MasukHampir satu jam Dafa dan gadis itu berkeliling sampai merasakan macet-macetan di cuaca yang cukup terik tetapi gadis itu tidak ada tanda-tanda untuk memintanya berhenti.
“Mbak kita ini mau kemana sebenernya mau berapa lama lagi muter-muternya? sampai jalanannya pusing dari tadi diputer-puterin kita,”Tanya Dafa ia sampai kesal rasanya dengan gadis asing itu entah sudah berapa kali iya hanya berputar-putar di area kota J. “Aduhh iya juga ya kemana ya aku juga gak tau mau kemana, aku ikut abangnya aja deh kemana aja gapapa kok,” gadis itu hanya bisa nyengir kuda. “Whaattt ! Ikut saya?” Sangking kesalnya Dafa langsung kearah kiri dan memberhentikan sepeda motornya. “Mbaknya mending turun deh,” ucap Dafa. “Aku tidak mau!” Ucap gadis itu. Akhirnya Dafa menstandarkan motornya dan turun dari atas motor lalu membuka helm dan masker yang menutupi wajah tampannya dengan menghela nafas kasar. Seketika gadis asing nan cantik itu hanya melongo melihat wajah tampan Dafa “Ya ampunnn dia ganteng bangett jadi dari tadi aku dibonceng cowok ganteng,” ucap gadis itu dalam hati. “Mbak? Mbak ? Cih malah bengong,” ucap Dafa. Seketika gadis itu tersadar dan merutuki kebodohannya karena terpesona oleh laki-laki dihadapannya. Untuk menetralkan degub jantungnya gadis itu berdehem “ehemm emm aku gak mau pokoknya aku mau ikut abangnya aja terserah deh kemana,” “Tapi saya gak mau lagi pula kita tidak saling kenal saya takut mbaknya ini ada niat jahat sama saya,” ucap Dafa karena ia dulu juga sering digoda-goda oleh beberapa pelanggan wanita yang terpesona oleh ketampanannya sampai-sampai ada yang meneror nomor telepon Dafa dan itu membuat Kayla marah hingga keduanya bertengkar. “APA! abangnya tadi ngomong apa? Apa Saya gak salah dengar? Lihat saya mas cewek cantik imut gemesin begini dikira mau niat jahat,” ucap gadis itu dengan nada kesal. “Pokoknya saya gak mau tahu mbaknya cepet turun dari motor saya!” Tegas Dafa. “Pokoknya saya juga gak mau turun!” Gadis itu tetap dengan pendiriannya. “Ck!” Dafa berdecak kesal Mau tidak mau Dafa menarik gadis itu untuk turun dari motornya dan terjadilah saling tarik menarik dan pada akhirnya keduanya terjatuh lebih tepatnya gadis itu terjatuh diatas tubuh Dafa. “Aarrgghh,” pekik gadis itu. Seketika pandangan mereka bertemu. Pipi gadis asing itu sangat merona berada diatas Dafa. Berbeda dengan Dafa ia sangat kesal dan langsung menghempaskan gadis itu kesamping hingga akhrinya dia meringis kesakitan. Dafa menengok kanan kiri untung saja ia di area komplek perumahan yang sepi tidak ada orang jika ada yang tidak sengaja melihat bisa dikira sedang beradegan mesum antara dirinya dan gadis asing itu. “Aduhhh sakittt, ish kasar banget sih jadi cowok!” Ucap gadis itu sambil memegangi pinggulnya yang sakit. Dafa tidak memperdulikan gadis itu ia lebih baik pergi dari pada dirinya terkena masalah dengan orang asing. Saat Dafa akan menghidupkan motornya kembali gadis itu