Share

Bab 3

Sampai pagi menyapa, Gendis masih belum juga tidur. Air matanya masih terus keluar membasahi pipinya.

"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku tidak mau menikah dengan pria yang sudah beristri tapi bagaimana dengan nasib bapak dan Indri kalau sampai aku tidak menikah dengan juragan Karta," batin Gendis.

Pikirannya masih terus melayang jauh entah kemana. Bahkan sampai matahari mulai menyingsing. Gendis memilih untuk tak berangkat sekolah karena pikirannya yang sedang kacau saat itu.

Terdengar derap langkah kaki di luar kamarnya dan setelah itu menghilang begitu saja. Namun, Gendis masih tak bangkit dari tempat tidurnya saat itu. Ia masih meringkuk memeluk kakinya yang ia tekuk hingga ke dada.

"Tok, tok, tok."

Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. Dengan cepat Gendis menyapu air matanya yang saat itu masih keluar dari matanya.

"Gendis, ini bapak. Apa bapak boleh masuk?" tanya Hartono.

"Iya oleh, Pak," jawab Gendis dengaj suara parau.

Hartono pun masuk dan melihat Gendis yang tengah terbaring. Tak lama Gendis yang sudah menyapu air matanya pun segera duduk, menyambut kedatangan Hartono.

"Ndis, bapak mau minta maaf sama kamu tentang apa yang sudah bapak katakan tadi malam. Tidak seharusnya bapak berkata seperti itu padamu. Bapak benar-benar minta maaf," ucap Hartono.

"Iya Pak. Gendis tahu kok kalau bapak tidak bermaksud mengatakan hal itu. Gendis juga minta maaf karena Gendis tidak bisa mengabulkan permintaan bapak. Gendis benar-benar tidak mau menikah dengan juragan Karta."

Tiba-tiba saja Indri masuk ke dalam kamar Gendis membuat Gendis sangat tercengang.

"Loh Ndri, kamu kok nggak berangkat sekolah?" tanya Gendis.

"Tadi dia sudah mau berangkat, Ndis, tapi bapak larang. Bapak ceritakan semuanya pada Indri dan meminta dia untuk mengemasi pakaiannya. Kita kan tidak tahu kapan juragan Karta akan datang ke sini. Takutnya dia ke sini sebelum Indri pulang," ucap Hartono.

"Mbak, apa kita benar-benar harus pergi dari rumah ini? Di sini kan banyak sekali kenangan bersama ibu. Apa kita harus kehilangan rumah ini beserta kenangannya," uca Indri mendekati Gendis dan Hartono yang tengah duduk di pinggiran ranjang.

Kedua mata Indri sudah berkaca-kaca membuat Gendis merasa sangat hancur.

"Mbak minta maaf, ya, Ndri. Mbak bener-bener nggak mau menikah dengan laki-laki yang sudah beristri," ucap Gendis.

Tangis Indri pun seketika pecah begitu juga dengan Gendis dan juga Hartono yang ikut menitikkan air matanya.

Hartono memeluk kedua putrinya dengan sangat erat. "Maafkan bapak ya karena bapak tidak bisa membuat kalian bahagia malah selalu membuat kalian susah," ucap Hartono. Sesekali Hartono terbatuk hingga membiat tubuhnya menegang.

"Bapak jangan bicara seperti itu. Bapak adalah bapak yang paling terbaik untuk kita," jawab Indri cepat.

Tiba-tiba saja suara ketukan pintu yang cukup keras membuat ketiganya terkejut. Dengan cepat Hartono melepaskan pelukannya pada ketiga putrinya.

"Biar bapak buka pintunya." Dengan cepat Hartono bangkit dan berjalan pelan menghampiri pintu rumah.

Indri puj segera memeluk Gendis dengan erat. "Mbak tenang ya, Mbak. Mbak nggak akan menikah dengan pria itu kok," ucap Indri menenangkan Gendis yang sudah ketakutan mendengar suara Karta di luar kamarnya.

Hartono pun membuka pintu dan langsung terlihat Karta yang berdiri di depan pintu sembari merokok membuat Hartono terbatuk.

Namun, kedatangan Karta kali ini tak sendiri. Ia didampingi oleh Anjarwati, ibunya.

"Oh jadi ini rumah yang akan kamu sita, Karta," ucap Anjarwati sambil menerobos masuk ke dalam rumah dan mengamati setiap sudut di dalamnya.

"Bagaimana pak Hartono, apa kamu sudah menyiapkan uangnya? Atau kamu siap untuk kehilangan rumah ini?" tanya Karta fengan ekspresi datar.

"Saya mohon juragan, tolong kasih saya waktu sedikit lagi," pinta Hartono yang langsung menjatuhkan tubuhnya di hadapan Karta untuk bersujud di depannya.

"Tidak bisa! Aku sudah sering memberimu keringanan selama ini. Aku membiarkanmu menunggak sampai selama ini tapi kali ini aku tidak bisa memberikanmu kelonggaran lagi," tegas Karta.

