LOGIN“Eh eh eh bang tunggu dulu dong main pergi-pergi aja,” ucap gadis itu.
“Astagaaa mau apalagi sih mbak?” Kekesalan Dafa sudah semakin bertambah. “Temenin saya makan siang,” gadis itu tersenyum manis menunjukkan lesung pipi yang ada di kedua pipinya. “Saya gak mau please stop jangan ganggu saya,” ucap Dafa. Gadis itu dengan cepat mengambil kontak motor Dafa dan menyembunyikannya ditas mininya. “Nih kalau bisa ambil nanti kan orang-orang ngiranya abang mau jambret saya,” gadis itu tertawa cekikikan melihat wajah kesal Dafa. Dafa hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar, kenapa bisa dia dipertemukan gadis asing dan aneh itu. “Maunya mbak apasih?” Ketus Dafa. “Saya kan udah bilang temenin saya makan siang, udah deh bang cepetan saya udah laper nih gak capek dari tadi debat mulu sama saya apa abangnya suka ya debat sama saya hehe,” ucap gadis itu dengan percaya dirinya. Dafa hanya bisa pasrah saat gadis itu menarik dirinya dan dibawa masuk kedalam cafe itu. “Kenapa kita kesini cafe ini kan mahal?” Tanya Dafa ia tahu betul cafe-cafe dikota J karena pekerjaannya dulu yang sering bertemu klien ditempat-tempat seperti cafe bahkan restaurant bintang 5. “Mahal apasih biasa ajalah, kok abang tahu ini cafe mahal sering kesini?” Tanya gadis itu. Dafa langsung menggeleng cepat “Enggak juga.” “Em abangnya mau pesen apa, kalau aku sukany-? “ ucapan gadis itu terpotong. “Apa aja terserah deh saya buru-buru mau pulang,” ucap Dafa. Gadis itu hanya mengerucutkan bibirnya karena kesal dengan Dafa baru kali ini ada seorang pria yang mengabaikannya padahal dirinya sangat cantik dan enak dipandang mata. Gadis itu memanggil waiters dan memesan makanan yang sama dengan Dafa. Seketika Dafa tersadar ia masih memakai jaket dengan logo khas ojek online pantas saja sedari tadi waiters dan beberapa orang yang ada dicafe itu menatap kearahnya. Dafa menepuk keningnya “Astaga aku lupa buka jaket,” ia langsung membuka jaketnya. “Memangnya kenapa mesti dibuka?” Tanya gadis itu. “Ya dibukalah lihat deh yang lain pakaiannya rapih-rapih dan sangat bergaya semua masa aku sendiri yang pakai jaket begini,” ucap Dafa. “Ya gak apa-apalah siapa juga yang mempermasalahkan?” Tanya gadis itu. “Ya gak ada sih memang kamu gak malu?” Tanya Dafa. Gadis itu hanya terkekeh “Buat apa malu, gak penting kali apapun profesinya yang penting halal ya kan.” Deg! Dafa hanya bisa terdiam menatap gadis itu , gadis itu masih terlihat sangat muda bahkan sepertinya masih sekolah tapi pemikirannya cukup dewasa berbeda dengan Kayla yang sudah dewasa tetapi malah malu dengan pekerjaan Dafa. “Astaga aku ini kenapa, malah membandingkan istriku dengan gadis asing ini,” ucap Dafa dalam hati dan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kenapa bang pusing kok geleng-geleng?” Tanya gadis itu. “Oh enggak,” jawab Dafa. “Emm ngomong-ngomong dari tadi kita sudah hampir seharian bersama tapi kita belum kenalan, kenalin nama aku Evelyn abangnya bisa panggil aku Eve,” gadis itu mengulurkan tangannya untuk berjabat pada Dafa. Dan Dafapun membalas uluran tangan Eve