[[ Artin Lvl 15 ]] [[ HP: 170/800 ]] [[ Penghisap Darah Petarung (General) Lvl 31 ]] [[ HP: 2300/15000 ]] Artin menjatuhkan Palu Keadilan dan melompat mundur menghindari beberapa pukulan berikutnya, meskipun kali ini monster itu bergerak lebih liar, tetapi pukulannya tidak seakurat sebelumnya. “RAIH PALU!” Saat Palu Keadilan kini berada tepat di belakang monster, Artin segera mengaktifkan kemampuan Palu Keadilan miliknya, dan seketika berpindah tempat ke belakang monster itu. Buru-buru mengangkat palunya dan sekali lagi melemparkan pukulan ke kaki kurus dan tinggi monster itu. Artin berhasil memberika
[[ Anda telah mendapatkan hasil yang bagus pada serangan kedua ]] [[ Monster Tewas: 32 ]] [[ Menghitung Hadiah ]] [[ Anda telah menerima 5 Poin Status ]] Artin membuka matanya kembali perlahan, ketika sederet tulisan berwarna hijau menutupi pandangannya. Dengan semakin banyak usaha yang dilakukan Artin, dia merasa hadiah yang dia terima kali ini tampak lebih kecil. Hanya penambahan pada Poin Status yang dia miliki, tidak seperti sebelumnya ketika Artin mendapatkan kekuatan baru. Kepala Artin masih terasa pusing, menarik napas beberapa kali mencoba menenangkan diri dan akhirnya Artin perlahan mendapatkan kesadarannya sepenuhnya. &nb
Artin dan Laila melanjutkan obrolan mereka di ruang makan. Artin merasa lapar setelah mengetahui bahwa dia telah tidur hampir sepanjang hari, dan mencoba memakan semua yang dia temukan di dapur. Meski makanan di rumah Laila cukup banyak, hampir semuanya adalah makanan cepat saji, makanan kaleng atau buah-buahan yang sudah lama berada di lemari es dan tidak terlalu segar. Setelah itu mereka berdua duduk di ruang utama, bersantai dengan kopi dan menonton beberapa liputan dari beberapa peristiwa serangan monster terakhir. Laila duduk cukup dekat di samping Artin, berkali-kali menggoyangkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan yang menyentuh tubuh Artin setiap kali Laila melakukannya. Segelas susu panas ada di tangan Laila, meminumnya beberapa kali sambil menyenandungkan la
Artin dan Laila menghabiskan malam itu dengan berbasa-basi dan sedikit bercanda ketika Artin merasa media tidak menyajikan kondisinya secara adil. TETTTTT TETTTTT Laila tiba-tiba berhenti, ketika ponsel di atas meja bergetar dan kemudian acara TV berubah menjadi penampakan kamera pengintai yang dipasang di setiap sudut rumah. Dalam tayangan layar TV kali ini, tiga orang dengan beberapa senjata di tangan mereka berdiri mencoba mengepung posisi Fang yang menggeram ke arah mereka. “Fang!” Artin segera berdiri mengetahui Fang dalam bahaya, Artin tidak ingin orang lain salah paham dengan penampilan Fang dan malah mencoba menyerangnya. Laila meraih tangan Artin
[[ Anda telah membunuh pemain lain dan akan mendapatkan sebagian dari kemampuannya ]] [[ Tingkat kecocokan kemampuan terlalu rendah ]] [[ Anda tidak menerima apapun ]] Artin buru-buru berlari dan membuka pintu setelah menerima pemberitahuan sistem, lalu sekilas melihat Fang yang sedang mencakar tubuh orang yang sebelumnya berteriak dan mengancam dengan parangnya. Dua lainnya kali ini terlihat jelas di depan Artin. Salah satu dari mereka tidak memiliki senjata di tangan mereka dan yang lainnya memiliki tombak panjang dengan warna hitam gelap di tangannya. Seseorang yang tidak membawa senjata berjalan dengan tergesa-gesa dan tampak waspada saat Artin dan Laila datang.
Artin panik melihat kondisi Laila, lalu berlari dan mencoba memeriksa luka di bahu Laila. Sebuah tusukan benda tajam terlihat jelas di sana dan darah mengalir sangat deras. Artin tidak memiliki cukup Kristal Monster untuk membeli ramuan penyembuh untuk Laila. Lalu buru-buru mengangkat tubuh Laila dan membawanya masuk ke dalam rumah. Artin berlari dengan panik menuju kamar Laila yang bisa dengan mudah dibuka oleh Artin karena Laila sengaja tidak menguncinya. Artin meletakkan Laila di ranjang yang membuat darah di tubuh Laila mengalir dan mengotori seprainya. Lalu Artin berlari mengambil handuk dan berusaha menahan agar darah di bahu Laila tidak terus keluar. Artin menunggu beberapa saat, sampai darah Laila benar-benar berhenti kali ini dan menemukan kondisi pucat
Laila menunjukkan penampakan kamera pengintai di layar TV, dan setelah itu seorang wanita tampak sedang berdiri di depan pintu rumah. "Siapa?" Artin menanyakan identitas orang itu kepada Laila. Laila menggelengkan kepalanya sebagai tanda bahwa dia juga tidak mengetahui identitas orang tersebut. Seorang wanita mengenakan kemeja putih ketat, rok mini hitam dan sepatu hak tinggi, rambut hitam pendek dan kacamata bulat lebar. Dilihat dari penampilannya, wanita itu tampak berusia pertengahan 20-an, meskipun karena wajahnya yang kecil dan kontur kulitnya yang bersih dan lembut, sekilas dia terlihat seperti gadis remaja. "Dia tidak terlihat berbahaya, bagaimana kalau kita mencari tahu untuk apa dia datang ke sini?"
Malam itu Laila sudah siap dalam balutan gaun hitam mewah yang membentang hingga mata kaki, ada sobekan di sana yang membuat kaki kiri hingga pahanya sedikit terlihat, dan juga sepatu hak tinggi yang membuat Laila hampir setinggi Artin. Artin juga mengenakan pakaian yang cukup formal dengan setelan jas yang terlihat terlalu besar untuknya, jas yang diberikan Laila kepadanya yang kebetulan merupakan salah satu pakaian yang dikenakan ayah Laila saat masih hidup. Artin sempat menolak memakainya, namun Laila memaksa dan bahkan membantu Artin memakainya. "Hi, hi." Laila terkekeh melihat Artin yang terlihat canggung dengan penampilannya yang kali ini terlihat keren dan berwibawa. "Kakak mungkin tidak sekeren ayahku, tapi kali ini, penampilan Kakak benar-benar mengesankan."