"Saya mohon, Juragan. Saya janji akan membayar langsung semua dengan bunganya asal juragan memberikan saya waktu lagi" ucap Hartono sambil terisak.

"Kamu itu nggak tahu malu ya, pak. Sudah diberi keringanan tapi malah melunjak." Anjarwati ikut angkat bicara.

"Aku kan sudah bilang kalau aku akan menganggap lunas semua hutang mu asal kamu mau menikahkan aku dengan Gendis, anakmu."

"Tidak Juragan. Aku mohon jangan bawa-bawa Gendis dalam masalah ini. Dia tidak tahu apapun jadi biarlah aku yang membereskan semua masalah ini tanpa melibatkannya."

"Baik kalau kamu memang tidak mau melibatkannya. Berarti sekarang juga kamu kemasi semua barang-barangmu." Karta mendorong tubuh Hartono dengan kakinya membuat Hartono terjengkang dan memekik menahan sakit.

"Kalau begitu cepat bereskan barang-barangmu dan angkat kaki dari rumah ini karena rumah ini akan jadi milikku." Karya mengangkat sertifikat rumah itu yang sudah ada di tangannya.

Gendis dan Indri yang berada di dalam kamar pun dapat dengan jelas mendengar suara rintihan dengan isak tangis Hartono.

"Mbak tunggu di sini ya, biar Indri keluar dulu sebentar," ucap Indri.

Spontan saja Gendis melepaskan Indri begitu saja. Ia masih tak berani menampakkan wajahnya di depan Karta karena tak ingin dijadikan istri olehnya.

Indri pun kekuat dari kamar Gendis dan langsung melihat Hartono yang sudah terduduk di lantai yang terbuat dari susunan papan.

"Bapak." Indri berlari menghampiri Hartono dan membantunya untuk bangun.

Hartono bangkit dari posisinya saat itu. Terkadang ia terbatuk sampai seluruh urat di tubuhnya menegang.

"Juragan, saya mohon beri kami keringanan waktu untuk membayar hutang-hutang kami. Kamu janji akan membayarnya segera." Kini giliran Indri yang ambil bagian untuk memohon pada Karta.

"Heh tidak bisa! Kamu anak kecil nggak usah ikut campur!" timpal Anjarwati.

"Atau kalau tidak kamu saja yang menjadi istriku menggantikan Gendis," ucap Karta.

Mendengar ucapan Karta membuat Indri ketakutan. Ia pun memeluk lengan tangan Hartono erat.

"Pak, Indri nggak mau," bisik Indri pada Hartono.

"Maaf juragan, tapi saya tidak akan menukarkan anak-anak saya dengan hutang yang saya miliki pada juragan," ucap Hartono tegas meski sesekali ia terbatuk.

"Dasar kerasa kepala! Kalau begitu kalian pergi dari sini sekarang! Aku sudah tidak mau melihat kalian lagi di sini!" bentak Karta keras.

Gendis yang mendengar teriakan Karta semakin bimbang dan dilema.

"Ya Tuhan, bagaimana ini. Apakah aku tega melihat keluarga ku seperti ini. Aku tidak mungkin tega melihat bapak yang sedang sakit harus kedinginan di luaran sana," batin Gendis semakin bingung.

"Cepat kemasi barang-barang kalian dan pergi dari sini!" bentak Karta lagi sembari membalikkan badannya.

"Ayo Ndri, kita kemasi barang-barang kita," ucap Hartono mengajak Indri. Namun Indri malah terpaku di tempatnya.

"Baiklah juragan, kalau itu yang juragan inginkan, aku siap menjadi istri juragan," ucap Indri dengan nada suara bergetar membuat Gendis yang berada di kamar seperti mati berdiri.

Semua orang yang mendengar ucapan Indri pun merasa sangat terkejut dengan keputusan yang Indri ambil saat itu.

"Apa yang Indri lakukan," batin Gendis kesal.

Ia pun segera bangkit dari duduknya di atas ranjang dan keluar dari kamar menghampiri semua orang yang tengah berada di ruang tamu.

"Jangan!" Teriak Gendis memecah suasana saat itu.

Anjarwati yang melihat Gendis keluar dari kamarnya pun merasa sangat takjub dengan kecantikan yang Gendis miliki.

"Apa ini gadis yang ingin Karta nikahi? Cantik sekali dia," batin Anjarwati memuji.

"Kenapa jangan? Apa kamu tidak mengizinkan adikmu ini menikah denganku?" tanya Karta yang seketika menjadi semringah saat Gendis keluar dari kamarnya.

"Iya! Aku tidak akan mengizinkan adikku menikah dengan juragan."

"Kalau begitu berarti kamu harus menikah denganku atau lunasi semua hutang bapakmu ini." Karta menantang.

"Aku akan menikah dengan juragan asal juragan berjanji mau menganggap lunas semua hutang bapakku dan jangan pernah ganggu bapak dan adikku lagi," ucap Gendis dengan suara bergetar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status