Share

6. Pesta Penuh Hinaan

Ellen yang khawatir dengan keadannya, buru-buru turun mengikuti langkah Robin. Dia langsung menatap Kenzo, tentu dengan pakaian yang sedikit terbuka. Disusul Colin, mereka bertiga turun melalui lift khusus petinggi.

Harap-harap cemas Ellen mendekati Kenzo, siapa tahu laki-laki itu akan tergiur dengan kemolekan tubuhnya. Dia hanya bisa pasrah. Kini, dinasti Colin di perusahaan runtuh. Kaisarnya sekarang adalah Kenzo Daidalos.

Sebaliknya, Kenzo tidak tergoda sama sekali. Dia menoleh ke arah Melvin, lantas kembali mengalihkan pandangannya ke mata Ellen.

“Dan kamu, Nona cantik,” Kenzo menunjuk ke arah Ellen yang kemeja biru dongkernya masih sedikit terbuka di bagian atas, kira-kira dua kancingnya tidak terkait satu sama lain. “Kamu bisa tetap berada di sini.”

Colin mengerang pelan, menumpahkan amarahnya yang tidak bisa terungkap dengan kata-kata. Meskipun dapat uang puluhan juta dollar setelah proses akusisi The Lyceum, dia tetap tidak menyukai Kenzo karena telah merebut Claudia.

“Nona Ellen yang cantik nan menawan, Anda memiliki hak pilih yang mutlak sekarang.” Melvin berucap sembari membenarkan jasnya yang agak miring ke kiri.

“Mengikuti Tuan Kenzo dan tetap berada d isini, atau memilih pacar Anda? Colin pasti bingung menghamburkan uang jutaan dollar miliknya. Kurang enak apa, hanya menawarkan kenikmatan yang kau sendiri juga merasakannya, tapi kau juga dibayar mahal untuk itu.”

“Apa katamu? Tarik kembali ucapanmu, dasar gembel tidak tahu diri!” Colin menjatuhkan koper dan tas yang ia tenteng, berlari dan akan menerjunkan satu bogeman kepada Kenzo. “Kau rebut Claudia dariku, lalu The Lyceum. Sekarang apalagi? Ellen? Maumu apa? Katakan!”

Colin berlari sekencang mungkin, memusatkan tenaganya pada satu pukulan penuh amarah untuk Kenzo. Amarah karena merebut Claudia, amarah karena harga dirinya direndahkan.

“Buukk,” suara bantingan terdengar setelah itu.

Tidak sampai satu meter jarak Colin dari Kenzo, Melvin sudah membanting lelaki itu dengan cepatnya. Kenzo yang tidak nampak ketakutan sedikitpun, langsung menyuruh dua satpam di depannya untuk menyeret Colin.

“Singkirkan dia! Aku sudah muak melihat muka itu. Muka yang membuatku ingin muntah!”

Salah satu satpam dengan badan yang lumayan gemuk membantu Colin berdiri, sementara satunya membawa tas dan koper mantan CEO mereka.

Colin sudah beres, Robin juga tidak ada masalah dengan Kenzo, pun dua satpam itu nampak sangat menghormati Kenzo sebagai pemimpin baru mereka. Tinggal Ellen, dia masih bingung untuk memutuskan.

“Ellen Fransisca Febiola, malang sekali nasibmu. Merelakan tubuh indahmu untuk seorang iblis seperti Colin.” Nada suara Kenzo sedikit memprovokasi Ellen. Memang, dia sudah niat melakukan itu sejak awal. “Kini, tentukan nasibmu! Tetap menjadi pemuas lelaki buaya ataukah masih berminat mengabdi untuk The Lyceum?”

Gadis cantik itu hanya bisa diam.

“Tiga detik dari sekarang,” Kenzo terus menerjang tanpa ampun. “Tiga, dua, sa-”

“Disini, Tuan, aku akan tetap disini. Aku akan setia pada The Lyceum.”

“Robin,” Kenzo berucap lantang di hadapan Ellen, Melvin, dan dua satpam yang sudah kembali setelah membopong Colin yang dibanting. “Semua tanggung jawab perusahaan ada di tanganmu. Lakukan apapun. Melihat track recordmu di perusahaan, aku yakin kau orang yang bertanggung jawab.”

“Tapi, Tuan, aku hanya-” Robin menyentuh bahu Kenzo.

“Tidak ada tapi, perintahku mutlak. Sekarang, aku umumkan, mulai detik ini The Lyceum resmi dipimpin oleh Robin Anderson selaku CEO merangkap direktur utama.”

Semua hanya terdiam, termasuk Ellen yang tadinya merendahkan Kenzo yang berpakaian kaos dan sandal jepit biasa. Mereka hanya menunduk, mendengarkan dan mengiyakan apa kata pemimpin baru mereka.

...

Hampir pukul tujuh, Kenzo harus segera pulang ke rumah mertuanya.

Baru saja dia menginjakkan kaki di halaman depan villa, Claudia langsung melempar parfum beserta kaos putih kasual. “Jadi sopir keluarga kaya juga harus memperhatikan pakaian, tidak semata-mata menggunakan kaos oblong dan celana komprang. Cepat ganti, kita harus pergi menghadiri pesta nenek!”

