Se connecterPagi itu, gedung Valen Corp terasa berbeda.
Bukan karena lebih ramai, melainkan karena semua orang bergerak dengan kehati-hatian berlebihan. Senyum-senyum dipasang terlalu cepat. Sapaan terdengar terlalu rapi. Setiap langkah seolah diperhitungkan, seakan lantai marmer bisa merekam jejak niat.
Keira merasakannya sejak ia melewati pintu putar di lobi.
Audit telah memasuki fase yang tidak lagi bisa dikendalikan dengan basa-basi.
Ia berjalan menuju lift eksekutif tanpa menoleh, membawa satu map tipis berwarna gelap. Isinya tidak banyak—hanya beberapa lembar cetakan dan catatan tangan. Namun Keira tahu, beratnya melebihi tumpukan laporan mana pun yang pernah ia tandatangani.
Di dalam lift, pantulan dirinya di dinding logam terlihat lebih tenang daripada yang ia rasakan. Ia menarik napas dalam, bukan untuk menenangkan diri, melainkan untuk memastikan pikirannya tetap jernih.
Hari ini, ia harus menarik garis.
***
Ruang rapat kec
Hari pertama tanpa jabatan terasa ganjil.Keira bangun lebih pagi dari biasanya, bukan karena jadwal rapat atau notifikasi tak henti, melainkan karena sunyi. Tidak ada pesan dari sekretariat. Tidak ada agenda yang menunggu persetujuannya. Dunia tetap bergerak, hanya saja tidak lagi meminta izinnya.Ia duduk di tepi ranjang beberapa saat, membiarkan perasaan itu menetap—bukan sebagai kehilangan, melainkan sebagai penanda. Ia telah melepas sesuatu, dan kini harus belajar berdiri tanpa penopang yang selama ini dianggap perlu.Di ruang makan, Nero sudah duduk dengan setelan kerja.“Kamu tidak perlu ke kantor hari ini,” katanya.Keira menuang kopi. “Aku tidak pernah perlu kantor untuk berpikir.”Nero tersenyum tipis. “Ibuku menelepon lagi.”Keira tidak menoleh. “Dan?”“Dia bilang, dewan akan bergerak lebih jauh,” jawab Nero. “Mereka ingin jarak. Dari kita.”Keira mengangguk pelan. “Itu konsekuensi yang masuk akal.”Nero berdiri, mendekat. “Aku tidak akan menjaga jarak.”Keira akhirnya mena
Panggilan itu datang menjelang siang, tepat ketika Keira baru saja selesai menandatangani berkas yang menunda dua proyek besar.Nomor tak dikenal. Nada dering yang singkat, nyaris sopan.“Keira Valen,” suara di seberang terdengar resmi. “Kami dari unit penyelidikan keuangan. Kami membutuhkan keterangan Anda. Hari ini.”Keira tidak terkejut. Ia sudah menunggu titik ini sejak konferensi pers.“Alamat?” tanyanya singkat.“Surat resmi akan menyusul. Tapi kami menyarankan Anda datang dengan penasihat hukum.”Keira menutup panggilan, lalu duduk diam beberapa detik. Bukan untuk menenangkan diri—melainkan untuk memastikan urutan langkah di kepalanya tetap utuh.Ia mengirim satu pesan.Aku dipanggil. Hari ini. —KBalasan Nero datang hampir seketika.Aku ikut.***Ruang pemeriksaan tidak besar. Dindingnya polos, lampu putihnya terlalu terang, membuat setiap gerakan terasa diawasi. Keira duduk di satu sisi meja, ditemani penasihat hukumnya. Di seberang, dua penyidik membuka map tebal.“Ini akan
Serangan itu datang tanpa peringatan.Bukan lewat pintu depan, bukan dengan pernyataan resmi. Ia menyelinap melalui celah-celah yang paling sulit dijaga opini, bisik-bisik, dan narasi yang dipelintir rapi.Keira mengetahui hal itu saat ia baru saja meletakkan ponselnya di meja sarapan.Judul berita terpampang besar di layar tablet Shena—bukan, bukan Shena lagi, melainkan asisten baru yang wajahnya masih canggung memikul beban krisis.Direktur Valen Corp Diduga Mengetahui Manipulasi Sejak Awal.Keira tidak langsung membaca isi artikel. Ia menatap judulnya saja sudah cukup lama untuk memahami arah angin. Leonard tidak melawan dengan data. Ia melawan dengan cerita.“Siapa yang pertama memuat ini?” tanya Keira.“Dua portal besar,” jawab asisten itu. “Sumbernya anonim, tapi narasinya konsisten.”Keira berdiri. “Itu berarti terkoordinasi.”Ia berjalan menuju jendela, memandang halaman kantor yang mulai ramai oleh kendaraan media. Sejak konferensi pers kemarin, gedung ini tidak lagi terasa s
