Share

Bosnya Cewek

Penulis: Ira Yusran
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-08 12:51:00

Rendi baru saja sampai di rumah warisan orang tua saat jam telah menunjuk ke angka tujuh. Di teras, ia mendudukkan diri pada lincak. Dibukanya sepatu lantas mengecek BEI dari ponselnya.

Seulas senyum pun mengembang bersamaan dengan pintu yang dibuka dari dalam. Rendi berbalik hendak menyalami kakaknya, tetapi ditepis. Selalu saja demikian.

"Nggak usah nuekno aku, Ren. Kita seumuran." Ari mengepal tangan dan mengulurkannya tepat di depan dada.

Rendi tampak menyungging senyum kambing, sebelum akhirnya membalas adu jotos dari sang kakak. "Enak bener ngomong seumuran!"

"Gimana hari ini?"

Rendi mencebik sembari menyugar rambut cepaknya. "Harusnya gue yang tanya, 'kan?"

Ari terbahak sejenak, sebelum akhirnya mengelus pipi pelan. "Kena tampar, Brai."

Rendi membeliak, lantas menyipitkan kedua mata. "Enak?"

Dalam sekali gerakan, Ari mampu menggetok kepala sang adik. "Rasanya kek kopi item prei gula! Bikin melek seharian!"

Kini berganti Rendi yang terbahak sembari memegangi perutnya, sedangkan Ari malah melirik tak suka. Menyadari hal itu juga karenanya, sang adik pun menghentikan tawa.

"Sorry ... kalo gue sering ngerepoti."

Tiba-tiba saja, suasana ceria tadi berubah melow. Kakak beradik itu terdiam lama. Masing-masing dari mereka menyelami pikiran, tak ada aksara yang terpintal.

Hingga akhirnya Ari membuka percakapan. "Dari dulu kan bapak udah sering ngingetin, kalo kita harus saling bantu satu sama lain."

"Harusnya, elu juga kuliah. Seenggaknya, elu bakalan punya ijazah buat ngelamar kerja."

Ari mencebik, lantas menggeleng pelan. "Aku nggak minat belajar. Pengennya ya ngutak-ngatik mesin mobil."

"Gue punya tabungan, kali aja elu bisa bi--"

"Iku duitmu, Brai, ojok ditawarne aku. Nanti malah tak pake buat seneng-seneng sama cewek sampek habis baru tau rasa."

Mendengar celetukan sang kakak tiri, Rendi langsung terdiam. Bukan karena konteks pada kalimat sang kakak, tetapi lebih pada kondisinya sendiri.

"Elu punya cewek?" tanya Rendi menelisik.

"Loh, kok ngenyek? Gini-gini banyak yang ngantri."

"Buat ngajakin nikah?"

"Nabokin pipi!" Rendi mengernyit, sedangkan sang kakak kian merasa kesal dengan adiknya. "Jadi inget cewek tadi."

"Serius elu mau ditabokin?"

"Semprul! Mana ada yang mau ditabokin? Kamu mau?"

Rendi mengedikkan bahu, lantas ia mengernyit mengingat akhir kalimat snag kakak. "Cewek siapa yang elu inget?"

Ari telah meraih sebatang rokok, lantas menyulutnya dengan korek api. Dihisapnya dalam, lalu mengembuskan asapnya sembarang. "Cewek orang."

"Lah, pacar elu ke mana?"

Ari menatap sengit pada Rendi, lantas meletakkan rokoknya pada asbak yang berada di tengah lincak. Ia memposisikan diri hingga bersila. "Aku nggak ada pacar. Tapi punya banyak gebetan."

Rendi makin tak paham dengan perkataan kakaknya. "Apa bedanya pacar Ama gebetan?"

"Ada cewek yang disuka?" Rendi menggeleng, antusias. "Jadi suka ama cowok?"

"Buju buneng! Gue kagak ada suka cewek bukan berarti gue suka sama pisang goreng!"

Ari tergelak sejenak. Diraihnya rokok, menyesapnya dalam-dalam, lalu kembali meletakkannya di asbak. "Cewek yang mbok suka atap yang suka kamu, itu namanya gebetan."

Rendi mengangguk-anggukkan kepala. Benar saja, Dimas dan Saka memang suka ngomong gebetan banyak, meski mereka tak pernah kenal sekalipun.

"Elu ngapain mikirin cewek orang?"

"Bosnya cewek. Dia nampar gegara akunya ketiduran! Puas?"

