Dengan berbunga-bunga Karta pulang ke rumah. Indah dan Ayu yang melihat wajah semringah Karta pun merasa heran.
"Kamu kenapa, Mas? Kok senyum-senyum begitu?" tanya Ayu menghampiri Karta. "Aku akan segera menikah lagi! Aku akan punya anak laki-laki," jawab Karta sembari tertawa senang. Indah yang mendengar ucapan Karta pun segera menoleh ke arah Karta dan Ayu. "Bagaimana ini, bagaimana jika mas Karta menikah lagi dan berhasil punya anak laki-laki. Itu artinya hanya aku satu-satunya istri yang tidak memberikannya keturunan." Indah membatin dalam hati. Rasanya begitu sangat sakit saat ia harus mendapatkan hinaan dari semua orang karena tak bisa punya anak. "T-tapi, Mas. Bagaimana kalau dia tidak bisa memberikanmu anak laki-laki." Ayu menghentikan tawa Karta saat itu dengan kalimatnya. "Tidak mungkin! Dia pasti bisa memberikanku anak laki-laki. Aku yakin dia bisa memberikan ku anak laki-laki yang tidak bisa kalian berikan," ucap Karta. "Tapi, Mas. Aku kan punya Raya, aku nggak mau ya kalau sampai uang bulanan ku dipotong hanya untuk istri muda kamu itu. Kalau nantinya kamu mau memotong uang bulanan kami untuk istri muda kamu. Potong saja punya mbak Indah, dia kan nggak punya anak jadi pasti nggak banyak pengeluarannya," ucap Ayu melirik ke arah Indah. Indah pun tersentak dan segera menoleh ke arah Ayu. "Loh kok begitu. Nggak bisa begitu dong, Yu. Masa hanya punyaku saja yang dipotong hanya karena aku nggak punya anak." Indah tak Terima. "Tapi Ayu ada benarnya, Ndah. Kamu kan nggak punya anak jadi pasti pengeluaran mu nggak banyak jadi ya uang bulanan mu saja nanti uang dipotong untuk istri baru Karta." Anjarwati yang ada di sana pun segera angkat bicara. "Tapi, Bu. Aku kan...." Belum sempat Indah menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Karta menyela. "Sudah! Sudah! Masalah itu nanti aku yang memutuskan. Tugas kalian hanya menerima Gendis dengan baik di rumah ini jika dia sudah menjadi istriku. Mengerti!" tegas Karta. Ayu dan Indah hanya bisa menundukkan kepalanya. Tak lama Karta pun pergi ke dapur untuk mengambil minum. Namun, rupanya Anjarwati mengikuti langkah kakinya dari belakang. "Karta, tunggu dulu! Ibu mau bicara sesuatu padamu," ucap Anjarwati. Dengan cepat Karta menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arah belakang tapat Anjarwati berdiri. "Mau bicara apa, Bu? Ada apa?" tanya Karta. "Ibu mau membahas tentang Gendis. Sepertinya dia itu terpaksa menikah denganmu. Kamu jangan sampai terpedaya olehnya apalagi usianya masih sangat muda dan dia cantik. Dia bisa saja mengkhianati kamu dengan wajah sok polosnya itu." "Maksud Ibu apa?" tanya Karta tak mengerti. "Maksud Ibu, kamu harus lebih berhati-hati pada wanita berusia muda. Biasanya mereka cuma morotin dan memanfaatkan laki-laki saja. Kamu jangan sampai rugi kalau menikah dengan gadis itu apalagi dia anak orang miskin. Nggak ada yang bisa diharapkan dari dia selain anak laki-laki seperti yang kita inginkan." "Ibu benar juga. Dia menikah denganku karena paksaan keadaan jadi bisa saja dia mengkhianati ku setelah menikah nanti dan membalas dendam padaku." "Itu benar! Karena itu kamu jangan menikahinya secara sah. Nikahi saja dia secara siri dan lihat apakah dia bisa memeberikanmu anak laki-laki atau tidak. Jika dia bisa memberikannya maka kamu