buru-buru menghampiri Dafa. “Eh eh bang jangan tinggalin aku dong aku takut nih,” tanpa sadar gadis itu memegangi lengan Dafa agar Dafa tidak pergi. “Saya gak perduli mbak, lepasin tangan saya!” Dafa mengehempaskan tangan gadis itu. “Bang disini sepi loh lihat deh nanti kalau ada yang macam-macam sama saya terus masuk berita lokal terus abangnya juga kena masalah karena abang yang terakhir sama saya terus abang ditang-“ ucapan gadis itu melayang di udara “Udah cepet naik!” Dafa hanya bisa menggeram kesal namun ia tidak tega melihat wajah gadis itu yang ketakutan dan hampir menangis. Seketika wajah gadis itu langsung sumringah karena Dafa mau menolongnya lagi. “Asyikk” akhirnya Gadis naik lagi kemotor Dafa “Udah yuk jalan.” Beberapa menit kemudian “mbak saya gak mau ya muter-muter lagi saya capek,” ucap Dafa. “Iya mas iya saya tahu kok, kalau gitu kita berhenti cafe Louise itu ya,” ucap gadis itu. Akhirnya Dafa memberhentikan gadis itu tepat didepan cafe sesuai permintaannya. “Udah ya saya mau pulang!” Dafa hendak menjalankan motornya kembali namun ditahan gadis asing itu.“Aku gak bisa terus kayak gini aku harus temuin Dafa,” Evelyn bersiap-siap hendak pergi menemui Dafa. Sejak tadi pagi, ia sudah berusaha menghubungi Dafa, namun tidak ada jawaban, bahkan nomor ponsel pria itu justru tidak aktif. Dengan langkah hati-hati, Evelyn menuruni lift. Ia bergegas keluar dari mansion secara diam-diam, memastikan tidak ada satu pun pelayan yang menyadari kepergiannya. Evelyn segera memasuki garasi. Ia menekan remote untuk membuka kunci mobil Porsche yang dipilihnya pagi itu, lalu bergegas masuk dan melesat pergi. “Akhirnya…” Saat ia tiba di persimpangan jalan Evelyn menghela napas lega, merasa telah berhasil meloloskan diri. Evelyn menyalakan musik di mobil Porsche-nya. Ia mulai bersenandung ria mengikuti irama lagu, tanpa peduli bahwa nadanya terdengar cempreng. “Wahh udah lama banget aku gak bawa mobil sendiri kayak gini, kemana-mana pasti sama duo cecunguk itu,” Meski
Dafa teringat pada lingkaran pertemanan yang ramai saat ia masih berkecukupan. Ironi itu mencekiknya ia tidak tahu di mana mereka semua kini, dan keraguan muncul, 'Apakah mereka masih pantas disebut sahabat setelah dirinya jatuh miskin?.“Hufftt…” lagi dan lagi helaan nafas keluar dari bibir Dafa. Suhu malam yang cukup dingin membuat tubuh Dafa menggigil, belum lagi perih lukanya dan ngilu di lengannya yang seakan bersatu padu menyiksanya dalam kesendirian di luar rumah."Apa aku ke rumah Cecep saja, ya?" Dafa bergumam. "Ah, tidak. Dia pasti banyak tanya. Yang ada malah tambah pusing."“Mas koran mas,” Seorang pria muda mendekat ke arah Dafa, lalu menjulurkan tangannya seraya menawarkan koran.Dafa menoleh, kehadiran pria muda itu seketika membuyarkan lamunannya. “Berapa?” Tanyanya.“Terserah deh mas berapa aja koran saya baru laku sedikit hari ini,” ucap penjual koran itu.Dafa merasa iba melihat semangat pria penjual koran itu.