dengan singkat hanya sedikit menyentuh tangan Eve “Dafa.” “Ngomong-ngomong kamu tinggal dimana?” Panggilan abang sudah hilang dari bibir Eve karena menurutnya kurang akrab jika masih memakai panggilan abang. “Kenapa kamu mau tahu?” Tanya Dafa. “Ya gak apa-apa sih siapa tau aku bisa berkunjung kerumahmu,” ucap Eve. Dafa hanya mendelik mendengar ucapan Eve jika sampai gadis itu berani bertandang kerumahnya bisa-bisa akan terjadi pertengkaran besar antara dirinya dan Kayla. “Kau itu seorang wanita tapi berani sekali dekat-dekat dengan orang asing bahkan sampai bertanya ke hal privasi apa kau tidak takut?” Bahkan Dafa pun sudah menghilangkan panggilan mbak entah karena apa hanya Dafa yang tahu. “Kenapa mesti takut aku yakin kamu orang baik,” ucap Eve. “Kenapa bisa yakin?” Tanya Dafa. “Karena kamu udah nolongin aku hehe” gadis itu selalu tersenyum meski Dafa selalu berkata ketus dengannya. “Oh iya ngomong-ngomong aku tadi kan udah janji mau bayar kamu karena hampir seharian kita berputar-putar dijalanan. Aku minta nomor rekening kamu?” Eve lebih memilih meminta nomor rekening Dafa dari pada membayar cash karena dia punya tujuan tersendiri pada laki-laki tampan itu. “Enggak usah dibayar saya ikhlas,” jawab Dafa.“Aku gak bisa terus kayak gini aku harus temuin Dafa,” Evelyn bersiap-siap hendak pergi menemui Dafa. Sejak tadi pagi, ia sudah berusaha menghubungi Dafa, namun tidak ada jawaban, bahkan nomor ponsel pria itu justru tidak aktif. Dengan langkah hati-hati, Evelyn menuruni lift. Ia bergegas keluar dari mansion secara diam-diam, memastikan tidak ada satu pun pelayan yang menyadari kepergiannya. Evelyn segera memasuki garasi. Ia menekan remote untuk membuka kunci mobil Porsche yang dipilihnya pagi itu, lalu bergegas masuk dan melesat pergi. “Akhirnya…” Saat ia tiba di persimpangan jalan Evelyn menghela napas lega, merasa telah berhasil meloloskan diri. Evelyn menyalakan musik di mobil Porsche-nya. Ia mulai bersenandung ria mengikuti irama lagu, tanpa peduli bahwa nadanya terdengar cempreng. “Wahh udah lama banget aku gak bawa mobil sendiri kayak gini, kemana-mana pasti sama duo cecunguk itu,” Meski
Dafa teringat pada lingkaran pertemanan yang ramai saat ia masih berkecukupan. Ironi itu mencekiknya ia tidak tahu di mana mereka semua kini, dan keraguan muncul, 'Apakah mereka masih pantas disebut sahabat setelah dirinya jatuh miskin?.“Hufftt…” lagi dan lagi helaan nafas keluar dari bibir Dafa. Suhu malam yang cukup dingin membuat tubuh Dafa menggigil, belum lagi perih lukanya dan ngilu di lengannya yang seakan bersatu padu menyiksanya dalam kesendirian di luar rumah."Apa aku ke rumah Cecep saja, ya?" Dafa bergumam. "Ah, tidak. Dia pasti banyak tanya. Yang ada malah tambah pusing."“Mas koran mas,” Seorang pria muda mendekat ke arah Dafa, lalu menjulurkan tangannya seraya menawarkan koran.Dafa menoleh, kehadiran pria muda itu seketika membuyarkan lamunannya. “Berapa?” Tanyanya.“Terserah deh mas berapa aja koran saya baru laku sedikit hari ini,” ucap penjual koran itu.Dafa merasa iba melihat semangat pria penjual koran itu.
