Share

170. Ini Aku

Author: A mum to be
last update Last Updated: 2025-09-07 16:09:05

Tidak. Dia tak berani melihat ke arah tadi. Aurelia menutup matanya rapat-rapat, tubuhnya gemetar hebat seolah ingin lenyap dari dunia.

Suaranya mulai terisak, lirih namun jelas, “No! Don’t hurt me, please!!”

Hening sepersekian detik. Detak jantungnya memekakkan telinga, lebih keras daripada riuh lalu lintas di sekitarnya. Hingga kemudian—

“Tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu.”

“Tidak!!” sentak Aurelia yang sudah berhasil melepaskan tangannya dengan cepat. Sesaat kemudian dia menyadari sesuatu. Yang tadi itu …

Aurelia spontan membuka kelopak matanya lebar-lebar. Sungguh tak masuk akal, tapi suara itu jelas sekali. Bukan hanya karena bernada tenang, melainkan karena… orang tadi bisa berbahasa Indonesia? Begitulah yang ada di pikirannya.

“Bu Aurelia. Ini aku.”

Kepalanya berputar cepat, matanya fokus pada sosok pria dengan wajah tegas dan senyum yang ter

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Momo Land
tolong jangan pisahin Gian sama Aurelia ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   170. Ini Aku

    Tidak. Dia tak berani melihat ke arah tadi. Aurelia menutup matanya rapat-rapat, tubuhnya gemetar hebat seolah ingin lenyap dari dunia.Suaranya mulai terisak, lirih namun jelas, “No! Don’t hurt me, please!!”Hening sepersekian detik. Detak jantungnya memekakkan telinga, lebih keras daripada riuh lalu lintas di sekitarnya. Hingga kemudian—“Tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu.”“Tidak!!” sentak Aurelia yang sudah berhasil melepaskan tangannya dengan cepat. Sesaat kemudian dia menyadari sesuatu. Yang tadi itu …Aurelia spontan membuka kelopak matanya lebar-lebar. Sungguh tak masuk akal, tapi suara itu jelas sekali. Bukan hanya karena bernada tenang, melainkan karena… orang tadi bisa berbahasa Indonesia? Begitulah yang ada di pikirannya.“Bu Aurelia. Ini aku.”Kepalanya berputar cepat, matanya fokus pada sosok pria dengan wajah tegas dan senyum yang ter

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   169. Kejadian Di Depan Mata

    Aurelia duduk sendirian di sebuah kafe kecil di sudut Lygon Street. Aroma kopi hangat bercampur dengan wangi roti panggang menyelimuti ruang itu. Dari balik kaca besar di sampingnya, ia bisa melihat orang-orang berlalu-lalang dengan ritme hidup khas kota besar—cepat, penuh tujuan, dan nyaris tanpa jeda.Ia menggenggam ponselnya, menatap layar yang masih menampilkan percakapan terakhir dengan Sophia. Aurelia sudah mengetik kalimat itu berulang kali: Turut berduka cita, Sophia. Semoga nenekmu tenang di sana. Namun, ia tetap merasa kata-katanya kurang. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan lebih dalam, tapi tak tahu bagaimana caranya. Akhirnya, ia menekan tombol kirim juga, lalu bersandar pada kursinya dengan helaan napas panjang.“Semoga Sophia kuat,” gumamnya lirih, sebelum menyeduh sisa cappuccino yang mulai mendingin.

