Share

Bab 6. Sesosok Bayangan

Pak Herman yang mendengar teriakan istrinya, langsung berlari menuju kamar, "Ada apa, Mah? Kenapa dia?" 

Anton dan Derry pun ikut masuk, lalu menghampiri Ibu Sri yang sedang memeluk Andini. Kemudian Anton mengangkat tubuhnya, lalu menidurkannya di atas kasur. Ayahnya langsung memanggil perawat yang berada di ruangan sebelah. 

Perawat langsung memanggil dokter, tidak lama dr. Delia datang untuk memeriksanya. Setelah selesai, dokter pun berbincang dengan Pak Herman. Menurut dokter, Andini tidak apa-apa cuma agak sedikit shock setelah mengetahui keadaan Andre sebenarnya, dan dia menyuruh perawat untuk memberikan obat yang ada di kertas resepnya. Kemudian Derry pun ijin pulang karena hari sudah malam. 

****

Pagi ini sinar mentari begitu cerah, tidak terasa Andini sudah sebulan lebih dirawat di rumah sakit ini. Kondisi kesehatannya mulai membaik, walaupun di hatinya belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Dia masih tidak bisa kehilangan sesosok pria baik, yang selama ini selalu  menjaga dan memanjakannya setiap hari. Kemarin adalah hari yang membuat dia down kembali, ketika membaca isi chat WAG bela sungkawa dari teman-temannya. Ada rasa tidak percaya menghinggapinya, Andre begitu cepat meninggalkannya tanpa ada firasat sedikit pun. Membuat tubuh dan pikirannya linglung bagai layangan putus tanpa arah. Namun dia mulai sadar, ketika melihat wajah kusut, mata sembab dari raut muka kelelahan kedua orang tuanya. Sehingga dia bertekad ingin melupakan kenangan itu, dengan menyambut lembaran baru tanpa tunangannya.

"Pih, Mih, Andini pingin pulang? Aku ingin ziarah ke makam Andre." ucap Andini yang baru saja selesai sarapan. Mata Andini menatap wajah sendu kedua orang tuanya, dia memohon agar mengijinkannya pergi ke makam tunangannya.

"Kalau Papih, boleh saja kamu ke sana, tapi badanmu udah bener-bener fit?" tanya Pak Herman, matanya memasati wajah putrinya dengan seksama. 

"Udah, kok. Andini udah sehat. Sekarang aku mau belajar mengikhlaskan kepergiannya, Pih. Kasian sama Papih, Mamih dan Bang Andre kalau aku terus mengenangnya dan menangisinya," jawab Andini menunduk, kelopak matanya terkulai. Lalu ia menghirup udara dalam-dalam, lalu menghembuskannya dari mulut mungilnya. Walaupun terlihat tegar tapi dalam hatinya masih terasa sakit, entah sampai kapan dia bisa melupakan peristiwa itu. 

"Ya, udah kalau gitu, Papih mau minta ijin pulang ke dr.Delia dulu. Habis itu kita pergi ke makam Andre, ya?" ucap Pak Herman, kemudian tegak hendak pergi ke ruang dokter. 

Setelah dapat ijin pulang, mata Pak Herman terlihat berbinar, senyumnya mengembang,"Eh, Mah, cepet beresin bajunya! Terus nanti telpon Dadang suruh jemput kita." 

"Iya, Pah!" Bu Sri cepat-cepat membereskan bajunya, terus menelepon sopirnya untuk datang menjemputnya. Selama Andini sakit, Ibu Sri-lah yang menjaganya, sedangkan Pak Herman pulang pergi ke rumahnya yang di Bandung. Rumah itu sekarang ditempati oleh Anton beserta istri dan cucunya, serta kedua anak gadisnya.

 

Andini sekarang merasa senang karena akan meninggalkan tempat ini, walaupun semua perawat dan dokter baik kepadanya, tetapi dia sudah kangen dengan suasana rumahnya yang lebih asri dan nyaman. Di sana dia bisa bebas keluar masuk, untuk melihat pemandangan kota Bandung. Kedua orang tuanya dan Anton juga senang kalau Andini bisa cepat pulang. Mereka bisa tenang kalau anaknya di rawat di rumah saja, setidaknya walaupun ditinggal mudik orang tuanya ke Subang, masih ada yang menjaganya. Lagian keamanan rumahnya juga terjamin karena ada satpam di kompleksnya. Selain suasananya asri, lingkungannya juga enak, setiap hari Jum'at sering diadakan kegiatan pengajian rutin ibu-ibu kompleks.  Setiap Minggu suka diadakan kegiatan olah raga, yang diselenggarakan di lapangan depan rumahnya.

Setelah membereskan semua administrasi rumah sakit Andini dan keluarganya pulang, tetapi sebelum ke rumahnya mereka hendak berziarah dulu ke makam Andre. Perjalanannya ke sana tidak memakan waktu lama, paling sejam-an kalau jalanannya tidak macet. Akhirnya mereka sampai juga di TPU Sirnaraga Bandung. 

