Home / Thriller / Teror sang Pecundang / Bab 1. Malam Kelam

Share

Teror sang Pecundang
Teror sang Pecundang
Author: Atieen S

Bab 1. Malam Kelam

Author: Atieen S
last update Last Updated: 2021-12-21 12:04:02

Dor! 

Sebuah tembakan melesat mengenai ban mobil yang dikendarai Andre bersama Andini hingga laju kendaraannya oleng tak terkendali, pria tampan itu berusaha membanting setir ke semak-semak dan menginjak remnya kuat-kuat hingga mobil itu berhenti dan menumbur sebuah pohon di pinggir jalan.

Rencananya malam ini mereka mau pergi ke rumah orang tua Andini yang tinggal di Subang untuk memberikan berkas-berkas surat pernikahannya. Akan tetapi, di tengah jalan nan sepi kendaraannya dihadang segerombolan gang's motor. 

Braaak! 

Bamper mobil pun ringsek, kap depannya sedikit menganga, untung kedua pasangan itu memakai sabuk pengaman sehingga hanya sedikit benturan ke kepalanya. 

"Aduuh!" sontak Andini sambil memegang jidatnya. 

"Kamu, tidak apa-apa, Sayang?" tanya Andre penuh cemas. 

Tok ... tok ... tok. "Ayok, Keluar!" perintah seseorang dari luar mobil sambil mengetuk kaca mobil. 

"Sayang, takut!" Tangan Andini memegang tangan Andre gemetaran, jantungnya berdegup kencang setelah melihat mobilnya sudah dikepung anggota gang's motor itu. 

"Tenang, Sayang. Berdo'a saja mudah-mudahan Alloh melindungi kita," ucap Andre menenangkan. 

Prang! Kaca mobil belakang langsung dipukul mereka dengan kayu hingga berserakan. Terpaksa Andre keluar dari mobilnya, anggota gang's motor pun langsung menarik dan menyeret mereka ke dekat sebuah gubuk di hutan belantara pinggir jalan.

Tangan Andre dipegang dua orang 'tak di kenal, belum sempat berbicara apapun tubuhnya langsung dipukul bertubi-tubi oleh tiga orang lainnya.

 Bak - buk ... dhuak! plak! 

"Aaaw!" Darah segar pun mengalir dari sudut bibirnya.

"Kalian siapa?" bentak nya.

Namun, mereka tidak menghiraukan tegurannya. Andre berusaha berontak tapi anggota gang's motor itu semakin menjadi dan brutal menyiksanya hingga tubuhnya sempoyongan dan tidak bisa berbuat apa-apa. 

Sedangkan tubuh Andini dipegang kuat dan mulutnya dibekap tangan kekar seorang pria berperawakan tinggi besar dan berambut gondrong. Dia begitu cemas dan marah ketika tunangannya disiksa secara brutal.

Hatinya mulai gundah, darahnya berdesir naik sampai ke ubun-ubun dalam batinnya bergumam, "Aku harus bisa melawan mereka untuk menyelamatkan Andre." Secara spontan dia langsung menggigit tangan dan menendang orang itu. 

"Aw, gilaaa! Dasar cewek brengsek!" ujar cowok itu sambil mengibaskan tangannya dan tubuhnya hampir terjengkang setelah ditendang Andin. 

"Jangan pukul tunanganku!" teriak Andini sambil berusaha berlari mendekati Andre.

Namun, teman pria tadi cepat-cepat menangkap dan tidak menghiraukan ocehannya, bahkan malah menertawakannya.

Plak! 

Sebuah tamparan mendarat di pipi mulusnya.

"Aaaw!" Andini memegang pipi kiri sambil merintih kesakitan.

Lalu dagunya dipegang kuat-kuat oleh pria gondrong itu, tetapi gadis itu terus memberontak dengan menendang tubuhnya kembali sehingga kedua orang itu kewalahan. Dari arah belakang, punggung Andini dipukul hingga tubuhnya roboh dan tak sadarkan diri.

Melihat kekasihnya pingsan, wajah Andre yang lebam-lebam terlihat merah padam, matanya membulat, giginya menggertak memendam amarah. Dia berusaha berdiri untuk menolongnya, tetapi tidak ada kesempatan untuk berlari. Orang-orang yang menghajarnya terlalu banyak, ada sekitar lima orang sehingga kewalahan untuk melawannya. Sampai tubuhnya pun ikut tumbang tidak berdaya lagi. 