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   168. Kabar Aurelia Di Negeri Asing

    Pagi itu udara Melbourne masih menusuk tulang. Kabut tipis menyelimuti jalanan Lygon Street, tempat kafe-kafe kecil sudah mulai buka. Dari jendela kaca kamarnya, Aurelia memandang keluar, menghirup aroma kopi yang samar terbawa angin. Jam di dinding menunjukkan pukul setengah tujuh, tapi ia sudah sibuk membuka buku-buku latihan IELTS dan laptop yang penuh catatan digital.Hari ini terasa penting—tinggal beberapa minggu lagi menuju tes resmi, dan Aurelia tidak boleh lengah. Sejak datang ke Melbourne dua bulan lalu, ia sudah bertekad menjadikan waktunya efektif. Kursus bahasa Inggris yang ia ambil benar-benar menantang, apalagi bagian listening dan speaking. Sering kali ia terjebak oleh aksen yang berbeda-beda, dari British sampai Australian, yang terdengar asing di telinganya.Ketukan pintu terdengar. “Good morning, Aurelia!” Suara itu jelas.Aurelia tersenyum lelah, tahu siapa pemilik suara itu. Begitu pintu dibuka, Sophia muncul denga

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   167. Perempuan Di Masa Lalu

    Gian hendak membuka mulut, berniat mendesak asistennya yang tampak gusar sejak tadi. Namun, niatan itu urung ketika tatapannya beralih ke arah pintu.Sosok yang baru saja muncul membuat napasnya tercekat. Mulutnya sempat menganga tanpa suara, seakan lidahnya menolak bekerja.“Selamat siang, Gian.”Suara itu lembut, tapi menyimpan aura yang membuat ruang kerja seakan berdenyut lain. Seorang perempuan berpostur tinggi menjulang, sekitar 178 cm, melangkah masuk. Cantik. Rambutnya lurus jatuh sepinggang, kulitnya terang, mata bulat penuh kilau, dengan gestur anggun yang tak bisa disangkal. Senyumnya masih sama—hangat namun menyimpan misteri. Bahkan, parasnya kini jauh lebih menawan dari terakhir kali mereka bertemu, hampir setahun silam.Rafi, asisten Gian, menyadari keterkejutan atasannya. Ia buru-buru bicara, m

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   166. Pesan Beruntun

    Suara notifikasi dari ponsel terus berdenting, memecah kesunyian kamar asrama yang masih diselimuti udara dingin khas pagi Melbourne. Jendela yang sedikit terbuka membiarkan angin menusuk masuk, membawa aroma lembap sisa hujan semalam. Aurelia menggeliat pelan di atas kasur sempitnya, wajahnya separuh tertutup selimut.Ia sempat membiarkan ponselnya bergetar tanpa peduli. Kantuk masih melekat, kepalanya berat, dan tubuhnya enggan bergerak. Namun, dering itu tak juga berhenti. Rasa penasaran akhirnya mengalahkan sisa kantuk. Dengan tangan yang masih kaku dan dingin, Aurelia meraih ponselnya di meja kecil samping tempat tidur. Layar menyala, memperlihatkan deretan pesan yang menumpuk.Satu per satu pesan masuk dengan nada sama :[Apa kau sudah sampai?][Aku merindukanmu.][Lia, setidaknya jangan abaikan pesanku.]Aurelia menahan napas. Ada puluhan pesan dengan isi serupa, bernuansa cemas sekaligus penuh kerinduan. Ia

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   165. Langkah Baru

    Langkah Aurelia terasa begitu berat ketika ia menuruni tangga pesawat. Udara malam langsung menyambutnya begitu ia keluar dari kabin, berbeda jauh dengan udara Jakarta yang lembap dan padat. Di sinilah ia berada—Melbourne Tullamarine Airport—tempat yang selama berbulan-bulan hanya ada di imajinasinya. Jantungnya berdegup cepat, seakan setiap langkah adalah penanda bahwa ia benar-benar jauh dari rumah, dari Gian, dari segala kenyamanan yang pernah ia miliki.September di Melbourne adalah awal musim semi. Dari balik kaca bandara, Aurelia berharap jika keesokan harinya dia bisa melihat cahaya matahari yang hangat di sini. Pohon-pohon eukaliptus yang tumbuh di kejauhan tampak mulai berdaun kembali setelah lama gundul. Orang-orang lalu-lalang dengan pakaian ringan—jaket tipis, syal sederhana—tanda udara tidak sedingin musim dingin, tetapi masih ada gigitan hawa dingin di permu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status