Share

4. Maaf, Nona, Tidak Ada Lowongan Kerja

“Kenzo, kemana saja kamu?” bentak seorang perempuan dengan nada dari ujung telepon, membuat setiap telinga yang mendengar langsung minder dan ingin menutup diri. “Pembantu kurang ajar, berani-beraninya keluar tanpa izin!”

Melvin menatap Kenzo dengan pandangan penuh selidik, sedikit jengkel karena majikannya diperlakukan secara tidak hormat.

“Siapa yang berani berbicara setinggi itu padamu, Tuan?” Melvin bertanya dengan lembut sambil sedikit berbisik, “Madame Anneth atau Claudia?”

Kenzo hanya meletakkan telunjuk di mulutnya, menyuruh Kenzo diam sejenak sampai percakapan itu selesai.

“Sorry, Madam. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan.” Kenzo mencoba untuk jujur kepada Madame Anneth meskipun ia tahu omongannya tidak akan dipercaya.

“Hey, urusan katamu? Jangan sok sibuk!” Madame Anneth kembali meninggikan suaranya diiringi tertawa mengejek. “Urusan seperti apa yang dijalani gembel sepertimu. Mencuri jam tangan, ataukah menggoda perempuan di jalanan?”

Kenzo hanya diam tanpa membalas ocehan Madame Anneth. Dua tahun lebih ia diperlakukan seperti ini, bahkan semakin parah setelah Josh meninggal.

“Jangan mentang-mentang punya wajah rupawan dan postur atletis! Claudia setuju menikah denganmu itu terpaksa. Coba dulu si Josh tua itu cepat mati, Claudia tidak akan sengsara mendapatkan suami sepertimu.”

“Oke, Kenzo nanti pulang pu-”

“Pukul tujuh! Jangan injakkan kakimu lewat halaman depan! Pintu masukmu ada di belakang. Ingat, pukul tujuh, tidak ada toleransi lagi!”

Kenzo menoleh ke arah Melvin sembari menyunggingkan senyum. “Ini sudah biasa,” lirihnya.

Hampir dua puluh menit perjalanan, mobil Gallardo hijau itu berhenti tepat di depan sebuah bangunan mewah menjulang setinggi delapan tingkat. Tulisan ‘The Lyceum’ dengan bongkahan berlian di tengah-tengahnya sebagai lambang perusahaan nampak sangat menawan.

“Kita sudah sampai, Tuan, kali ini Anda bebas memberi keputusan. Anda sudah resmi jadi pemimpin The Lyceum.”

Kenzo melepas jas cokelatnya dan menanggalkan tuxedo hitam dengan brand super mewah khas Skotlandia. Seperti biasa, menyembunyikan penampilan adalah keahliannya dan ia lebih senang jika tidak ada seorang pun yang mengenali jati dirinya.

Dua satpam yang menjaga perusahaan nampak segan dengan Melvin. Keduanya membungkuk. Tapi, hal itu tidak berlaku bagi Kenzo. Dia ditatap tajam. Bahkan, salah satu satpam hampir memukulnya jikalau Melvin tidak lebih dulu mencegah. 

Maklum, mereka menganggap Melvin yang memiliki Gallardo mewah, apalagi melihat pakaian Kenzo yang sungguh sederhana. Kemeja putih polos agak besar dengan kera dikancingkan sampai ujung atas, seperti orang culun dengan baju kedodoran.

“Maaf, Tuan, hanya mereka yang bersepatu yang diizinkan masuk.” Yosef memperingatkan halus.

Melvin menatap dua satpam itu dengan mata terbelalak, lantas membentak mereka dengan sangat keras. “Hey, jaga mulut kalian! Kalau tidak mau menyesal di akhir, cukup tutup mulut sampah itu!”

...

Tidak lama setelah itu, seorang perempuan cantik keluar dari dalam lobby perusahaan. Mungkin karena mendengar sedikit keributan, ia lantas menghampiri satpam yang berjaga.

“Keributan apa lagi ini? Mengganggu saja kalian berdua.” Entah untuk siapa umpatan itu ditujukan, kepada dua satpam itu ataukah Kenzo yang baru saja datang. “Jika kalian tidak bisa diam, segera keluar dari sini!”