Setelah Andini pingsan mereka langsung membopongnya ke sebuah gubuk tua dekat sana. Tidak lama sebuah mobil datang menghampiri mereka. Seorang Pria bertubuh atletis berwajah bengis turun dari mobil mewah sepertinya dia ketua gang'snya  atau orang yang sudah menyuruh menghadang kedua sejoli itu. 

"Gimana Bos? Mereka sudah tak berdaya kelihatannya," ucap salah satu anak buahnya sambil tertawa lepas. 

"Bagus, habisi cowok itu!" perintahnya.

Lalu dia berjalan sambil memakai masker kepala seperti ninja dan langsung masuk ke dalam gubuk itu, sedangkan anak buahnya menunggu di luar sambil mengawasi keadaan di sana. Remang-remang dari sinar lampu teplok di ruangan sempit terlihat wajahnya berseri-seri, senyumnya menyeringai ketika gadis cantik nan molek itu terbaring 'tak berdaya di lantai tanah.

Namun, sebelum aksi bejatnya terlaksana Andini mulai tersadar, matanya mulai sedikit terbuka dan berusaha duduk, kemudian mundur pelan-pelan menjauhi pria itu sambil bertanya, "Ka--kamu siapa?" 

Pria itu tidak menjawab, dia malah cepat-cepat membekap mulutnya dengan sapu tangan yang sudah disiapkannya dan dikasih obat bius membuat gadis itu tak sadarkan diri kembali.

Senyum dari bibirnya mengembang ketika Andini mulai terkulai lemas. Aksi bejatnya langsung dijalankannya, dia mulai melucuti helai demi helai bajunya dengan paksa. Jari jemarinya mulai menggerayangi tubuh mulusnya, lidahnya menjilat-jilat bibirnya seperti anjing kelaparan, salivanya sesekali ditelannya dalam-dalam, desir jantungnya berdegup kencang hingga membuat syahwatnya memuncak. Kemudian tubuh Andini dicumbui dari leher sampai perutnya dengan penuh nafsu, hingga dia terlena dan tidak bisa mengendalikan nafsu birahinya. 

Setelah menikmati tubuh sintal gadis malang itu, dia langsung merapikan bajunya kemudian  memakaikan atasan tunik Andini terus bagian lengannya sengaja dirobeknya biar terkesan habis di perkosa oleh begal.

Pria bengis berhati iblis itu sepertinya sudah profesional karena sebelum melakukan aksinya kedua tangannya memakai sarung tangan untuk menghilangkan jejaknya. Kemudian dia keluar gubuk itu dan menyuruh ke enam anak buahnya untuk menggantung Andre di batang pohon nangka dekat gubuk dan menghancurkan mobilnya. 

"Ayok cepat, kita balik lagi ke markas sebelum ada mobil lain yang lewat! Jangan lupa barang bukti bakar semua jangan sampai ada jejak kita!" suruh pria itu.

"Ok, Bos. Jangan khawatir semua sudah kuberesin!" ujar pria gondrong dan bertato elang ditangan kiri. Lalu mereka cepat-cepat naik kendaraannya dan pergi ke arah kota Bandung kembali. 

Setelah beberapa jam tak sadarkan diri, jari tangan Andini mulai terlihat bergerak. Sepertinya dia baru saja siuman setelah beberapa saat pingsan akibat dihantam benda tumpul dan terkena obat bius tadi, jiwanya tergoncang ketika melihat keadaannya yang lusuh.

Sekujur tubuhnya terasa ngilu, matanya terperanjat manakala di betisnya mengalir darah segar menetes ke kaki dan tanah yang dipijaknya, baju tuniknya terkoyak dibagian lengan, kancing bajunya ada yang lepas mungkin akibat dibuka paksa, celana dan hijabnya pun sudah tertumpuk di pinggir badannya. Pikirannya kacau balau, sekarang dirinya merasa hina karena kesuciannya telah direnggut paksa oleh manusia jahanam itu.

Andini perlahan duduk terus berdiri untuk memakai bajunya dan hijabnya walaupun sekujur tubuhnya terasa nyeri dan linu semua. Kemudian berjalan keluar gubuk untuk mencari Andre tunangannya.