Dada Dafa terasa sesak setiap kata yang mendesak keluar dari lubuk hatinya seolah tertahan oleh beban tak terlihat di tenggorokannya.“Mas aku… aku cuma temenan sama dia gak lebih,” ucap Kayla sesenggukan, suaranya tercekat di antara isakan. Bahkan di hadapan fakta yang sangat akurat, Kayla tetap membentengi diri dengan dusta, seolah kebohongan itu adalah satu-satunya perisai yang ia miliki.“Aku tahu Kay aku miskin, aku gak bisa kasih apapun yang kamu mau tapi apa dengan ini cara kamu melampiaskan kekesalan kamu selama nikah dengan aku? Dafa sudah tidak memperdulikan ucapan kebohongan Kayla karena semua yang terucap dari mulut wanita itu adalah ‘dusta’.“Mas please aku kayak gini karena cuma untuk seneng-seneng aja gak lebih,” Kayla mengambil satu langkah untuk berusaha mendekat, namun Dafa dengan refleks cepat langsung memundurkan tubuhnya.“Seneng-seneng? Kamu gampang banget ngomong kayak gitu Kayla, sedangkan aku?! Lihat aku!” S
Entah mengapa, benak Evelyn tak henti-hentinya dihantui oleh Dafa firasat buruk menyelimuti perasaannya terhadap pria itu. Sudah sejak tadi Evelyn berusaha memejamkan mata, namun bayangan Dafa terus mengusik dan menghalangi tidurnya. Evelyn terbangun, lalu menggeser tubuhnya untuk bersandar pada kepala ranjang. “Hufft… kenapa aku harus segila ini mikirin suami orang.” Evelyn mendongak, melihat jam dinding yang menunjukkan pukul satu dini hari, lalu mengembuskan napas panjang. “Besok ada briefing jam 7 pagi kalau aku gak cepet-cepet tidur pasti tanduk daddy langsun naik.” Tangan Evelyn meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Dengan jari-jari lentiknya, ia membuka sebuah aplikasi, lalu mengetik nama Dafa di kolom pencarian. “Aku hubungi aja deh dari pada penasaran,” gumamnya. Setelah profil Dafa terbuka, jari Evelyn yang lentik terdiam sejenak di atas kolom chat sebelum ia akhirnya mulai mengetikkan kata-kata. [“Dafa, apa kamu baik-baik aja?”] Pesan yang baru dikiri
“Ayo mas aku bantu ya,” Tiara ingin membantu Dafa yang terlihat kesakitan namun ia tidak ingin lancang menyentuh Dafa yang bisa menimbulkan kesalahpahaman walaupun niatnya hanya menolong.“Gak apa-apa Ti, aku masih kuat ko,” ujar Dafa, ia melepaskan sepatunya namun sedikit kesulitan dan Tiara yang melihat posisi Dafa seperti itu langsung membantu Dafa.“E-eh Ti gak usah,” Dafa merasa terkejut dan tidak enak hati.“Udah mas gak apa-apa kok,” Tiara dengan hati-hati dan telaten melepaskan ikatan tali sepatu Dafa yang kencang.Dafa memaksakan diri melangkah masuk ke dalam rumah, kakinya terasa berat dan pincang, sementara Tiara setia menjadi sandaran bagi tubuhnya.Tiara menuntun Dafa hingga terduduk di sofa bahkan gerakan pelan itu membuat Dafa sedikit meringis kesakitan. Hati Tiara mencelos karena rasa tidak tega. Ia bisa merasakan betapa sakitnya kondisi Dafa saat ini.“Mas luka kamu lumayan deh, aku panggilin bidan Gisha ya buat
“Oke sekali lagi terima kasih,” ucap Dafa Ia melihat evelyn yang mulai menjauh, awalnya Dafa ingin menolak ajakan Evelyn untuk bertemu tapi entah kenapa hatinya mengatakan bahwa dirinya harus menerima tawaran gadis itu. Dan ternyata Evelyn membawa surprise untuknya. “Sial! Awas saja kau Kayla!” Kemarahan memuncak dalam diri Dafa. Genggaman tangannya mengeras, mencengkeram kekosongan di udara saat bayangan kelakuan bejat Kayla melintas. Minuman yang dingin itu terabaikan, tak disentuh sedikitpun di atas meja. Suara nyaring dari kafe itu dentuman musik dan tawa para pengunjung melayang, tak tertangkap oleh indra pendengarannya. Fokus Dafa telah sepenuhnya ditarik masuk ke dalam pusaran ingatannya yang pahit. Dafa segera menyambar kunci motornya dan tanpa pikir panjang, ia meninggalkan kafe itu. Jalanan malam yang lenggang memberinya izin ia memacu motornya dengan kecepatan penuh, membiarkan angin membelah amara