“Nggak usah masuk rumah, bikin bau aja! Orang sepertimu cukup pakai parfum tiga puluh ribuan sama kaos oblong ini. Toh dirimu datang sebagai sopir, bukan tamu undangan pesta.” Claudia melempar kaos yang akan dikenakan Kenzo.

Kenzo merunduk, meratapi nasibnya sebagai suami kontrak sekaligus pembantu Keluarga Latusia. Andai dia menerima tawaran Melvin tadi sore, dia sudah hengkang dari keluarga keji ini dan kembali menjadi Tuan Muda Daidalos.

“Oh ya,” kata Claudia, langkahnya terhenti. “Itu rumput di halaman depan masih belum dipotong. Sebelum ganti baju, jangan lupa potong rumput di sana. Nggak enak dipandang, sama sepertimu!”

Dengan perasaan kesal, Kenzo mengambil parfum, kaos oblong, dan mesin pemotong rumput yang ada di dekat pintu masuk villa.

Tidak perlu waktu lama Kenzo menghabiskan rumput-rumput yang menjulang tinggi di halaman, dia lantas ganti pakaian di balik rimbunan semak halaman villa Keluarga Latusia.

Bersama seluruh anggota Keluarga Latusia, Kenzo mengendarai mobil mercy putih dan berangkat menuju Hotel Lunar, salah satu hotel paling mewah di ibukota.

Kenzo diminta parkir di parkiran VVIP hotel. Dia membuka pintu, tapi sepatu Claudia bergerak cepat menginjak kaki kanannya.

“Sshh,” Kenzo mendesis, tapi Claudia tidak peduli.

“Kau tidak pernah diajarkan tentang sopan santun?! Tidak pernah ada dalam sejarah, pembantu jalan berdampingan dengan majikan! Saat ini kau harus bertingkah layaknya sopir pribadi Keluarga Latusia, tidak lebih.”

Madame Anneth mendekati Kenzo, lalu mendorongnya sampai pria itu terbentur pintu atas mobil.

“Kau itu sopir, kau tidak perlu masuk ke dalam hotel! Sukanya bikin malu keluarga, masih untung Josh menolongmu. Kalau tidak, kau pasti tinggal di jalanan dengan pakaian compang-camping!”

“Tunggu saja di mobil,” kata Tuan Bram, istri Madame Anneth sekaligus ayah kandung Claudia.

Kenzo menunggu di dalam mobil, meratapi nasibnya yang begitu hina. Dia bingung harus bagaimana. Ada niatan dia pergi meninggalkan Claudia dan kembali jadi seorang miliarder. Tapi, jika itu terjadi, maka dia dianggap gagal menjalani ujian kebijaksanaan dan kesabaran.

“Sabar, Zo, kurang beberapa hari sampai kau genap dua bulan jadi menantu sampah,” batinnya menyemangati diri sendiri. “Kau harus bisa bertahan, Zo. Kesabaran dan kebijaksaanmu dalam menyikapi ini, dipertaruhkan dalam beberapa hari terakhirmu jadi menantu. Ujian hari-hari terakhir memang yang paling berat.”

Tidak lama kemudian, Claudia dan Madame Anneth datang, lalu menyuruh Kenzo masuk ke dalam hotel.

Baru saja menginjakkan kaki di hall utama hotel, tempat pesta berlangsung, Kenzo langsung ditertawakan seluruh tamu undangan, tak terkecuali Madame Anneth, ibu kandung Claudia.

“Eh, itu siapa? Tukang cuci piring, atau cleaning service bagian bersih-bersih lantai?”

“Lihat pakaiannya, kaos oblong putih sama celana hitam komprang! Dih, orang miskin emang bisa dilihat dari cara dia berpakaian.”

“Dia ganteng, lho, kekar pula! Hebat sekali Keluarga Latusia punya tukang cuci piring seperti pria itu. Tapi ya, setampan apapun laki-laki, kalau tidak punya harta, ya percuma... sama saja sampah!”

Kenzo tidak peduli dengan cemoohan, dia tetap melangkah, mengikuti ke mana Claudia pergi.

Sesampainya di salah satu ruangan mewah di ujung hall utama hotel, Kenzo melihat seorang perempuan paruh baya duduk di atas kursi. Perempuan itu memandang tajam ke arahnya.

“Claudia, ini suamimu?!” Rika terbelalak begitu melihat Kenzo. “Cih, mau ditaruh mana muka Keluarga Latusia ketika semua miliarder tahu kau punya suami miskin dan dekil sepertinya. Aku tidak mau tahu, ceraikan dia malam ini juga!”

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Yulia Rongkang
iya buka bab iklan aja biar bacanya gk nanggung
goodnovel comment avatar
Ari Suci
bukak bab beeikutnya .mbok pakai iklan aja biar asik bacanya.bosku
goodnovel comment avatar
Mega Setyarini Drw Skincare
haduhhh namanya kebolak kebalik kadang jadi bingung..jozs memilih kenzo jadi suami..hai...tapi yo sudahlah...bagus kok ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status