“Mulut yang sungguh pedas untuk ukuran wajah secantik ini,” puja Kenzo sembari bertepuk tangan pelan. “Anda bukannya Nona Ellen Fransisca?”

“Siapa yang menyuruh pengemis masuk ke perusahaan mewah ini?” Perempuan itu menatap dua satpam di kanannya dengan pandangan mengancam. “Usir gembel ini atau kalian berdua saya pecat!”

Kenzo tampak menyelidik seluruh tubuh perempuan itu, dari atas ke bawah, tidak menyisakan satu centi pun yang terlewat. Sepertinya perempuan ini memiliki jabatan lumayan tinggi di The Lyceum. Dari name tag yang perempuan itu pakai, tertulis ‘Head of Officer’ atau kepala bagian pekerja.

“Ohhh, lancang sekali nona satu ini. Jabatan tinggi tapi mulut tidak pernah disekolahkan. Sungguh ironi sekali.” Melvin menggelengkan kepalanya sembari berdecak heran. “Anda mungkin tidak tahu siapa bos disini.”

“Anda siapa? Berani-beraninya menceramahi saya disini. Taruh hormatmu sedikit padaku! Dasar tamu tidak tahu diri, nilaimu hanya sebatas pada sepatu yang kupakai.”

Dengan seluruh kekayaannya, bisa saja Kenzo membeli perempuan itu dan menjadikannya budak. Tapi, dia bukan tipe lelaki buaya yang suka memanfaatkan perempuan. Dia hanya suka menyingkirkan mereka yang sombong dan arrogan, tidak mengerti apa itu cacian dan hinaan sebagai rakyat jelata.

“Siapa lelaki miskin ini? Bisa-bisanya kalian mempersilakan dia masuk ke perusahaan kita.” Ellen memaki dua satpam di hadapannya.

“Kami tidak berani, Non, mereka pemilik mobil Gallardo hijau yang diparkir di parkiran super VVIP,” ucap Udin.

Parkiran VIP ditujukan untuk tamu undangan atau rekan bisnis The Lyceum. Sedangkan, parkiran super VVIP hanya ditujukan bagi mereka para pemilik saham. Parkiran khusus untuk pemegang kekuasaan mutlak The Lyceum.

“Anda siapa?” tanya Ellen dengan nada arrogan. “Ada urusan apa Anda mendatangi perusahaan kami?”

Melvin dan Kenzo saling beradu tatap, seperti sudah memahami pribadi masing-masing. Mereka berdua kemudian mengangguk, hingga akhirnya Melvin buka suara.

“Hey, Nona yang disana!” Melvin menuding Ellen yang sedari tadi tidak senyum. “Ternyata begini caramu memperlakukan tamu. Tidak beradab sama sekali.”

“Hah?” Ellen sedikit tercengang, lantas membalas ucapan Kenzo. “Siapa Anda berani mengkritik Head of Officer? Orang seperti Anda memang pantas diperkejakan sebagai karyawan. Tapi sayang, kami tidak menerima lowongan pekerjaan.”

“Justru aku yang harusnya bilang padamu, Nona. Selamat, Anda dipecat. Perusahaan kami tidak menerima lowongan lagi!” Melvin menatap tajam ke arah Ellen.

Ellen sebenarnya khawatir akan jabatannya di The Lyceum, tapi dia memasang ekspresi seolah-olah apa yang dikatakan Melvin hanya bualan semata.

Karena tidak ingin semakin was-was atas ancaman Melvin, Ellen lantas masuk ke perusahaan dan pergi ke ruangan direktur di lantai dua. Di sana, ada Colin yang duduk dengan posisi kaki di atas meja.

Melihat Ellen gelagapan, Colin segera merentangkan tangannya, siap memeluk Ellen.

Ellen bercerita kalau ada seseorang bernama Kenzo sedang datang ke sini. Dia diancam akan dikeluarkan. Colin yang mendengar hal itu, tiba-tiba termenung lama. Niatnya Ellen hanya ingin bermanja di pelukan Colin, tapi malah Colin yang dibuat geram.

Brak!

Colin menggebrak meja sangat keras. “Kenzo sialan, bisa-bisanya dia datang ke daerah kekuasaanku! Akan kubuat dia merasakan akibatnya! Dia benar-benar datang, ini di luar perkiraanku.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status