Pagi itu, Keira berdiri di belakang panggung konferensi pers dengan punggung lurus dan telapak tangan dingin.Lampu-lampu menyala lebih terang dari yang diperlukan. Mikrofon diuji berkali-kali. Setiap suara kecil terdengar seperti gema yang berlipat. Di luar ruangan, deru percakapan wartawan menyatu dengan langkah-langkah cepat staf perusahaan yang mencoba tampak sibuk.Semua terlalu terang. Terlalu terbuka.Di layar monitor kecil, logo Valen Corp terpampang kaku. Tidak ada musik pembuka. Tidak ada sambutan hangat. Hanya hitungan mundur yang berjalan perlahan, seolah memberi waktu terakhir bagi siapa pun yang ingin menarik diri.Nero berdiri di sampingnya, mengenakan setelan gelap tanpa dasi. Wajahnya tenang, tetapi Keira tahu ketenangan itu dipelajari dari bertahun-tahun hidup di bawah sorotan yang tidak pernah ramah.“Kamu masih bisa mundur,” kata Nero pelan.Keira menggeleng. “Kalau aku mundur sekarang, aku tidak akan pernah berhenti.”Nero menatapnya sesaat, lalu mengangguk. “Kala
Berita itu muncul keesokan paginya.Bukan di halaman utama, tidak juga dengan judul sensasional. Hanya satu kolom pendek di portal bisnis yang jarang dibaca orang awam, tapi selalu dipantau mereka yang berkepentingan.Audit internal Valen Corp menemukan indikasi penyalahgunaan akses data. Investigasi masih berlangsung.Keira membaca berita itu sekali, lalu menutup layar ponselnya. Ia tidak perlu membaca lebih jauh untuk tahu dampaknya. Satu kalimat sudah cukup untuk menggerakkan banyak kepanikan dan lebih banyak manuver.Di kantor, suasana memburuk dengan cepat.Telepon dari investor masuk bertubi-tubi. Rapat darurat dijadwalkan tanpa jeda. Orang-orang yang kemarin masih tersenyum kini berbicara dengan suara tertahan, seolah dinding memiliki telinga.Keira berdiri di depan jendela ruang rapat eksekutif, memandang kota yang tampak tidak peduli. Ia tahu, setelah ini, setiap langkahnya akan diawasi.“Audit meminta klarifikasi lanjutan,” lapor Shena—bukan Shena, tapi salah satu manajer in
Keira menyalakan laptop saat kota masih setengah terjaga.Cahaya pagi menyelinap tipis melalui celah tirai, memantul di layar yang menampilkan satu folder lama—folder yang selama ini ia buka hanya untuk memastikan isinya masih ada. Ia tidak pernah benar-benar berniat menggunakannya. Tidak sampai semuanya mendorong ke titik ini.Rekaman rapat internal, tiga tahun lalu.Tanggalnya tercetak jelas. Nama peserta tercatat rapi. Dan di antara suara-suara yang samar, satu suara terdengar terlalu yakin—terlalu tenang membicarakan sesuatu yang seharusnya tidak pernah menjadi strategi.Leonard.Keira menekan play.Suara itu memenuhi ruangan kecil, membawa kembali aroma ruang rapat lama, kopi yang mendingin, dan keputusan-keputusan yang diambil dengan senyum tipis. Ia mendengarkan tanpa emosi berlebihan, mencatat menit demi menit, memastikan tidak ada potongan yang bisa dipatahkan.Ini bukan bukti yang sempurna. Tapi ini cukup untuk mengubah arah.Ponselnya bergetar.Nero.“Kamu belum tidur,” kat







