"Oppa." satu kata berjuta makna yang keluar dari bibir indah gadis di hadapannya, James seolah tak berani bernafas. Dia merutuk dalam hatinya "Matilah kau James!!" Dia mungkin sudah gila berani sekali mencium dosennya tanpa izin.
Laura membuka matanya saat merasakan kecupan hangat dan lembut di bibirnya. Di otaknya yang terproses di hadapannya adalah wajah Oppa Park Seo Joon karena sosok itu yang selalu menghiasi mimpi mimpi bucin ala drakor setiap kali dia maraton nonton drakor Park Seo Joon. Kenyataan dan imajinasi bercampur menjadi satu, menunggu otaknya loading. Dia pun bangun dan duduk di sofa sementara Oppa Park Seo Joon kw nya alias James Peter Indrajaya berlutut di bawah kakinya seperti pose untuk melamar calon istri. Sungguh posisi yang janggal dan keduanya pun salah tingkah.
James pun berdiri dengan acuh dan berkata, "Pulang atau menginap di sini?"
"Aku harus pulang, James."jawab Laura seraya menatap James dengan mata birunya yang tenang.
"Ohh oke. Ayo saya antar sekarang, ini hampir tengah malam. Cinderella harus pulang." candanya garing.
Laura pun beranjak bangun dan memakai sepatunya lalu mengekori James keluar dari apartementnya menuju ke Fortuner putih milik James.
"Hari yang panjang ya Prof. Sudah sampai. Saya antar sampai depan kamar ya." ujar James setelah memarkir mobilnya di basement Royal Heritage. James membukakan pintu mobil untuk Laura dan menggandeng tangan Laura menuju lift untuk naik ke atas. "Lantai berapa?"
"Lantai 7."
Akhirnya mereka sampai di depan pintu kamar Laura. 7002.
"Sudah sampai James. Terima kasih untuk segalanya hari ini, maaf sangat merepotkanmu."
James hanya tersenyum pada Laura. "My pleasure."
Laura ingin masuk tapi sebelum dia masuk, dia meraih leher James yang lebih tinggi darinya dan mengecup pipi kiri James. Cup."Thank you, Oppa."Laura pun bergegas menutup pintu apartmentnya dan membiarkan James berdiri seperti agak shock. Laura mengintip James dari lubang pengintai di pintu apartment nya dan terkikik malu.
Sudah larut malam 23.15 WIB, dia harus bergegas mandi dan beristirahat karena besok dia ada jadwal mengajar pagi hingga siang. Oh God... so tired today!
James kembali ke apartmentnya dengan senyum konyol yang tak kunjung berhenti. Kecupan Prof Laura di pipi kirinya tadi begitu berkesan dan bikin baper. Untunglah gadis itu buru buru masuk ke apartment nya. Kalau tidak dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan. Bibir merah merekah milik gadis itu sungguh membuatnya tergila gila, terkenang ciuman pertamanya malam ini rasanya manis dan kenyal. Apa ini pertanda ada harapan untuk kisah cintanya yang terkesan absurd? Cinta tak mengenal usia, toh ada laki laki muda yang menikahi nenek uzur. Profesor Laura itu begitu segar dan sedang mekar mekarnya seperti bunga mawar yang cantik, sungguh layak untuk diperjuangkan untuk dijadikan pendamping hidup sekalian pendamping wisuda kalau boleh.
Paling tidak James sudah membuat beberapa langkah untuk mendekati Prof Laura sebelum ribuan langkah mengejarnya sesudah ini. "Tunggulah Prof, hatimu milikku untuk selamanya." gumam James dengan serius.
