itu ia yang baru saja menjabat sebagai CEO The Lyceum ikut terpukau.Banyak orang menginginkan jadi pendamping Claudia, tapi semua ditolak oleh Josh, kakeknya yang sekaligus founder Josh Development, perusahaan mekanik ternama di Skotlandia. Hingga pada suatu saat, Josh memilihkan seorang lelaki untuk dinikahkan dengan Claudia.Seorang pria tanpa asal-usul yang jelas, tidak punya pekerjaan tetap, juga miskin. Dia adalah Kenzo.“Ah, sialan! Kenapa harus ada lelaki bernama Kenzo itu? Sudah mengambil Claudia, kini ia ingin mengambil The Lyceum? Aku tidak boleh diam!”“Aaarggh!” Colin menggebrak meja, membuat beberapa kertas di atas meja itu melaya
Ellen yang khawatir dengan keadannya, buru-buru turun mengikuti langkah Robin. Dia langsung menatap Kenzo, tentu dengan pakaian yang sedikit terbuka. Disusul Colin, mereka bertiga turun melalui lift khusus petinggi.Harap-harap cemas Ellen mendekati Kenzo, siapa tahu laki-laki itu akan tergiur dengan kemolekan tubuhnya. Dia hanya bisa pasrah. Kini, dinasti Colin di perusahaan runtuh. Kaisarnya sekarang adalah Kenzo Daidalos.Sebaliknya, Kenzo tidak tergoda sama sekali. Dia menoleh ke arah Melvin, lantas kembali mengalihkan pandangannya ke mata Ellen.“Dan kamu, Nona cantik,” Kenzo menunjuk ke arah Ellen yang kemeja biru dongkernya masih sedikit terbuka di bagian atas, kira-kira dua kancingnya tidak terkait satu sama lain. “Kamu bisa tetap berada di sini.”Colin mengerang pelan, menumpahkan amarahnya yang tidak bisa terungkap dengan kata-kata. Meskipun dapat uang puluhan juta dollar setelah proses akusisi The Lyceum, dia tetap tidak menyukai Kenzo karena telah merebut Claudia.“Nona El
Kenzo tahu, Rika adalah pemimpin Keluarga Latusia sekaligus mantan suami Josh. Mereka bercerai ketika Josh memilih Kenzo jadi suami. Rika sama sekali tidak setuju akan keputusan itu.Apa yang diucapkan Rika sudah seperti titah bagi orang-orang di keluarga Latusia. Dan, baru saja titah itu keluar: dia harus menceraikan Claudia.“Maaf, Nek, tapi aku tak akan menceraikan Claudia,” ucap Kenzo, akhirnya.Ruangan seketika begitu hening. Kenzo baru saja menentang sang pemimpin Keluarga Latusia.“APA KATAMU!?” bentak Rika, sambil memelototi Kenzo.Naik pitam, wanita tua itu melempar sebuah piring kaca di dekatnya ke arah Kenzo. Potongan kue di piring itu mendarat di wajah Kenzo, membuat wajahnya itu tertutup selai cokelat dan foam vanilla kue.Dan bukan hanya itu, piring kecil itu pun menghantam pipi Kenzo, meninggalkan luka gores di sana. Pecahan piring itu kemudian terserak di lantai.“Kamu pikir kamu siapa, hah? Berani-beraninya kamu membantahku!” bentak Rika lagi.Kenzo tak membalas. Dia
Kenzo sempat akan membalas pesan-pesan itu, menanyakan dari mana Melvin mendapatkan nomornya. Tapi dia urungkan niatnya.Dia masih belum bisa memercayai wanita itu. Menurutnya lebih baik pesan-pesan itu dia abaikan saja.Selesai membersihkan luka-lukanya, Kenzo keluar dari toilet.Baru saja membuka pintu toilet, langkahnya langsung terhenti. Hampir saja dia bertabrakan dengan seorang gadis cantik.“Ah, kamu…,” ucap Kenzo, menyadari kalau si gadis cantik yang hampir bertabrakan dengannya itu adalah Liani.Tanpa sepengetahuan Kenzo, Liani memang mengikutinya sampai ke toilet.Pandangan mereka bertemu. Perbedaan tinggi membuat Kenzo harus menunduk agar bisa bertatap langsung dengan gadis itu.Mata Kenzo menyusuri paras cantik Liani, bergerak ke bawah, hingga dia melihat belahan dada Liani. Malam itu Liani memang mengenakan gaun yang menunjukkan belahan dadanya yang tampak indah itu.“Eh, ma-maafkan aku. Aku tidak sengaja melihatnya,” lirih Kenzo, lantas memalingkan muka.Pipi Liani berse