Andini dan kedua orang tuanya tidak sulit mencari makamnya, karena Pak Herman sudah tiga kali berziarah ke pusaranya. Mereka dengan khusyuk berdo'a, kerudung pasmina hitam yang dikenakan gadis cantik berlesung pipit itu, tersibak angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuhnya. Air matanya menetes ke pipi putih merah merona, sesekali dia mengusap dengan ujung hijabnya. Dalam hatinya ingin rasanya berteriak untuk mengeluarkan semua beban hidupnya, tetapi dia takut kedua orang tuanya semakin sedih dan sakit. Ada rasa kehilangan yang menusuk dadanya, cuma dia harus bisa tegar dan menahan semua kesedihannya. Setelah selesai mereka pun pulang ke rumah. 

Semenjak Andini mendapat musibah, Derry sangat perhatian dan sering menjenguknya untuk memberikan support, serta membawa makanan kesukaannya. Di sela-sela waktu luang sehabis kerja, dia selalu menyempatkan diri untuk datang ke rumahnya, walau cuma beberapa menit saja. Dia bertekad untuk mencari pelaku pemerkosaan terhadap gadis pujaannya, selama ini dia sedang menyelidiki orang-orang yang terlibat dalam kejadian itu. 

Lama kelamaan rasa sayang dan cinta Derry kepada Andini mulai tumbuh kembali. Ada rasa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Rasa rindu itu menjalar dalam tubuhnya setiap menatap foto Andini di ponselnya. Ya, fotonya tersimpan di memori hpnya, dia mengambilnya dari akun App biru berlogo F milik gadis idamannya. Setiap menatap fotonya dia ingin terus bertemu dan bersama setiap saat. Seperti sore ini, dia cepet-cepet pergi ke tempat Andini. Dia tau kalau gebetannya itu pulang hari ini, cepat-cepat dia pergi untuk menemuinya. Sesampainya disana terlihat wanita cantik berhijab abu-abu itu sedang duduk di teras depan rumahnya. 

"Assalamualaikum, Andini lagi apa?" Sapa Derry, matanya berbinar-binar, senyum dari bibir tipisnya melengkung. 

"Waalaikumsalam, ehh, Kak Derry. Lagi santai, Kak. Ayok masuk!" Jawab Andini sambil tersenyum simpul. Bibirnya yang ranum dan seksi membuat semua lelaki terpikat dan terpesona dengannya. Begitupun dengan Derry, dia sangat bahagia melihat raut wajahnya yang teduh dan anggun itu. 

"Iya, terima kasih! Kok, sendirian? Kemana yang lain?" Tanya Derry berpura-pura menanyakan orang tua Andini, padahal dia sudah kangen melihatnya. 

"Oh, Papih dan Mamih lagi istirahat, Kak Anton belum pulang kerja," jawab Andini sambil melihat ke taman. Terlihat kalau Andini masih sedikit cuek kepada Derry, atau memang belum bisa move on dari tunangannya, sehingga belum bisa menerima cinta dari lelaki manapun. Membuat Derry harus ekstra semangat untuk bisa mengambil perhatian dan hatinya. 

Andini dan Derry sudah cukup lama duduk di depan teras, Anton pun baru saja pulang dari kantornya. Dia sangat senang melihat temannya mendekati adik kesayangannya. Harapannya, Derry bisa menggantikan dan bisa mengisi posisi Andre di hati Andini. Namun, dia tidak bisa memaksakan kehendaknya, semua keputusan di serahkan semuanya kepada adiknya. 

"Nah, gitu dong. Ajak ngobrol tamunya," ledek Anton kepada adiknya. Mata Andini pun mendelik, mulutnya mengerut, terus tersenyum. Kemudian Anton mengelus kepalanya. 

Derry pun tersenyum melihat kekonyolan kedua adek kakak itu, suasana pun mencair. Mereka tertawa bersama. Ketika sedang asik bersenda gurau, mata Andini langsung terbelalak melihat sesosok bayangan, yang sedang duduk di atas sepeda motor. Namun tubuhnya terhalang pohon di pinggir jalan kompleks, sehingga wajahnya tidak terlihat. Sepertinya orang itu sudah dari dari tadi memperhatikan mereka. 

"Heiii! Siapa kau?" Teriak Andini. Terus tegak dan berjalan ke pagar hendak mendekatinya, tetapi orang itu secepat kilat melajukan motornya dengan kencang. 

"Ada apa Andini?" Tanya Anton kaget. Terus dia dan Derry menghampirinya. 

"Itu, Aa. Ada orang lagi ngawasin kita?" Andini menunjuk motor yang sudah berlari ke arah jalan utama kompleks itu.

"Mana? Udahlah biarkan, paling orang lewat doang," ucap Anton tanpa berpikir panjang. Namun, Derry berpikiran lain, sebagai seorang Intel di kepolisian dia sangat tau gerak gerik orang yang berniat jahat kepada Andini, tetapi dia tidak mau gegabah dengan semua tuduhannya. Harus ada bukti kuat untuk membongkar pelaku pemerkosaan terhadap adik temannya itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status