***

Ira Yusran

Jadi kira-kira, Rendi ini ikut nginvest juga? Anak2 kuliahan emang beda, ya, pengelolaan uangnya. Wkwkwk

| 1
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tak Lagi Terpaksa

    Lara baru saja tiba setelah mengadakan pertemuan terkait dengan usaha baru yang akan dirintis olehnya, saat ponselnya berdering keras. Dilihatnya nama pada layar ponsel, Montir Bastard.Ia tergelak sebentar. Memang inginnya nama Ari tak dirubah. Ia berharap itu akan menjadi kenangan berharga.Lekas diangkatnya perminaan vidio call dari sang kekasih. Lantas, sembari membuka blazer diharapkannya ponsel dengan bantuan bantal sebagai sanggahan."Kenapa?" tanya Lara, menuntut."Lah! Ditelepon tanya kenapa. Salam dulu, kek. Sayang-sayangan dulu gitu," jawab Ari di seberang. "Keknya lagi sibuk bener, ya? Empat hari enggak ketemu jadi miss you mss you."Mendengar pelafalan bahasa Inggris Ari yang fasih tetapi direka cadel, tentu membuat Lara terbahak. Apalagi keduanya memang belum sempat bertemu sejak pertemuan terakhir mereka."Iya, ya? Tapi enggak apa, gue sibuk bu

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kembali Pulang

    Pelan, Ari berjalan masuk ke gedung salah satu pencakar langit di Jakarta. Beberapa kali, matanya mengawasi sekitar. Lantas, ia berhenti tepat di meja penerima tamu."Ada yang bisa kami bantu?"Ari tergemap. Lantas, ia mengutarakan maksudnya datang ke sana. "Saya mau bertemu dengan Pak Bachtiar, Mbak."Sang resepsionis pun mengernyit, lantas menatap tajam pada Ari. "Anda sudah buat janji temu?"Ari menggeleng. "Harus, ya?""Bapak Bachtiar tidak menerima tamu sembarang, Pak. Usahakan punya janji temu dulu, ya."Sudah tiga hari ini, Ari selalu mendatangi salah satu kantor pusat permainan ternama. Bukan untuk mendapat pekerjaan, tetapi ia ingin bertemu langsung dengan ayahnya Lara.Sudah berulang kali ia mencoba menelepon, meminta janji temu untuk sang calon mertua. Akan tetapi, ia ditolak mentah-mentah saat ditanya maksud tujuannya.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Terkuak

    "Ren, bisa ngomong sebentar?"Pintu diketuk Ari pelan, lantas tak lama suara anak kunci diputar pun terdengar. Rendi yang merasa aneh dengan tingkah sang kakak langsung menyadari ada hal yang ingin dibicarakan."Ada apa, sih? Kalo elu sopan gini, gue jadi takut."Ari terkekeh sebentar, lantas ia mengambil duduk pada bean bag terdekat. Diambilnya pula berkas-berkas yang sudah dilipat dalam saku hoodienya."Beberapa hal yang enggak bisa kita kuasai kadang bikin kita marah sama keadaan. Marah sama kenyataan. Aku ... sama."Rendi mengernyit, lantas mencondongkan tubuhnya ke arah sang kakak. "Enggak usah berbelit-belit, Ri. Ngomong aja. Kek sama siapa, aja! Elu mau nikahin Lara? Atau mau jadiin gue bridesman?"Rendi mengulum senyumnya. Ia tahu betul, jika suasana melow dari Ari membawa kabar buruk. Maka dari itu, ia berusaha untuk mencairkan suasana.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Yakin Dulu

    "Maksud elu gimana?"Demi melihat Lara yang menanap, Ari pun beranjak. Ia juga tengah terkejut dengan fakta yang ada. Belum lagi mengenai ucapan Supri yang kian membuat Ari bingung bukan kepalang."Aku juga enggak ngerti, Ra."Ari mengambil beberapa berkas dari tas selempangnya. Lantas, diberikannya pada Lara tanpa ragu.Perlahan, Lara membuka berkas yang ada. Untuk sejenak, ia memejam. Lantas, menarik Ari untuk duduk di sampingnya. "Ini bukan salah elu ataupun Rendi. Ini adalah takdir. Sekuat apa pun elu nolak, tetap saja ini adalah akhirnya."Ari menggeleng, lalu meraih gambar yang pernah dilihatnya di ponsel Tarissa. "Ini Tarissa. Orang yang sebelumnya nganggep aku kebahagiaannya. Terus, tiba-tiba aku hadir dan ngomong, aku kakakmu. Gila!"Lara mencengkeram lengan Ari lantas menatapnya lekat-lekat. "Katakan saja pada Rendi. Bagaimanapun juga, Rendi harus t

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bukan satu-satunya

    Di dalam kamar, Rendi, Ari dan Lara tengah sarapan bersama. Beberapa kali candaan dilempar kala tahu Rendi tengah melakukan aksi mukbang secara live pada penonton setianya: Lalita.Rendi yang tahan malu pun tak mengindahkan cibiran sang kakak dan Lara. Meski begitu, Lalita yang juga melakukan hal yang sama ingin segera mengakhiri panggilan."Jangan gitu, Ta, biarin aja wis kalian saling mukbang. Dan gue di sini sama Ari saling nyindirin kalian! Ha ha ha!"Lalita telah memerah wajahnya di depan kamera, sedangkan Rendi tak ingin acara saban paginya rusak gara-gara Lara."Mending elu pergi dah dari sini, Ra! Gangguin aja!"Mendengar dirinya diusir, Lara pun berkacak pinggang. "Hello! Ini kamar cowok gue! Harusnya elu yang minggat!""Lah, cuma cowok, 'kan? Belum jadi suami, kan? Gue yang lebih berhak!" jawab Rendi sekenanya."Lah, elu siapany