"Andre ... Andre ... di mana kau?" teriaknya.

Namun, dari luar tidak terdengar sahutan dari kekasihnya itu, suasananya pun terlihat sepi. Dia terus berjalan perlahan untuk mencari Andre di mobilnya yang sudah terparkir di pinggir tebing. Di bagian paha dan perutnya terasa sakit sehingga sekali-kali diam berdiri sambil menahan rasa sakitnya, tetapi belum sampai ke mobilnya dia berteriak histeris. 

"Tidak!" 

Wajah Andini terlihat pucat pasi, mulutnya menganga, kedua matanya terbelalak sampai bola matanya hampir keluar seperti mau lepas setelah melihat tubuh seorang pria tergelantung dengan wajah penuh darah.

Tubuh gadis malang itu bergetar dan mulai lunglai tak berdaya, untuk beberapa saat kedua kakinya terpaku menancap ke bumi, rasanya susah untuk digerakkan lagi. Namun, dia terus berusaha berjalan mendekati pohon untuk mengetahui siapa pria itu. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Teror sang Pecundang    Bab 12. Usaha Penculikan Andini

    Setelah kejadian kemarin, hati Andini sering merasa was-was. Apalagi ketika dia lagi duduk sendirian. Seperti saat ini, di depan teras dia duduk termenung sambil melamun, dipikirinnya berkecamuk pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dipecahkannya. Tiba-tiba Andre datang dan menyapanya. Tubuhnya langsung gemetaran, wajahnya pucat, terlihat ada rasa takut yang terpancar dari raut mukanya. Padahal setiap pagi Andre datang untuk menjemputnya pergi bekerja."Sayang, kok belum mandi?" Tubuh Andini sontak bergetar, alisnya tersentak bersama-sama. Tangannya langsung memegang dadanya. Terlihat ada rasa kaget ketika Andre datang dan memanggilnya. Matanya langsung menoleh ke arahnya, wajahnya pucat pasi."Kamu kenapa, Sayang? Kok wajahmu pucat kayak gitu?" Wajah Andre terlihat bingung, terus tangannya langsung memegang keningnya, " Kamu sakit? Kok tubuhmu berkeringat kayak gini?" ujarnya kembali."Emm, enggak apa-apa, S

  • Teror sang Pecundang    Bab 11. Teror Pertama

    Setelah lampu lalu lintas berwarna hijau, Andini cepat-cepat melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Gerakan tangannya begitu cepat menggeser setir mobilnya ke arah kanan dan kiri. Kemudian kakinya menginjak pedal gas setelah bisa menyalip mobil-mobil lain dan ada ruang untuk mempercepat laju kendaraannya. Untung dia sangat mahir mengemudi, sehingga bisa terlepas dari kejaran orang asing yang mengikutinya dan menghilangkan jejak.Sesampai di rumah sakit Andini cepat-cepat masuk untuk menenangkan diri di ruangannya. Wajahnya terlihat pucat, sesekali dada dan mulutnya mengatur napasnya, lalu mengambil air terus meneguknya Sambil berdiri melihat ke arah luar jendela, pikirannya melayang. Lalu beragam, "Siapa mereka? Dari kemarin kok ngikutin aku terus, nanya apa dariku? Perasaan aku tidak mempunyai musuh atau jangan ... jangan ...! Tidak, tidak mungkin mereka suruhan dia."Andini terus menggeleng-gelengkan kepalanya, terus duduk di kursi, lalu memijit-miji

  • Teror sang Pecundang    Bab 10. Diintai Orang tidak Dikenal

    Sebenarnya Alex tidak langsung pergi ke Bandung, dia malah nginep di rumah nenek dari ayahnya, yang kediamannya tidak jauh dari resort dan resto orang tua Andini. Dia masih penasaran dan menyangka, gadis idolanya itu masih menginap di rumah kedua orang tuanya. Padahal Andini dan Andre langsung pulang ke Bandung setelah pamit kepada Bu Sri dan Pak Herman--ayah dan ibunya.Andini sengaja langsung pulang ke Bandung selain takut ketemu Alex lagi, dia dan tunangannya harus bekerja esok harinya. Dalam perjalanan dia seperti sedang memikirkan kejadian tadi ketika didamprat Leli sohib semasa SMA dan teman semasa kecilnya itu. Dia tidak menyangka kalau temannya itu masih membencinya, padahal dulu mereka sangat akrab sekali. Sebenarnya dalam batinnya dia sangat kangen dan ingin memeluk Leli, tetapi melihat raut wajahnya yang memerah dan langsung memakainya, hatinya jadi sedih dan kecewa. Namun dia tidak mau menangis di depan mereka, takut teman-teman dan tunangannya tau kej

