Share

Bab 4. Pemakaman Andre

"Sudah, Tante. Yang sabar!" ucap Nisa menenangkan. 

"Tante harus tegar biar Andini bisa kuat dan ikhlas menghadapinya," bujuknya sambil menahan tangis.

Di samping mereka Derry hanya bisa berdiri dan diam seribu bahasa, sesekali matanya memandangi wajah Andini yang tertidur pulas sambil mengusap air mata yang menetes keluar sendiri dari sudut matanya. Beberapa saat kemudian dia keluar dan berpamitan. 

" Tante, Nisa, aku mau pamit pulang, nanti kalau butuh bantuanku tinggal telpon aja," ucap Derry sambil bersalaman. 

"Iya, makasih ya, Der. Sudah menolong Andini," jawab Nisa sambil tersenyum. 

"Nanti kalau polisi minta kesaksian, kamu bersedia membantu kami, kan?" tanyanya kembali. 

"Tentu, jangan sungkan. Aku pasti membantunya.

Kalau ada waktu aku pasti menengok Andini lagi," ucapnya, "Tante, yang sabar ya. Semoga pelakunya cepat tertangkap," hiburnya. Kemudian dia pergi meninggalkan rumah sakit tersebut. 

Selang beberapa saat pak Herman keluar dari ruangan dokter diiringi seorang perawat. Tidak lama mereka pun memindahkan Andini ke tempat rawat inap di lantai lima.

Pada akhirnya, keluarga Andre beserta kakak Andini bernama Anton dan adiknya yang bernama Anggita datang, untung pak Herman masih di lantai bawah sedang mengurus berkas-berkas yang harus di tanda tanganinya, sehingga bisa bertemu di sana.

Mereka pun mengobrol sebentar, terus langsung pergi ke ruang forensik sedangkan kedua saudara Andini pergi ke lantai lima tempat dirawatnya.

Kedua orang tua Andre sangat terpukul dengan musibah yang menimpa anak cowok satu-satunya dan calon menantunya itu. Padahal  mereka akan mengadakan acara pernikahan anaknya yang sudah lama dinantikannya. 

Sesampainya di ruang forensik Tante Lusi ibunya Andre sangat shock melihat keadaan tubuh anaknya yang penuh lebam, kepalanya terkulai, banyak bercak darah di wajahnya. Di pelipis kanan dan bibirnya  ada luka robek seperti kena pukulan.Dia terus menangis dan berteriak histeris memanggil anak kesayangannya itu. 

"Andre kenapa kamu, Nak? Jangan tinggalin Mamah!"

Kemudian bibirnya mengumpat orang yang sudah tega membunuh anaknya, "Dasar bajingan! Kenapa kalian tega membunuh anakku! Salah dia apa?" teriaknya. 

Desi kakaknya Andre terus menenangkan dan mendekap ibunya," Sudah, Mah. Ikhlaskan kepergiannya, kasian Andre," bujuknya dengan berlinang air mata. 

"Mamah mana bisa tenang kalau orang yang membunuhnya belum ditangkap," ucapnya. Air matanya terus berderai. 

"Sudah, Mah. Sabar!" ucap Pak Darwin. Terus dia menyuruh Desi anaknya membawa ibunya duduk di depan ruangan itu. 

Desi langsung memapah Bu Lusi ke kursi yang ada di depan, kemudian memberikan sebotol minuman air mineral. 

"Ayok, Mah, minumlah! Biar hati Mamah tenang," ucapnya.

Bu Lusi langsung menyeruput minumannya, sedangkan Pak Darwin ayahnya Andre terlihat sedang berbincang dengan pihak kepolisian.

Setelah selesai di otopsi, jenazah Andre di bawa pulang ke rumahnya di Bandung. Di depan teras tempat duka terlihat sudah ada tenda dan terpasang bendera kuning. Sudah banyak tamu dan sanak saudaranya yang menunggu kedatangan jenazah. Di depan pekarangan pun sudah berjejer karangan bunga dari teman-teman dan rumah sakit tempatnya bekerja untuk mengucapkan bela sungkawa.

Sekitar jam dua siang Ambulans baru datang, Isak tangis memecah gendang telinga, menyambut peti jenazah yang baru saja dikeluarkan dari sebuah mobil jenazah. Beberapa orang tampak berlari menghampiri peti seolah tak sabar ingin melihat sosok yang terbujur kaku di dalam sana. Tangis mereka tak berhenti, diiringi sholawatan ketika petinya di keluarkan dan di gotong ke dalam rumahnya. 