bisa nikahi di secara sah karena kamu tidak akan rugi tapi jika dia masih belum bisa memberikanmu anak laki-laki, maka biarkan saja dia bertahan dengan status istri siri," jelas Anjarwati panjang lebar memberikan saran pada Karta. "Ibu benar juga. Aku nggak boleh terpedaya hanya karena melihat kecantikannya saja. Siapa tahu hatinya itu busuk dan menyimpan dendam padaku." Karta sedikit merenung. "Kalau begitu, besok nikahi saja dia secara siri. Jangan nikahi secara sah. Rugi kalau kamu nikahi dia secara sah tapi dia nantinya seperti kedua istrimu yang tidak bisa memberikan anak laki-laki," jelas Anjarwati lagi. *** Sementara di tempat lain, Ayu dan Indah tampak masih bersitegang. Keduanya sama-sama melemparkan tatapan tajam satu sama lain. "Yu, maksud kamu apa sih kok bicara seperti itu pada mas Karta. Kenapa kamu meminta mas Karta memotong uang bulanan ku." Indah melotot pada Ayu. Namun, Ayu yang tak takut pada Indah malah balas memelototinya. "Loh salahku dimana? Memang benar kan kalau mbak Indah itu nggak punya anak jadi pengeluarannya pasti nggak banyak . Beda sama aku yang punya anak makanya aku minta mas Karta memotong uang bulanan mbak Indah saja." "Kamu ini keterlaluan ya, Yu!" Indah mengangkat tangannya dan hendak memukul Ayu. Dengan cepat Ayu pun memalingkan wajahnya. Tapi belum sempat Indah mendaratkan tamparannya pada Ayu, tiba-tiba Anjarwati datang menghampiri keduanya. "Apa-apaan ini! Kenapa kalian berkelahi?" tanya Anjarwati dengan nada sedikit tinggi. Indah pun akhirnya mengurungkan niatnya memukul pipi Ayu. Perlahan ia menurunkan tangannya dan memenangkan dirinya yang saat itu masih sangat emosi. "Kalian kok malah berkelahi seperti ini sih! Bikin malu saja! Harusnya kalian itu bersiap-siap untuk pernikahan Karta besok!" Ayu dan Indah sontak terkejut bukan main. Keduanya tak menyangka jika Karta akan menikah secepat itu. "Apa, Bu? Mas Karta akan menikah besok? Kenapa mendadak sekali?" Indah membulatkan kedua matanya. "Iya, Bu. Kok mendadak sekali sih. Kita kan belum ada persiapan apapun." Ayu ikut menatap Anjarwati. "Karena itu kalian jangan berkelahi. Nggak ada gunanya! Lebih baik sekarang kalian persiapkan semuanya untuk pernikahan Karta besok," ucap Anjarwati yang lagi-lagi membuat Indah dan Ayu terkejut. "A-apa, Bu! Aku dan mbak Indah yang menyiapkan acara pernikahan maa Karta besok?" Ayu menautkan kedua alisnya. "Tentu saja! Memangnya siapa lagi yang harus menyiapkan pernikahan Karta kalau bukan kalian! Sudah kalian siapkan semuanya! Dari penghulu, saksi dan baju pengantin. Semuanya kalian yang siapkan," ucap Anjarwati. "T-tapi, Bu." "Tidak ada tapi-tapian! Kalian lakukan atau aku akan bilang pada Karta kalau kalian tidak mau melakukannya," ancam Anjarwati pada Indah dan Ayu. Sontak saja Indah dan Ayu pun mengiyakan apa yang diperintahkan oleh Anjarwati saat itu karena mereka takut dimarahi oleh Karta. "Kalian siapkan yang biasa-biasa saja untuk pernikahan Karta besok karena mereka hanya akan menikah siri jadi tidak perlu mewah," jelas Anjarwati. Tak lama akhirnya Anjarwati pun pergi meninggalkan Indah dan Ayu yang saat itu masih terpaku di tempatnya. "Mbak, sepertinya ini ada yang aneh. Kenapa mas Karta memikahi tidak menikahi gadis itu secara sah padahal kan mas Karta sangat menggebu-gebu ingin menikahi