Dada Dafa terasa sesak setiap kata yang mendesak keluar dari lubuk hatinya seolah tertahan oleh beban tak terlihat di tenggorokannya.“Mas aku… aku cuma temenan sama dia gak lebih,” ucap Kayla sesenggukan, suaranya tercekat di antara isakan. Bahkan di hadapan fakta yang sangat akurat, Kayla tetap membentengi diri dengan dusta, seolah kebohongan itu adalah satu-satunya perisai yang ia miliki.“Aku tahu Kay aku miskin, aku gak bisa kasih apapun yang kamu mau tapi apa dengan ini cara kamu melampiaskan kekesalan kamu selama nikah dengan aku? Dafa sudah tidak memperdulikan ucapan kebohongan Kayla karena semua yang terucap dari mulut wanita itu adalah ‘dusta’.“Mas please aku kayak gini karena cuma untuk seneng-seneng aja gak lebih,” Kayla mengambil satu langkah untuk berusaha mendekat, namun Dafa dengan refleks cepat langsung memundurkan tubuhnya.“Seneng-seneng? Kamu gampang banget ngomong kayak gitu Kayla, sedangkan aku?! Lihat aku!” S
Entah mengapa, benak Evelyn tak henti-hentinya dihantui oleh Dafa firasat buruk menyelimuti perasaannya terhadap pria itu. Sudah sejak tadi Evelyn berusaha memejamkan mata, namun bayangan Dafa terus mengusik dan menghalangi tidurnya. Evelyn terbangun, lalu menggeser tubuhnya untuk bersandar pada kepala ranjang. “Hufft… kenapa aku harus segila ini mikirin suami orang.” Evelyn mendongak, melihat jam dinding yang menunjukkan pukul satu dini hari, lalu mengembuskan napas panjang. “Besok ada briefing jam 7 pagi kalau aku gak cepet-cepet tidur pasti tanduk daddy langsun naik.” Tangan Evelyn meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Dengan jari-jari lentiknya, ia membuka sebuah aplikasi, lalu mengetik nama Dafa di kolom pencarian. “Aku hubungi aja deh dari pada penasaran,” gumamnya. Setelah profil Dafa terbuka, jari Evelyn yang lentik terdiam sejenak di atas kolom chat sebelum ia akhirnya mulai mengetikkan kata-kata. [“Dafa, apa kamu baik-baik aja?”] Pesan yang baru dikiri
“Ayo mas aku bantu ya,” Tiara ingin membantu Dafa yang terlihat kesakitan namun ia tidak ingin lancang menyentuh Dafa yang bisa menimbulkan kesalahpahaman walaupun niatnya hanya menolong.“Gak apa-apa Ti, aku masih kuat ko,” ujar Dafa, ia melepaskan sepatunya namun sedikit kesulitan dan Tiara yang melihat posisi Dafa seperti itu langsung membantu Dafa.“E-eh Ti gak usah,” Dafa merasa terkejut dan tidak enak hati.“Udah mas gak apa-apa kok,” Tiara dengan hati-hati dan telaten melepaskan ikatan tali sepatu Dafa yang kencang.Dafa memaksakan diri melangkah masuk ke dalam rumah, kakinya terasa berat dan pincang, sementara Tiara setia menjadi sandaran bagi tubuhnya.Tiara menuntun Dafa hingga terduduk di sofa bahkan gerakan pelan itu membuat Dafa sedikit meringis kesakitan. Hati Tiara mencelos karena rasa tidak tega. Ia bisa merasakan betapa sakitnya kondisi Dafa saat ini.“Mas luka kamu lumayan deh, aku panggilin bidan Gisha ya buat
“Oke sekali lagi terima kasih,” ucap Dafa Ia melihat evelyn yang mulai menjauh, awalnya Dafa ingin menolak ajakan Evelyn untuk bertemu tapi entah kenapa hatinya mengatakan bahwa dirinya harus menerima tawaran gadis itu. Dan ternyata Evelyn membawa surprise untuknya. “Sial! Awas saja kau Kayla!” Kemarahan memuncak dalam diri Dafa. Genggaman tangannya mengeras, mencengkeram kekosongan di udara saat bayangan kelakuan bejat Kayla melintas. Minuman yang dingin itu terabaikan, tak disentuh sedikitpun di atas meja. Suara nyaring dari kafe itu dentuman musik dan tawa para pengunjung melayang, tak tertangkap oleh indra pendengarannya. Fokus Dafa telah sepenuhnya ditarik masuk ke dalam pusaran ingatannya yang pahit. Dafa segera menyambar kunci motornya dan tanpa pikir panjang, ia meninggalkan kafe itu. Jalanan malam yang lenggang memberinya izin ia memacu motornya dengan kecepatan penuh, membiarkan angin membelah amara