James pun sudah sampai di kamar tidurnya dan berbaring di kasurnya yang begitu lebar dan kosong. Dia pun teringat dengan kesialan beruntun yang menimpa Prof Laura hari ini, kalau hanya listrik kampus yang padam mungkin dia tidak akan curiga tapi insiden ban mobil kempes itu terlalu aneh. Bila James tidak bersikeras untuk menemani Prof Laura ke parkiran mobil, tentu gadis itu tidak akan bisa pulang, tidak yakin apakah gadis itu bisa mengganti ban mobil serep. Pastilah dia kesulitan karena tubuhnya kurus kering begitu, tak ada tenaga ditambah belum makan seharian. James merasa iba saat teringat tubuh gadis tadi menggigil kedinginan saat duduk di lantai Lab bersamanya, sepertinya pola makannya tidak benar. Mungkin dia harus mulai merecoki Prof Laura untuk makan tepat waktu di masa yang akan datang.
Kantuk pun datang dan James akhirnya tertidur larut dalam mimpi indahnya. Dia memeluk gulingnya dengan penuh perasaan seperti memeluk gadis dalam mimpinya si mata biru langit senja.
"Tak terasa gelap pun jatuh"
"Di ujung malam menuju pagi yang dingin"
"Hanya ada sedikit bintang malam ini"
"Mungkin karena kau sedang cantik cantiknya"
-Untuk Perempuan yang Sedang Dalam Pelukan- Payung Teduh
Sepulang sekolah, Midori, Poseidon, dan Leon segera mencari anak-anak James-Laura di kamar tidur tamu lalu mereka pun mengobrol bersama di ruang bermain yang luas dan nyaman."Jadi apa benar kalian akan pindah sekolah ke Perth?" tanya Leon yang sebenarnya berkedudukan sebagai paman keempat anak-anak itu. Hanya saja dia adalah putra keempat berbeda ibu dari Leeray, Michael, dan James. Usia Leon sepantaran dengan para keponakannya itu, kecuali Keira yang lahir paling bontot."Iya, kata mom and dad, kami tidak bisa bersekolah di Sydney untuk sementara sampai entah kapan. Ada pria jahat yang membuat semua warga Sydney membenci keluarga kami!" jawab Jacob mewakili saudara-saudarinya."Hmm ... itu bukan hal yang baik. Kasihan sekali kalian!" tukas Midori turut bersimpati.Poseidon pun berkata, "Jadi kapan kalian akan mendaftar ke sekolah?" Joshua menjawab, "Mungkin besok pagi, tadi kami disuruh beristirahat oleh Bibi Deasy. Memang penerbangan dengan helikopter sangat menegangkan, aku sulit
"Jake, Josh, Keira!" seru Midori yang baru saja selesai bersiap-siap di kamar tidurnya sebelum berangkat ke sekolah. Gadis kecil berusia sembilan tahun itu berkepang dua dan memanggul sebuah ransel bergambar Little Ponny warna biru muda.Poseidon, saudara kembarnya sudah terlebih dahulu selesai mandi tadi dan bercengkerama dengan sepupu-sepupu mereka. Ada Leon juga yang terlihat necis dalam seragam sekolah berdasi sama seperti Midori dan Poseidon."Anak-anak, temu kangennya ditunda nanti sepulang sekolah ya? Kalian sarapan dulu bersama-sama di meja makan!" ujar Deasy mengatur kerumunan kumpul bocah keturunan klan Indrajaya tersebut."Yaah ... Mommy, apa kami tidak boleh membolos sehari saja?" protes Midori karena terlalu bersemangat bertemu kembali dengan para sepupunya yang jarang dia temui sehari-hari.Deasy tersenyum seraya berkata, "Tidak. Nanti sepulang sekolah, Jacob, Joshua, dan Keira masih akan ada di rumah kita. Bahkan, mereka akan bersekolah di sekolah yang sama dengan kalia
