Share

21. Terlalu Bersemangat

Author: A mum to be
last update Last Updated: 2025-07-12 09:51:56

Aurelia langsung melongo begitu melihat Gian yang meringis kesakitan di bawahnya. Seketika ia membeku. Bahkan saking paniknya, ia malah melompat hingga menindih sang suami.

Gadis itu membatu di atas dada bidang Gian yang terengah pelan, memegangi sisi pinggangnya.

Tubuhnya yang mungil kini bertumpu tepat di atas tubuh Gian—dada mereka nyaris bersentuhan, hanya dipisahkan oleh helaian tipis kain. Nafas mereka berpadu, panas dan dekat. Dunia seolah berhenti untuk sesaat, digantikan detak jantung yang beradu tak karuan.

“Kau ingin membunuhku ya?” gumam Gian akhirnya, suaranya berat dan serak, seperti menahan sesuatu yang bukan sekadar nyeri.

“Oh, Tuhan! Gian! Maaf—aku, aku tidak sengaja! Aku lupa!”

Aurelia gelagapan sendiri. Ia buru-buru mengangkat tubuhnya, namun gerakannya yang panik justru membuat posisinya semakin... canggung. Ia tak sadar, bahwa dirinya hanya mengenakan pakaian dalam bagian atas.

“Jangan terus bergerak di atasku, Aurelia. Kau ingin memancing bagian bawah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   158. Apa Kau Sungguh-Sungguh?

    Kata-kata yang meluncur dari bibir Aurelia—disusul nasihat penuh ketegasan sekaligus dukungan dari ayahnya sendiri—menusuk lebih dalam daripada luka apa pun yang pernah ia rasakan sepanjang hidupnya. Jantungnya berdegup kencang, namun tubuhnya kaku membeku. Ia berdiri di ambang pintu, menyaksikan sang istri duduk dengan tatapan yang tak lagi sama. Ada cahaya samar di mata Aurelia, seolah ia menemukan secercah jalan baru—jalan yang tak lagi melibatkan dirinya.Gian menelan ludah yang getir. Tangannya mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Wajahnya memucat. Ada dorongan kuat untuk berbalik, pura-pura tak pernah mendengar ucapan itu. Namun naluri hatinya menolak. Aurelia adalah rumahnya, jangkar yang selama ini menahan dirinya agar tidak tenggelam. Bagaimana mungkin ia bisa diam saja ketika rumah itu hendak menjauh, meninggalkannya sendirian?Dengan langkah berat, ia mendo

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   157. Sebuah Kesempatan, Penawaran Yang Langka

    Langit sore berangsur gelap, membawa hawa dingin yang kian menusuk. Lampu kamar menyala temaram, cahaya kuning redup itu membiaskan bayangan panjang di dinding. Dalam keheningan yang hampir mencekik, kata-kata Aurelia masih bergaung di udara, seperti gema yang tak mau hilang.“Aku ingin kita berpisah saja.”Ucapan yang terlontar beberapa saat lalu itu jatuh bagai palu godam, menghantam tepat di dada Gian. Ia terdiam, tubuhnya terpaku, jantungnya berdentum tak beraturan tapi anehnya terasa beku. Tatapannya lurus ke arah istrinya yang duduk di tepi ranjang. Wajah Aurelia datar, matanya kosong, seolah bukan lagi wanita yang dulu selalu tersenyum lembut menatapnya.Sunyi menyelubungi kamar. Hanya suara jam dinding yang terdengar, berdetak perlahan, seperti menghitung waktu menuju kehancuran.Beberapa saat kemudian, Gian menarik napas panjang. Suaranya rendah, dalam, namun sarat dengan tekad yang tak tergoyahkan.“Aku…

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   156. Jangan Tinggalkan Dia