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kapok

    Lara sedang mengadakan pertemuan penting di salah satu anak perusahaan yang dikelolanya bersama Eiffor. Dari sana, ia akan mendapat banyak relasi demi menciptakan usaha Ari yang baru. Beberapa pengusaha setuju bekerja sama. Mulai dari kontraktor hingga bagian periklanan. Beberapa kali, Lara melirik ponselnya yang terus bergetar. Meksi begitu, bagaimanapun juga ia harus mengabaikan. Pertemuan itu lebih penting dari segalanya. Terlebih, untuk membangun masa depannya bersama Ari di kemudian hari. Usai meeting, Lara langsung menelepon balik sang kekasih. Kali ini, bukan hanya penggilannya yang tak dijawab. Ponsel Ari pun tak lagi dapat dihubungi. Lara cemas, dengan cepat ia berlari menuruni anak tangga menuju ke parkiran. Dilajukannya mobil berwarna hijau metalik dengan tergesa. Ada perasaan tak nyaman yang kini berkelindan. Apalagi, sebelumnya Ari ta

  • Terpaksa Jadi Pacar   Peninggalan

    Ari baru saja tiba di rumah lamanya. Esok adalah hari di mana ia akan kembali ke sana. Ke tempat di mana ia dibesarkan bersama Rendi dengan belas kasih banyak tetangga.Sesekali, ia mengenang kilas kejadian yang memilukan. Tentang kematian orang-orang terkasih, bahkan ibunya yang pergi setelah meninggalkannya di rumah Bunda Diana.Pelan, diambilnya beberapa paket sembako yang sedari tadi ada di sekitar kakinya. Ia mengayun langkah tegas, pada rumah-rumah yang dulu pernah menjadi tempat singgah lapar mendera.Usai mengucap salam, wanita paruh baya membual pintu sembari mengulas senyum yang terkembang. "Ari? Ada apa, Nak? Sini, masuk!"Ari menggeleng sembari mengulas senyum. Lekas, diberikannya kontener kecil berisi banyak kebutuhan dapur. "Buat njenengan, Bu. Maaf kalo cuma bisa ngasih ini. In Syaa Allah, akan lebih sering ngasih."Melihat kontener besar yang dibawa Ari, wanita it

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kata Supri

    Sudah sehari setelah kedatangannya kembali ke Jakarta, saat Ari duduk bersisian di warung kopi tak jauh dari Fiterus Asikin. Bersama kawannya, ia terus berbincang tanpa kenal waktu lagi."Kukira, wakmu sudah lupa aku, Su! Udahlah enggak pernah main, eh nomormu enggak bisa dihubungi. Kenapa?"Ari tergelak sebentar, lantas menuang kopi pada lepek. Bersama, Supri, Ari mampu menjadi sosok yang selama ini selau dipendam jati dirinya."Gimana? Wis dapet laba?"Mendengar pertanyaan Supri, sontak Ari terbahak. "Bati opo? Emang jual beli pake tanya laba segala?"Ari terbahak, begitu pula Supri. Lantas, bersamaan keduanya menyesap kopi dari lepek."Enak koe, Su! Pantes dulu sering bayarin aku. Saiki gimana?" tanya Supri. Ia mencomot satu gorengan yang ada di tengah meja."Enggak gimana-gimana. Lagi mau bikin usaha aku. Biar selevel sama Lara. Palin

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tangan Kanan

    Lara baru saja tiba di rumahnya, saat ponselnya berdering nyaring. Ia mengedar pandang pada sosok yang ada di balik punggungnya."Masuk, sana!" titah Ari. Ia mengantar kepulangan Lara menggunakan taksi dalam jaringan.Lara mengangguk, lantas melambaikan tangannya. Tepat sebelum ia masuk ke rumah, Lara mengangkat panggilan dari orang-orang yang dipercayai mengurus segala sesuatu tentang usaha yang Ari impikan.Hanya dengan menajamkan pendengaran, Lara tahu betul mobil yang ditumpangi Ari telah pergi. Cepat, ia membuka pagar dan masuk rumah."Ada apa, Pak?" tanya Lara, antusias."Begini, Nona. Tentang perizinan dan sebagainya sudah keluar. Semua sudah beres. Jadi, kita bisa segera memulai pembangunan."Mendengar ucapan sang tangan kanan, tentu saja Lara semringah. Tanpa sadar ia melompat girang. Lantas, segera masuk ke kamar.Ia terla

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status