“Anak mana?” tanya seorang gadis berparas jawa nan sangat ayu pada Olivia, yang sedang sibuk makan es krim usai kelas kuliah perdana barusan. “Aku? Aku dari Sydney. Kamu, Cica kan? Aku lihat kamu tadi, waktu kamu di panggil ke depan sebagai perwakilan siswa baru. Kenalkan nama ku Olivia.” Olivia mengulurkan tangannya guna berjabat tangan dengan Cica. “Aku Marisa, tapi sedari kecil di panggil Cica. Aku asal Surabaya. Tapi sudah sejak keciil tinggal di Jakarta.” Cica pun langsung memposisikan dirinya duduk di sebelah Olivia. “Surabaya? Dimana itu?” tanya Olivia yang memang tidak tahu banyak tentang kota-kota di Indonesia. Maklum sedari orok dia sudah berada di Sydney. “Loh? Loh? Surabaya nggak tahu ta? Bule murni ini pasti!” Cicit Cica membercandai Olivia. “Bule murni kok fasih bahasa Indonesia?! Bule bakwan ini! Campur semua!” Kekeh Olivia sambil tertawa. “Mama ku itu Indo dan papa ku Inggris, numpang hidup lama di Sydney.” Jelas Olivia, kemudian. “Owalaah! Tapi kamu nggak keliha
“Hai cewek. Anak baru ya?” goda seorang pria dengan mata jelalatannya memandang belahan dada Olivia. Olivia yang tidak ingin meladeni tamu norak seperti itu, hanya melemparkan senyum tipisnya lalu berlalu dari hadapan pria itu usai meletakkan minuman yang mereka pesan. “Hei! Ayoo! Temani kami dulu!” si pria dengan lancangn menahan tangan Olivia, dan sontak hal itu membuat teman-teman si pria langsung bersorak girang. Olivia yang risih dengan hal itu, menepis tangan pria itu dengan kasar. Dia tidak suka ada orang yang menyentuhnya tanpa izinnya. “Heei! Berani juga kau, cantik!” Si pria dengan lancang menarik Olivia dengan kencang, hingga tubuh mungil Olivia terjatuh ke atas pangkuannya. “Lepaskan aku!!” Teriak Olivia meronta, tapi pria itu dan teman-temannya malah tertawa. Mereka tidak menghiraukan teriakan Olivia. “Udah deh! Lanjut di kamar aja sono!!” ucap salah seorang teman pria itu. “Tapi setelah itu, kau harus memanggil ku! Aku juga ingin mencicipinya!” sambung teman si pri
“Ini bukan urusan mu! Wanita ini milik ku!” balas si pria tidak kalah lantangnya. Jujur saja dia merasa terhina di perlakukan seperti itu oleh orang asing di depan seorang pelayan rendahan. “Kalau kau membutuhkan seorang wanita, maka akan aku berikan pada mu.” Ucap si penolong Olivia sambil mendorong kasar wanita yang sedang berdiri di sampingnya. “Kau ingin pelacurkan? Maka ambil lah pelacur itu. Dia bisa melayani mu hingga besok.” Cetus si penolong. “Cih! Kau pasti tidak mengenal ku! Berani sekali kau merendahkan ku! Cepat singkirkan tangan mu, dan jangan ikut campur urusan ini. Aku bahkan bisa membuat kau di tendang dari diskotik ini. Orang kaya nangung, berani menantang ku.” Ketus si pria dengan sombongnya. “Jody, kasih pelajaran aja pria ini! Sepertinya dia nggak kenal kamu!” seru salah seorang pria yang bernama Jody itu. “Kalau dia tahu kamu salah satu investor hotel ini, dia pasti menyesal udah buat gara-gara sama kamu!”tambah teman Jody yang lainnya. Jody tersenyum sombon
“Bacalah. Ini ada kontrak yang berisi kesepatakan yang telah kita setujui.” Samuel mendorong selembar kertas yang ada di atas meja ke arah Olivia.Olivia meraih kertas itu. Meskipun Samuel mengatakan kalau kontrak itu berisi kesepakatan yang telah mereka buat, Olivia tidak serta merta percaya begitu saja. Dia harus mengecek ulang setiap butir yang ada di dalam kontrak itu agar dirinya tidak menyesal di kemudian hari.Mata Olivia mulai mengikuti line demi line yang tertulis. Awalnya, semua tertulis persis seperti kesepakatan yang telah mereka buat. Tapi setelah memasuki line-line terakhir, Olivia sampai harus membaca berulang-ulang kalimat demi kalimat.“Ini apa?” tunjuk Olivia dengan nada sengit pada Samuel.“Apa kau tidak bisa membaca?” Jawab Samuel dengan muka cuek nya.“Tentu saja aku bisa membaca! Tapi permasalahannya, ini maksdunya apa? Kenapa kau sampai menuliskan list pekerjaan yang boleh dan tidak boleh aku kerjakan?!” Sentak Olivia marah.“Karena tidak semua pekerjaan itu ba