gadis itu." "Kamu benar, Yu. Kenapa ya kok mas Karta tidak menikahi gadis itu secara sah seperti kita berdua." Indah pun mencoba menebak-nebak dalam otaknya. "Ah ya sudahlah, Mbak. Ngapain juga kita mikirin itu semua. Malah bagus dong kalau dia hanya dinikahi secara siri. Itu berarti dia tidak akan seberhak kita di rumah ini," ucap Ayu menyunggingkan senyumnya lalu pergi meninggalkan Indah yang masih melamun memikirkan pertanyaan di dalam kepalanya. "Kenapa mas Karta memilih kenikah siri, ya. Ini pasti ada sesuatu sampai mas Karta memilih menikahi gadis itu secara siri," ucap Indah lirih.7 tahun kemudian***Setelah 3 tahun lamanya, Karta masih terus membuktikan bahwa ia telah berubah menjadi lebih baik.Hari ini saat hari masih pagi, Karta datang ke rumah Gendis. Penampilannya terlihat sangat rapih dengan kemeja lengan panjang dan celana panjang serta rambut yang tetata rapi.Gendis mempersilahkan Karta duduk di kursi. Gendis pun duduk berhadapan dengan Karta yang saat itu ada di depannya.Gendis sedikit heran melihat Karta yang berpenampilan begitu rapih."Mas Karta mau kemana? Kok rapi sekali?" tanya Gendis penasaran."Emmm aku sengaja berpenampilan rapih begini, Ndis. Aku ingin melamar seseorang," jawab Karta.Gendis pun tercengang mendengar jawaban Karta. Gendis merasa penasaran akan wanita yang akan dilamar oleh Karta."Siapa kira-kira wanita yang akan dilamar oleh mas Karta, ya? Apa jangan-jangan aku," batin Gendis.Keduanya masih saling menatap sesekali. Tak lama Karta pun menyeruput kopi buatan Gendis yang rasanya masih sama, nikmat sesuai dengan seleranya."E
"Sekarang ini bukan lagi rumahmu, tahu! Lebih baik sekarang kalian pergi dari sini atau aku akan telepon polisi untuk menyeret kalian semua dari sini," ancam Anjarwati.Karta yang merasa telah dikhianati oleh Anjarwati pun tak terima. Ia mencoba mencekik Anjarwati hingga wajahnya tampak pucat."Dasar wanita tua jahat! Bisa-bisanya kamu melakukan ini padaku! Kamu pantas mati, wanita tua!" teriak Karta penuh amarah.Tentu saja semua orang pun menjadi panik melihat Karta yang saat itu mencekik Anjarwati.Apalagi Gendis, ia merasa takut jika sampai Karta masuk bui lagi padahal ia sendiri sudah sangat susah payah melapangkan hatinya untuk membebaskan Karta dari penjara agar kelak anaknya tak malu mempunyai ayah mantan narapidana.Dengan cepat Gendis pun bergerak menghentikan Karta agar tak mencekik Anjarwati."Sudah, Mas. Jangan lakukan itu," ucap Anjarwati sembari mencoba menarik tangan Karta yang tengah mencengkram leher Anjarwati."Tidak, Ndis. Wanita jahat ini harus mati! Dia sudah mem
Karta mencoba membujuk Gendis dan berjanji untuk berubah. Tapi, sayangnya Gendis tetap teguh pada pendiriannya untuk berpisah dari Karta."Maaf, Mas. Keputusan ku sudah bulat. Aku tetap ingin berpisah darimu. Aku tidak ingin memperbaiki apapun denganmu, tapi kamu tenang saja. Aku tidak akan membiarkanmu berada di sini. Aku ingin kita bisa membesarkan Yasmine bersama-sama meskipun bukan dengan status suami istri," jelas Gendis dengan begitu tegas.Mendengar ucapan Gendis yang begitu yakin dengan keputusannya. Karta hanya bisa menitikkan air matanya.Kini ia telah kehilangan semua istrinya bahkan istri yang sebenarnya sangat menyayanginya dan memikirkan dirinya."Aku hanya ingin kamu berubah menjadi lebih baik, Mas. Untuk kehidupan mu di masa depan," ucap Gendis lagi.Dengan berat hati, Karta menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan."Baiklah kalau memang itu sudah keputusanmu. Aku tahu bahwa kesalahanku kemarin sudah sangat keterlaluan. Sekarang aku akan mengikuti ucapan