Terlihat orang tua dan kakak Andre sangat terpukul, ketika baru saja keluar dari mobil pajero. Ibu Lusi berjalan dipapah oleh Desi dan suaminya Pak Darwin sambil menangis, tubuhnya lemas mungkin jiwanya terguncang mengetahui anaknya sudah terbujur kaku.

Sesampainya di dalam rumah, dia terduduk di depan peti jenazah anaknya sambil memeluk fotonya. Kemudian petinya dibuka karena kakek, paman dan tantenya pingin melihat wajah Andre untuk terakhir kali.

Seisi ruangan menjerit histeris kala peti dibuka. Sosok yang disayanginya sudah terbujur kaku dengan tubuh telah dibalut kain kafan. Kemudian kain kafannya dibuka. 

"Astagfirullah Haladzim!" sontak mereka kaget.

Terlihat mukanya bengap-bengap dan lebam, dari hidungnya masih keluar darah segar walaupun sudah ditutup kapas. Ada luka menganga di pelipisnya, di lehernya ada bekas jeratan tali. Kerabatnya pun langsung mengelus dan mencium keningnya. Banyak orang-orang yang mengecam pelaku pembunuhnya. 

Tidak lama Ibu Lusi pun pingsan setelah melihat wajah anaknya, suami dan kerabatnya lalu menggotongnya ke kamar. Para kerabat, tetangga dan teman kerjanya terus berdatangan, sebagian ada yang membaca Yasin dan mendo'akannya.

Sesudah pak ustadz datang, jenazah langsung  disholatkan berjamaah di rumahnya. Setelah sholat Ashar, jasadnya langsung dibawa ke mesjid untuk di sholatkan kembali oleh warga sekitar, lalu dibawa ke TPU Sirnaraga untuk di makamkan.

Langit terlihat mendung, sepertinya awan ikut bersedih melepaskan kepergian Andre. Mobil dan motor pun beriringan memenuhi jalanan, bunyi sirine pun terdengar pilu. Banyak kerabat, teman dan sanak saudaranya yang mengantar ke tempat petistirahat terakhirnya.

Sesampainya di TPU Sirnaraga sudah ada tenda, satu lubang liang lahat dan  beberapa pegawai penggalian kubur yang sudah siap menunggu jasadnya. Peti jenazah pun di gotong diiringi sholawatan, terus di letakkan di pinggir kuburan.

Tangisan pun pecah kembali manakala tubuh almarhum di masukkan ke liang lahat, saudara dan teman-temannya tidak menyangka kalau Andre akan secepat itu meninggalkan mereka. 

Pak Darwin mengadzankannya, kemudian ditutuplah sedikit demi sedikit liang lahatnya. Pak ustadz tidak lupa memberikan sedikit petuah dan membacakan do'a. Air mata Bu Lusi dan Desi 'tak terbendung lagi, sambil berjongkok mereka mengelus papan nisan Andre, terus menaburkan bunga.

Setelah selesai satu persatu para pelayat pun mulai meninggalkan kuburan tidak terkecuali kedua orang tua Andre. Mereka dengan berat hati meninggalkan anak kesayangannya itu. 

Alhamdulillah acara pemakamannya berjalan lancar sampai selesai. Namun, teka-teki pembunuhnya masih menyisakan misteri, orang-orang terdekatnya merasa heran dan bertanya-tanya. 

"Siapa yang telah tega membunuhnya dan motifnya apa?"

Karena menurut pemikiran mereka kalau dihadang begal pasti dompet dan ponselnya hilang, tetapi ini tidak ada barang yang hilang sama sekali, kecuali kaca mobilnya yang hancur dan bannya kempes seperti ada yang menembaknya.

Terus kalau ada yang dendam kepadanya siapa? Selama ini Andre di kenal orang baik dan ramah sama siapa pun, tidak mungkin ada yang memusuhinya. 

Di pinggir jalan depan pemakaman terlihat sebuah mobil mewah terparkir di bawah sebatang pohon besar. Di dalamnya terlihat empat pasang mata sedang mengawasi prosesi pemakaman Andre, ada senyum lebar terlihat dari wajah mereka. Sesosok pria berkaca mata hitam yang duduk disebelah supirnya berbicara dengan penuh kedengkian. 

"Rasain Kamu, Andre!" Hahahaha ... tawa mereka pun terdengar lepas. Setelah para pelayat pergi, mereka pun ikut pergi dengan perasaan penuh kemenangan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status