    “Kalau memang akhirnya begitu… apakah itu berarti aku pengecut? Atau justru berarti aku berani menyelamatkan diriku sendiri?”Nyonya Lestari menahan napas, wajahnya pucat. Pertanyaan Aurelia seperti kilatan pisau yang menghujam dadanya. Ia menggenggam lebih erat tangan menantunya, berusaha menyalurkan kekuatan yang bahkan ia sendiri tak yakin masih punya.“Lia… jangan berkata seperti itu,” ucapnya dengan suara gemetar. “Gian memang keras kepala, tapi dia bukan lelaki tanpa hati. Ibu tahu dia akan sangat kehilangan arah tanpa dirimu. Jangan tinggalkan dia begitu saja.”Kata-kata itu membuat Aurelia terdiam. Bukan karena ia percaya, tapi justru karena hatinya terasa semakin remuk. Luka yang ditorehkan suaminya terlalu dalam untuk bisa sembuh hanya dengan permohonan orang lain.Sore itu, cahaya keemasan matahari menembus kaca jendela besar ruang tengah rumah keluarga Mahesa. Kilau hangatnya memantul di dinding, seolah berusaha menghapus jejak muram yang seja

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   155. Mungkin Aku Belum Layak

    Rumah itu seakan kehilangan napasnya. Sejak kejadian di kafe, dinding-dinding yang biasanya dipenuhi percakapan kini hanya memantulkan sunyi. Udara terasa dingin, bahkan di siang hari. Aurelia tetap bertahan di kamar, menolak setiap ajakan bicara dari Gian. Hanya suara pintu diketuk dan langkah berat suaminya yang sesekali berhenti di depan pintu kamarnya yang ia dengar—dan itu pun selalu ia abaikan.Hari-hari terasa lambat, seperti waktu enggan bergerak. Aurelia lebih sering berbaring menatap langit-langit, menutup diri dari semua hal yang bisa mengingatkan pada luka.Namun, pagi itu berbeda. Dari luar terdengar riuh samar, suara pintu depan dibuka dengan tergesa, lalu langkah-langkah kaki asing yang berat. Aurelia sempat beranjak ke tepi jendela, menyingkap tirai tipis. Dari sana, ia melihat dua orang berpakaian rapi memasuki rumah, ditemani seorang aparat kepolisian. Mereka berbincang singkat den

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   154. Membisu

    Sunyi terasa lebih menyesakkan daripada ributnya pertengkaran. Sejak Aurelia terjatuh di kafe kemarin sore, Gian tak bisa melepaskan rasa bersalah yang terus menggerogoti dadanya. Ingatan tentang laporan terkait darah yang merembes hingga ke betis istrinya masih menghantui, begitu pula wajah pucat Aurelia yang nyaris membuat jantungnya berhenti.Ia masih ingat jelas Aurelia terbaring di ranjang rumah sakit, napasnya teratur, namun tatapannya dingin dan kosong. Tidak ada amarah, tidak ada jeritan. Justru itu yang membuat Gian semakin tertekan.Gian duduk di kursi samping ranjang, kedua tangan bertaut gelisah. “Lia…” panggilnya lirih, seolah takut suaranya pecah. Namun, Aurelia hanya memalingkan wajah ke arah jendela. Ia bahkan tidak menoleh sekilas.Hati Gian mencelos. Inilah hukuman paling berat: bukan teriakan, bukan tangisan, melainkan kehening

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   153. Aku Terlambat

    Laporan itu masuk hanya beberapa detik setelah kabar awal diterima. Suara dari seberang terdengar tegas, namun bagi Gian, kalimat itu terasa seperti palu yang menghantam kepalanya.“Sebaiknya Anda ke rumah sakit saja, Tuan. Ambulans sudah datang karena ternyata Nyonya Aurelia yang terjatuh dari sana.”Seolah bumi runtuh seketika. Gian menghantam setir dengan keras, dentumannya memantul di dalam mobil. Napasnya memburu, bahunya naik turun, tubuhnya bergetar hebat. Jemarinya mencengkeram setir hingga buku-buku jarinya memutih.“Sial! Kenapa aku begitu lengah?” desisnya, suara tercekat di kerongkongan.Otaknya berputar, dihantui satu nama yang menguasai seluruh pikirannya: Aurelia. Istrinya. Perempuan yang sedang mengandung buah hati mereka. Bayangan wajahnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status