"Lee, aku ikut menemanimu menunggu di helipad!" ucap Deasy ketika melihat suaminya mengenakan jaket di luar piyama.Leeray tersenyum tipis lalu menjawab, "Oke, pakai baju yang agak tebal. Di luar berangin, Baby Girl!" Tanpa membantah, Deasy melangkah ke walk in closet dan mengambil mantel Burberry tebal miliknya di luar piyama yang senada dengan milik suaminya. Mereka berdua hanya keluar rumah berdua ke sisi barat rumah induk. Leeray memang membeli lahan luas yang kosong itu untuk lapangan berkuda, istal, dan membangun helipad. Ada lapangan basket mini juga yang biasa dipakai ketika saudara-saudaranya berkunjung bersama anak-anak mereka.Adik-adik Leeray semua sudah berkeluarga dan memiliki beberapa anak. Michael menikahi Brandy Tanurie yang awalnya mengejar-ngejar James. Gadis mungil pewaris tunggal legacy klan Tanurie itu menjatuhkan hatinya ke kakak gebetan, cinta masa kecilnya. Mereka memiliki sepasang anak perempuan dan laki-laki. Si sulung Alice dan adiknya bernama Rayden.Seda
"James, apa kau sudah menyampaikan kepergian kita ke Perth kepada dekan kampus?" tanya Laura di dalam kamar mandi hotel setelah ketiga anak mereka terlelap. Jacob, Joshua, dan Keira telah menjalani hari yang melelahkan. Pria yang baru saja selesai mandi dan berlilitkan handuk itu menghampiri Laura. Dia memeluk istrinya seraya menjawab, "Aku akan kirim email resmi ke bagian akademik untuk permohonan cuti. Pak Dekan memberi instruksi demikian setelah kukirimkan pesan singkat tadi. Berita dan rumor paparazi telah menyebar dengan cepat di kota ini karena Jeremy Thompson bukan orang biasa, dia atlet terkenal!" "James, kurasa demi ketenangan keluarga kita, ada baiknya kita menetap saja di Perth bersama keluarga Bang Leeray dan Deasy. Setidaknya anak-anak bisa bersekolah bersama Midori, Poseidon, dan Leon. Kita pelan-pelan cari kampus yang membutuhkan dosen juga sesuai ilmu yang kita miliki!" saran Laura. Dia lebih memikirkan kesehatan mental anak-anaknya yang masih kecil.Pasangan suami i
"Kita makan di restoran ini saja ya?" James memarkir mobil dengan rapi di halaman depan gerai fast food. Kemudian keluarga kecil itu turun dari mobil dan berjalan bersama-sama memasuki restoran penjual burger, hotdog, pretzel, dan makanan siap saji lainnya. Laura tak terlalu nyaman berada di tempat publik karena nampaknya kasus pelecehan yang dialaminya menjadi bumerang. Sosok Jeremy Thompson sebagai atlet football kebanggaan New South Wales dan sebagian besar penduduk Australia lebih dipercaya omong kosongnya dibanding dirinya yang bukan siapa-siapa.Pertanyaan wartawan tadi membuatnya malu, sehina itu tuduhan yang diberikan kepadanya. Padahal dia tak bersalah. Laura berdiri di belakang James dan putra putri mereka, melihat papan menu di sisi atas konter pemesanan."Apa yang ingin kamu pesan, Honey? Biar aku saja yang memesankan semua menu kita sekeluarga!" ujar James sambil mendengarkan teriakan Jacob, Joshua, dan Keira yang menyebutkan menu pilihan masing-masing. "Hubby, aku ingi
"Siapa kalian?! Jangan menggangguku!" teriak Laura putus asa di atas tempat tidur perawatannya di rumah sakit.Paparazzi yang mendominasi memenuhi ruang pasien VIP itu menahan tombol pemanggil perawat, mengambil foto tanpa izin dari Laura, dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang menggiring opini salah tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh Jeremy Thompson kepadanya. Rasanya justru wanita jahat yang merayu atlet terkenal asal Sydney itu adalah Laura."Miss Carson, apa motif Anda menggoda Jeremy Thompson? Apa untuk popularitas? Anda ingin ikut tenar bersamanya ya?" tanya Herald Grey, paparazzi bayaran Jeremy.Laura menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menutup telinga dengan kedua telapak tangannya. "Tidak ... itu tidak benar. Dia yang jahat!" jerit Laura histeris sementara berbagai pertanyaan ngawur dilontarkan kepada dirinya dan semakin membuat dirinya depresi.Wajah-wajah asing yang tak dikenalnya membuka mulut berbicara cepat dan keras menuduhkan hal yang sama sekali berbe