Orang-orang yang terganggu dengan dering ponsel jadul Kenzo ini mulai mencacinya, memClaudiaya segera mengangkat panggilan. Kenzo keluar, ternyata itu telepon dari Melvin yang mengabari kalau Tuan Besar Juta akan membiayai pengobatan operasi Suci, salah satu orang yang paling berjasa di hidup Kenzo selama dia meninggalkan Daidalos.Kenzo selama ini dirawat oleh Suci sebelum dia bertemu dengan Josh. Bisa dibilang, Suci adalah ibu angkat Kenzo dan karena Suci pula dia bisa bertemu dengan Josh. Suci bagai malaikat penolong kala Kenzo sedang resah dan butuh tempat cerita.Namun, kabar tidak mengenakkan terdengar tiga tahun lalu, setahun sebelum Kenzo menikah dengan Claudia.Kenzo mendapat kabar bahwa ibundanya harus menjalani terapi bulanan. Terlebih, biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit. Operasi ibu angkatnya itu butuh uang miliaran sehingga, mau tidak mau, Kenzo harus berusaha menjalani hal tersebut.Dibantu biaya dari Josh, Kenzo tidak melanggar sumpahnya untuk tidak menggunakan s
“Oh, berani melawan? Lihat saja, seluruh bodyguardku akan membuatmu cacat permanen! Setelah ibumu mati, kamu akan menyusulnya. Bukan ke rumah sakit, tapi ke liang lahat!?”Bukannya ciut diancam Steve, dengan percaya dirinya, Kenzo balik menantang mereka. Dia sungguh tak terima Steve bicara soal ibunya dengan cara seperti itu.“Majulah, aku tidak takut! Aku bisa melawan kalian, tanpa senjata sekalipun!”Teringat ucapan Melvin, sepertinya Kenzo mulai percaya kalau dia memang Tuan Muda, sesuai yang diungkap Melvin siang tadi. Lebih-lebih setelah kartu hitam itu bisa digunakan untuk transaksi apapun.Belum lagi, tentang insting liarnya, reflek cepat, serta kemampuan beladiri yang dia miliki.Semua itu tidak mungkin didapat secara instan. Dia yakin, di masa lalunya dia banyak berhadapan dengan aksi-aksi yang memacu adrenalin.“Kamu bisa menghinaku, Steve! Tapi, jangan sekali-kali, menghina ibuku!?”“Cih, malah nantang maut? Oke. Aku beri apa yang kamu minta. Tapi, jangan salahkan aku misal
Kenzo tidak tahu harus pergi ke mana setelah ini. Tidak ada mobil, tidak ada jemputan, tidak pula punya teman yang bisa ditumpangi. Dia ingin menghubungi Tuan Besar, tapi dia tidak boleh menggantungkan diri hanya karena janji dan komitmennya sudah tuntas.Saat tengah berjalan menyusuri jalanan ibukota, Kenzo merogoh sakunya. Dia ingat jika Melvin menyuruhnya datang ke suatu tempat untuk melihat file berkas Daidalos; tempat rahasia yang hanya diketahui orang-orang penting Daidalos.Baru saja dia melangkahkan kaki pergi ke titik koordinat yang dikirim Melvin kemarin, Martha kembali menelepon. Kali ini, dia minta Kenzo datang ke villa untuk menyelesaikan urusan yang tadi belum tuntas di hotel Lunar.Kenzo pun kembali ke villa Keluarga Latusia. Setibanya di villa, pandangan dua penjaga gerbang membuat Kenzo mengernyitkan dahi.“Tumben mereka sinis, biasanya mereka menyambutku sebagai menantu Keluarga Latusia, walau hanya menantu sampah.”Kenzo melangkah ke pintu depan villa.Setiap orang
Jika Kenzo menyelesaikan ini dengan emosi, yang hancur bukan lagi fisiknya, tapi mental dan harga dirinya. Sebagai Tuan Muda, harusnya dia mengayomi, bukan menyakiti. Meski dilukai berkali-kali, Kenzo tetaplah Kenzo, dia pantang menyakiti wanita, apalagi menyakiti secara fisik. Dan, sialnya lagi, penghuni rumah Keluarga Latusia, semuanya wanita.“Maaf,” kata singkat yang terlontar dari mulut Kenzo.“Tidak ada maaf bagimu!? Kamu, kamu, kamu sudah lancang nyakitin Mama! Tuh, lihat, lengan tangan Mama sampai merah kayak gitu!? Dasar brengsek, aku nggak sudi punya kakak ipar macam kamu ... cuih!”Kenzo makin naik pitam, tangannya mengepal dan matanya mulai merah.Tapi, separah apapun hinaan dan cerca fisik yang dia dapat, dia tetap tak bisa membalas.“Makan tuh, ludah! Laki-laki brengsek nggak pantas buat dihormati. Udah brengsek, nyakitin perempuan pula!”“Diam kamu!” Kenzo coba mengancam.“Apa? Mau nantang aku? Mau nampar, atau pukul? Sini, aku siap menerima semuanya. Jangankan tampar