Semua murid di kelas Yonna sedang sibuk dengan urusan bersama lingkaran pertemanan mereka masing-masing, guru yang seharusnya mengajar tidak dapat hadir.
Akia yang rajin dan berbakat, sedang membuat sketsa dalam buku miliknya, Malilah terlelap di sebelahnya dan Yonna bersenandung sembari menuliskan lirik-lirik dari lagu yang ia nyanyikan.
"I-itu lagu dari You-youtub-tuber, 'kan? Na-namanya Bee, ya?" Pertanyaan Petunia membuat Yonna berhenti bersenandung.
"Kau tahu Bee juga?" tanya Yonna kaget.
"Te-tentu! Sa-saya pengge-penggemarnya!" balas Petunia ceria.
"Wah! Kita sama, nih! Tapi kenapa Bee sudah nggak pernah membagikan video terbaru, bahkan dia nggak pernah aktif di akun pribadinya. Aku kangen banget tahu, kalau mengerjakan tugas sekolah, aku selalu memutar video cover-nya."
"Sa-saya juga rin-ndu. Apa-kah benar go-gosip yang sempat bere-be
Malilah bersorak gembira, pasalnya sudah dua hari ini mereka tidak perlu melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya. Acara amal Sumbang Olahraga akan dilanjutkan hari ini, dan semua pihak sekolah yang bersangkutan tentu datang ke sekolah mereka. Acara utama pun, sedang dimulai. Seluruh pendukung dari regu masing-masing sibuk memberi teriakan semangat. Tidak terkecuali bagi para siswi yang pasangannya tengah bertanding di bidang olahraga futsal sekarang. "Ayo! Luther!! Kalahkan mereka! Semangat!" sorakan Malilah yang paling heboh. Bahkan Yonna yang notabene pacar Luther tidak seheboh itu. Tetapi Yonna tidak juga mempermasalahkan, setidaknya Yonna tak perlu mengeluarkan suara sekeras itu juga untuk dapat didengar Luther. "Woahh!! Gol!! Hahah!" "Gol!!" "Yeah!!" "Mampus!"
"Yonna," tegur Akia mendapati Yonna duduk di luar pagar sekolah menahan tangis. "Aku nggak tahu kenapa aku lari, Ki. Aku percaya sama Luther, tapi kenapa rasanya sakit banget?!" curah Yonna tak sanggup menahan air matanya. "Wajar, kok. Itu reflek dari emosi kamu, saya juga pasti akan melakukan hal yang sama." "Aku nggak tahu harus bersikap bagaimana, Ki." "Yonna!" Luther berteriak ketika melihat keberadaan Yonna. Akia membantu Yonna berdiri, terlihat jelas Yonna masih ingin menjaga jarak dengan pacarnya. "Kamu jangan salah paham tentang apa pun yang kamu lihat, tadi." "Iya." "Yonna, tolong. Aku nggak mau kita jadi renggang karena salah paham yang konyol ini." "Kamu bilang ini konyol?" "Aku nggak terima kue itu." Luther meraih pergelangan tangan Yonna.
"Ma?" Yonna menuang segelas air putih. "Iya, sayang?" balas Yulissa mengalihkan tatapannya dari laptop. "Ayah ada kerja di luar kota? Sudah tiga hari ini nggak pulang ke rumah." Yonna mempertanyakan apa yang membuat ayahnya pergi selama ini. Yulissa menurunkan bahunya. Tanpa menatap Yonna, Yuliisa menjawab, "Tidak tahu, Nak. Ayahmu tidak dapat dihubungi." Menahan kesedihan di dalam dirinya, Yonna duduk di kursi yang bersebelahan dengan Yulissa. "Sampai kapan kalian akan bertengkar? Yonna merindukan kebersamaan kita seperti dulu, Ma." Jujur, perkataan anaknya membuat hati Yulissa teriris, ia sungguh merasa bersalah. "Maafkan Mama dan Ayah. Sudah hampir belasan tahun ini kami melalui lika-liku kehidupan berumah tangga, Mama merasa masalah kali ini adalah yang lebih rumit. Mama benar-benar minta maaf, sayang." "Maaf, Ma. Tapi Yonna tidak kuat melihat