Samuel berusaha menenangkan dirinya sambil menatap bintang-bintang dari balkon kamarnya. Saat ini dia berusaha memahami perasaannya sendiri. Jujur saja, semenjak menyadari kalau dirinya begitu peduli dengan Olivia, dan merasakan marah saat Olivia mengatakan diri Olivia adalah wanita murahan, Samuel mulai mempertanyakan alasan sebenarnya ia tidak ingin Olivia menjadi anggota keluarganya. Atau lebih tepatnya, menjadi keponakannya. Benarkah itu semua karena Olivia di mata Samuel adalah cewek murahan? Atau jangan-jangan karena alasan lain. Pikiran Samuel pun buntu. Semakin dia pikirkan, malah semakin dia menolak jawaban yang pikiran dan hatinya berikan. “Tidak! Itu tidak mungkin!” Samuel terus memungkiri jawaban yang diberikan dari dalam sana. Samuel pun memutuskan untuk mengakhiri sesi renungan malam yang menyesatkan pikirannya ini. Dan beranjak untuk tidur sebab besok pagi di sudah harus masuk kantor, dan sorenya dia harus ke hotel untuk mengurusi hotel dan diskotik. *** Di tempa
“Tolong antarkan ini, Liv.” Pinta Cica yang sama sekali tidak tahu tentang kejadian kemarin. Olivia memang sengaja tidak bercerita apapun pada Cica. Menurut Olivia, toh itu bukan kesalahan Cica. Semua masalah memang pure dari otak sedeng enam pria brengsek itu.Hanya saja, mulai hari ini Olivia meminta pada Bagas agar dia hanya melayani tamu di ruangan utama. Tidak ada lagi yang namanya pelayanan untuk tamu VIP atau VVIP.“Oke.” Jawab Olivia, lalu mengambil minuman yang Cica persiapkan.“Liv, meja yang di pojok juga ya.” Teriak bartender yang bernama Bayu.“Titipin ke Cica dulu aja. Ntar aku ambil dan bawa ke sana.” Balas Olivia.“Udah! Biar aku aja.” Cica yang memang sedari tadi tidak melakukan apa-apa, kerena kasihan melihat Olivia mondar mandir, akhirnya berinisiatif untuk mengantarkan minuman itu meja tamu.Olivia dan Cica kemudian berjalan sambil membawa minuman ke arah yang berlawanan.Awalnya semua baik-baik saja. Olivia mengantarkan minuman di tangannya tanpa masalah. Namun s
“Sam, lepasin tangan kamu. Kamu menyakiti dia.” Sebut Dario saat Samuel ingin menarik paksa Olivia untuk ikut bersamanya.“Dia adalah tanggung jawab ku!” balas Samuel dengan lantang.“Aku memang tidak tahu apa yang terjadi. Tapi yang pasti, saat ini kau menyakitinya. Lepaskan dia.” Tegas Dario.“Aku menyakiti nya atau tidak, itu bukan urusan mu.” Kecam Samuel lalu menarik Olivia dengan paksa, untuk pergi dari tempat itu.Dario hanya menatap datar saat Samuel membawa Olivia. Entah apa yang ada saat ini di dalam kepalanya. Tapi yang pasti, setelah Samuel dan Olivia benar-benar sudah tidak terlihat lagi, sebuah senyuman misterius terbit di sudut bibirnya.Sementara itu, Sonya yang ditinggal begitu saja oleh Samuel di diskotik itu, menatap penuh benci pada Olivia. Meskipun Olivia sudah tidak terlihat lagi, tatapan yang penuh kebencian itu tak kunjung memudar.***Samuel menyeret Olivia ke kamarnya yang berada di lantai paling atas hotel itu. Dengan kasar Samuel menghempaskan tubuh Olivia
“Bukannya itu, Arya?” Gumam Sonya, yang langsung menarik tangan Samuel di sebelahnya mendekat ke pasangan yang sedang menikmati bakmi di salah satu lapak yang ada di mall Suryamadu.“Arya kan?” Sapa Sonya dengan sangat yakin.“Sonya?”“Tuh kan! Apa aku bilang sayang. Si Arya kan?” Ujar Sonya ke Samuel yang malah terlihat fokus melihat gadis yang duduk di depan Arya.“Sam, Sonya- ayo gabung. Kenalin ini Olivia, siswa ku.” Imbuh Arya.Olivia langsung merasa ada tercekat di tenggorokannya. Dengan hati yang berdeup kencang, Olivia menunggu reaksi yang akan Samuel berikan. Akan kah Samuel akan menariknya pergi seperti tadi malam? Atau jangan-jangan Samuel akan meneriakinya wanita murahan di depan dosennya.Olivia berdoa dalam hati agar mulut sampah Samuel tidak nyerocos di sini.“Ya, tentu saja.” Jawab Samuel, yang membuat Olivia langsung menoleh padanya.Tapi setelah Olivia menoleh padanya, Samuel malah tidak bereaksi apa-apa. Malah di luar prediksi, Sonya lah yang bersuara.“Olivia?? Ast