  • Teror sang Pecundang    Bab 9. Pertemuan tak Terduga

    Setelah acara lamaran selesai, Andini mendapatkan undangan reuni dari teman-temannya. Yang akan di selenggarakan dua pekan lagi, dan akan diadakan di sebuah resort di Subang. Dengan senang hati dia menerima undangan itu, serta akan mengajak tunangannya. Niatnya dia hendak mengenalkan tunangan itu pada semua teman-teman sekolahnya dulu. Sesampainya di sana Andini kaget ternyata banyak teman-temannya yang datang, sehingga pesertanya banyak banget. Wajahnya celingukan ke kanan, ke kiri, dan ke depan, terlihat dia sedang mencari seseorang. Setelah wajah teman-temannya terlihat, dia langsung mendekati sohib-sohibnya yang sedang duduk, sambil becanda di pojok resto dekat taman."Hai, Dini, Melia, Renti! Apa kabar?" serunya, terus Andini bersalaman, lalu mencium pipi kanan dan kiri teman satu gang'snya, semasa masih sekolah SMA dulu."Hai, Andini! Aduh ... seneng banget aku ketemu kau lagi," seru Dini. Terus dia memperkenalkan keluarga kecilnya, "Kenalkan in

  • Teror sang Pecundang    Bab 8. Perjalanan Cinta Dua Sejoli

    Sebelum kejadian naas menimpanya, Andini dan Andre adalah pasangan yang sangat kompak dan serasi. Mereka selalu bersama dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan susah maupun senang, sehingga teman-temannya suka iri melihat keromantisan dan kekompakan keduanya. Sudah sekian lama Andini berpacaran dengan Andre, sebenarnya dia sudah berharap dipersunting secepatnya oleh pujaannya. Namun, dia tidak mau mengganggu konsentrasi pacarnya yang sedang melanjutkan S2-nya. Sehingga gadis cantik nan manja itu lebih memilih bersabar dan mensupport Andre untuk menyelesaikan kuliahnya.Pemikiran Andre justru berbeda dengan Andini, dia ingin secepatnya melamarnya. Karena dia merasa sudah lama berpacaran, dan sudah saatnya untuk mempersunting cewek pujaannya. Kedua orang tuanya menyuruh dia untuk melamar gadis pilihannya itu, agar terhindar dari godaan setan. Mereka juga ingin cepat-cepat menimang seorang cucu dari anak cowok satu-satunya itu."Dre, sebaiknya k

  • Teror sang Pecundang    Bab 7. Kisah Masa Lalu Andini

    Andini dilahirkan di Bandung 24 tahun silam, nama lengkapnya Andini Arfaana Adi Atmadja. Masa kecilnya dihabiskan di sana, tetapi setelah lulus SD ayahnya meneruskan usaha kakeknya di daerah Subang, sehingga mereka pun pindah. Sifatnya yang selalu ceria, agak jahil tetapi sangat baik sama semua orang. Namun, dia paling tidak senang kalau ada orang yang menghina atau membully teman-temannya, pasti dia yang akan duluan melawannya. Parasnya sangat cantik seperti wajah blasteran, rambutnya ikal, matanya belok, alisnya tebal seperti wajah ibunya yang mempunyai darah keturunan Pakistan dari kakeknya.Dia anak kedua dari empat bersaudara, ayahnya adalah mantan Lurah daerah Subang kabupaten Bandung bernama Bapak H. Drs Herman Adi Atmadja, dan sekarang menjadi seorang pejabat daerah di sana. Ibunya bernama Hj dr. Sri Arfaana Arham, seorang dokter kecantikan dan mempunyai tempat spa di Subang. Kakaknya bernama Anton Fahmi Adi Atmadja, adeknya yang cewek bernama Anggita Arfaana Ad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status