Keesokan harinya, hubungan pertemanan antara Petunia dan yang lainnya sudah membaik. Walau masih ada murid lain yang berbisik dan menggiring opini yang berkembang, mereka tidak ambil pusing. Termasuk kelompok yang suka menggosip, Rasia dan teman-temannya. Bahkan, Gisel kembali mengingatkan Yonna agar langsung menjauhi Petunia, sebelum Petunia berhasil menggoda Luther lebih jauh. Tetapi Yonna tidak acuh, ia tetap ingin menjaga pertemanannya dengan Petunia. "Hari ini, kalian tanding?" Malilah bertanya pada Dovis. "Nggak, kami besok baru tanding. Hari ini antar SMA Garuda dan Merah Putih," jawab Dovis. "Jadi, kita nonton apa hari ini?" "Basket ajalah." Clovis yang terus menatap Yonna, beralih memandang Petunia. Dia masih memikirkan kejadian kemarin. Clovis begitu khawatir dengan perasaan Yonna, ia pasti sangat terluka. Bahkan keik yang ingin Yo
Polisi yang datang meminta Yonna dan teman sekelasnya agar berkumpul di satu ruangan, untuk melakukan interogasi terkait tindakan bunuh diri Gisel. "Jadi, tidak ada kaitannya dengan tragedi yang baru saja terjadi?" "Tidak ada, Pak. Walaupun sejujurnya kami terkadang kesal dengan omongan Gisel, kami tidak pernah berniat membalasnya apalagi hingga menghasutnya untuk melakukan itu." "Betul, Pak! Mungkin Gisel punya masalah pribadi." Malilah menghadap Rasia, "Gisel nggak ada ngomong apa-apa soal ini, Ras?" "Nggak ada sama sekali, Lil! Gisel nggak pernah cerita kalau dia punya masalah sama orang tuanya, palingan cuma debat-debat kecil aja. Itupun nggak sampai dua hari, sudah selesai." "Mungkin dia nggak cerita ke kau." Malika menatap iba Rasia. "Sumpah! Aku nggak habis pikir dengan jalan pikirannya. Kenapa tiba-tiba s
"Ma? Ada apa ini? Siapa wanita di luar itu?" Yonna menetralkan wajahnya yang terlihat sendu. "Be-begini, Nak. Itu, dia adalah-" "Dia pacar Ayah," Karlo—Ayah Yonna—mengatakan hal yang sebenarnya. "Mas!" Yulissa menghentakkan kakinya. "Maksud Ayah? Ayah nggak lagi bercanda, 'kan?" Yonna melirik wanita di luar, yang kini tengah tersenyum puas ke arahnya. "Apa wajah Ayah terlihat sedang bercanda? Apa keadaan ini terlihat seperti permainan?" Karlo menghempaskan genggaman Yulissa pada lengan jasnya. "A-ayah selingkuh?" tanya Yonna yang tak dapat menahan air matanya keluar. "Iya, dan dia lebih bisa membahagiakan Ayah daripada Mamamu ini!" "Ayah! Kenapa Ayah bisa setega ini?! Mama kurang apa, Yah?!" "Banyak, Nak! Banyak yang kurang dari dia." "Mas! Ayo, kita bahas
"Ma?" panggil Yonna dengan suara seraknya. Saat ini, mereka masih terduduk lemas di tempat semula, teras depan rumah. "Maafkan Mama, Nak. Mama kira semua ini masih bisa diperbaiki, ternyata tidak." Yulissa bangkit, dan berjalan tergontai-gontai memasuki rumah. Tidak ingin berdiam diri di luar terlalu lama, Yonna pun memilih ikut masuk ke dalam. Tetapi saat sedang memungut tas yang tadi ia lemparkan, Yonna menangkap tubuh Yulissa keluar dari kamarnya sembari membawa koper besar. "Ma? Mama mau ke mana?" tanya Yonna mulai panik. "Mama perlu menenangkan diri dulu, Nak. Maaf." "Kenapa Mama harus tinggalin Yonna juga? Ayah aja nggak cukup?" Air mata Yonna kembali mengalir. "Mama tidak meninggalkan kamu, Nak! Mama hanya perlu waktu sendiri untuk menenangkan pikiran. Apa yang Mama alami hari ini, sangat berat, Nak." &n
Di lain tempat dan waktu yang jauh berbeda. Seorang pria berjas menerima panggilan masuk dari telepon kantornya, dia tengah mengusahakan sesuatu. "Ada apa? Tumben sekali kamu meminta saya menelepon jam segini," ucap pria berkacamata di seberang telepon. Pria berjas memperbaiki posisi duduknya. "Kamu bisa bantu saya tidak?" "Saya selalu bisa membantumu, kawan. Katakan saja." "Tetapi masalah kali ini lebih besar dan berat." "Oh, apa ini berkaitan dengan kasus korupsi yang kamu lakukan?" "Iya. Tolong saya, ini yang terakhir." "Jangan berkata seperti itu, kawan. Saya siap membantumu kapan saja. Apa yang kamu ingin saya lakukan?" "Apa kamu bisa membuat berita yang meliput kasus saya terkubur oleh berita yang lebih panas secepat mungkin?" "Kami ingin saya membuat