Setelah beberapa hari di rumah sakit akhirnya Gendis pun sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Indah, Indri dan Rehan menjemput Gendis yang masih tampak sedikit lemas dengan mata sembab.Sudah beberapa hari Gendis hanya menangisi bayinya yang telah meninggal dunia. Gendis hanya fokus meminum obatnya sehingga badannya terlihat sedikit lebih kurus karena tak banyak makan."Mbak Gendis hati-hati, ya. Sini biar ku bantu," ucap Indri berinisiatif memapah Gendis sementara Indah membawakan tas berisi pakaian milik Gendis."Sudah ya, Mbak. Mbak Gendis jangan nangis terus, aku takut mbak Gendis kenapa-napa kalau terus menerus terpuruk begini," ucap Indri saat berjaoan menuju ke parkiran.Tatapan mata Gendis yang tampak kosong pun membuat Indri semakin khawatir."Bagaimana Mbak nggak sedih, Ndri. Mbak sudah kehilangan bayi yang masih ada di dalam perut Mbak. Mbak merasa bersalah karena tidak bisa menjaga dia dengan baik," ucap Gendis."Tidak, Mbak. Mbak Gendis tidak salah. Ini semua kesalahan
Malam sudah lumayan larut dan Anjarwati baru pulang. Ia sedikit heran melihat rumah yang tampak sedikit berantakan terutama di bagian kamar Gendis.Sementara ia tak menemukan seorangpun di rumah itu. Anjarwati mencoba untuk mencari Karta dan Gendis tapi ia tak menemukannya.Anjarwati masih belum menyerah. Ia mencoba memeriksa ke setiap ruangan sembari memanggil-manggil nama mereka tapi tetap tak ada jawabnya.Namun, bukannya khawatir ataupun panik karena ia tak menemukan Karta dan Gendis. Anjarwati justru duduk di sofa dengan senyum ceria penuh tawa.Perlahan Anjarwati melempar map di tangannya ke atas meja setelah ia duduk di sofa ruang tamu."Wah jadi gini ya rasanya kalau tinggal sendiri. Rasanya begitu tenang dan juga bebas," ucap Anjarwati dengan senyum bahagia."Sekarang rumah ini sudah jadi milikku seutuhnya dan juga semua usaha empang yang Karta miliki. Dia sudah tidak punya apapun sekarang," lanjut Anjarwati.Tak lama Anjarwati bangkit dari duduknya dan beranjak ke dapur. Di
Rehan datang dengan 2 orang polisi. Mereka langsung masuk ke dalam rumah Karta dan melihat sendiri penyiksaan yang tengah Karta lakukan pada Gendis."Angkat tangan anda!" ucap seorang polisi yang langsung menyergap Karta yang saat itu akan menyiksa Gendis lagi.Karta pun hanya bisa memberontak saat kedua tangannya di pegang erat oleh dua orang polisi.Sementara Gendis yang sudah tak berdaya, hanya bisa menangis melihat Karta ditangkap oleh polisi."Lepaskan aku, lepaskan!" Teriak Karta tak karuan."Bawa saja dia ke kantor polisi, Pak," ucap Rehan dengan tegas.Akhirnya kedua polisi itu pun membawa paksa Karta ke kantor polisi, meninggalkan Rehan yang hanya tinggal dengan Gendis."Awas kamu, ya! Berani-beraninya kamu bawa-bawa polisi! Lihat saja nanti kamu! Aku akan balas kamu!" teriak Karta dengan keras pada Rehan sebelum akhirnya ia dibawa oleh dua orang polisi yang menyeret paksa dirinya.Rehan pun segera menghampiri Gendis tanpa memedulikan ancaman Karta saat itu."Mbak, Mbak Gendi