Share

Hak

Penulis: Ira Yusran
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-09 13:00:00

Di dalam kamar Ari yang tengah bosan mencoba mencari-cari kertas berisi nomor telepon Supri yang diberi saat pertama kali berteman ketika wawancara kerja. Bermodal hasil bermain game, ia mampu membeli ponsel bekas sepulang dari bengkel siang tadi.

Ari masih tak habis pikir, tentang sikap perempuan yang berani menamparnya. Apalagi, status mereka adalah bos dan karyawan. Harusnya, sang pemimpin mengayomi, bukan malah seenaknya.

Dipencetnya layar ponsel sesuai yang tertera, hingga pada digit kesepuluh tinta bolpoin terserak. Membuat tiga angka paling belakang jadi tersamar.

"Ini pasti tintanya belom kering pas Supri ngasih balik," gerutunya.

Ari menyipitkan mata, lantas mulai menerka-nerka angka yang ada.

"Ini atas bawah melengkung. Kalo nggak tiga, pasti delapan," duganya.

Matanya memicing, lalu mulai memencet angka pada layar. Begitu pula pada digit seterusnya. Ia hanya mencoba menerka dari tulisan Supri pada digit sebelumnya. Saat mencoba menyamakan pola itulah, secara tak sengaja ia jemarinya melingkar pada layar yang berakibat diaktifkannya fitur perekam pada latar belakang.

Setelah nomornya disimpan, Ari segera menelepon dengan fitur panggilan audio visual. Foto profil seorang wanita yang tengah duduk di tengah padang bunga, tak membuatnya mengurungkan niat.

'Pinter bener si Supri milih gambar buat fopronya,' pikir Ari sembari mengaktifkan fitur pengeras suara.

Lekas diletakkannya ponsel pada meja di pojok kamar. Lantas, Ari membuka celana pendeknya hingga bersisa celana dalam. Ia mematut diri di cermin, memperhatikan luka di dekat pangkal pahanya.

Hingga pada saat bunyi tut berakhir, Ari langsung menghadap ke arah kamera, memperlihatkan pangkal pahanya sembari menunjuk tanpa melihat siapa yang menerima panggilan telepon.

"Pri, lukaku kok dadi ngene, ya?"

Sontak saja, sosok yang menerima panggilan video pun bersuara. "Burung kecil aja dipamer-pamerin! Dasar penjahat kelamin!"

Mendengar suara yang tak diharapkan, Ari mendongak dan mendekati ponselnya. Ia mengernyit heran, terlebih saat mendapati wajah yang menampar siang tadi hanya mengenakan singlet dengan belahan dada rendah.

"Loh, pemimpin kekanakan ternyata. Ngapain bawa ponsel Supri?"

Perempuan itu membeliak, lantas mematikan panggilan video secara sepihak.

Ari pun menyeringai, saat sadar ia punya tameng bagus meski lemah. Hampir saja ia kembali menelepon, saat melihat pada sudut bawah ponsel sebuah rekaman berjalan.

Sejenak Ari terdiam setelah memencet tombol henti. Namun, sedetik kemudian ia telah terbahak. Tentu saja, tamengnya kali ini akan lebih kuat dari apa pun juga.

"Nggak salah aku beteman sama si Supri. Dia bawa hoki."

Ari membawa ponselnya ke ranjang, lantas mencari file rekaman pada pengatur berkas. Dengan cekatan, ia memotong video menjadi lebih pendek. Tepat saat dimana rekaman itu menampilkan sosok sang pemimpin tengah memandangnya, sedangkan ia berjalan mendekat tanpa celana.

Sekali lagi ia menyeringai saat hendak mengirimkan potongan film pendek itu pada sang empunya nomor. Berulang kali ia mengetik, lalu menghapus pesan.

Begitu terus hingga tercipta sebuah kalimat yang tak akan pernah dibayangkan oleh si empunya bengkel Fiterus Asikin tempat Ari bekerja. Berbagai bayangan mengenai hidup yang akan berubah pun memenuhi benaknya. Bahkan, jin dalam botol pun akan malu saat keinginannya akan terkabul hanya dalam hitungan jam.

Hanya dalam sekali tekan, pesan beserta potongan video telah dikirim pada sang pemimpin. Sedetik kemudian, dua centang abu telah berubah warna.

"Wanita angkuh sepertimu, hanya akan mendapat balasan oleh pria sepertiku. Jadilah pacarku, atau kusebarkan video ini ke semua media sosial bahkan pada forum pecinta blue film. Ini bukan paksaan, tetapi sebuah kesepakatan. Mau atau tidak, itu hakmu. Kusebar atau kusimpan, itu hakku!"

Ira Yusran

Hayoloh. Jom, yang udah kepoooo gimana nasib si Lara Ama Ari. Yuk dibaca terosss

| 1
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tak Lagi Terpaksa

    Lara baru saja tiba setelah mengadakan pertemuan terkait dengan usaha baru yang akan dirintis olehnya, saat ponselnya berdering keras. Dilihatnya nama pada layar ponsel, Montir Bastard.Ia tergelak sebentar. Memang inginnya nama Ari tak dirubah. Ia berharap itu akan menjadi kenangan berharga.Lekas diangkatnya perminaan vidio call dari sang kekasih. Lantas, sembari membuka blazer diharapkannya ponsel dengan bantuan bantal sebagai sanggahan."Kenapa?" tanya Lara, menuntut."Lah! Ditelepon tanya kenapa. Salam dulu, kek. Sayang-sayangan dulu gitu," jawab Ari di seberang. "Keknya lagi sibuk bener, ya? Empat hari enggak ketemu jadi miss you mss you."Mendengar pelafalan bahasa Inggris Ari yang fasih tetapi direka cadel, tentu membuat Lara terbahak. Apalagi keduanya memang belum sempat bertemu sejak pertemuan terakhir mereka."Iya, ya? Tapi enggak apa, gue sibuk bu

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kembali Pulang

    Pelan, Ari berjalan masuk ke gedung salah satu pencakar langit di Jakarta. Beberapa kali, matanya mengawasi sekitar. Lantas, ia berhenti tepat di meja penerima tamu."Ada yang bisa kami bantu?"Ari tergemap. Lantas, ia mengutarakan maksudnya datang ke sana. "Saya mau bertemu dengan Pak Bachtiar, Mbak."Sang resepsionis pun mengernyit, lantas menatap tajam pada Ari. "Anda sudah buat janji temu?"Ari menggeleng. "Harus, ya?""Bapak Bachtiar tidak menerima tamu sembarang, Pak. Usahakan punya janji temu dulu, ya."Sudah tiga hari ini, Ari selalu mendatangi salah satu kantor pusat permainan ternama. Bukan untuk mendapat pekerjaan, tetapi ia ingin bertemu langsung dengan ayahnya Lara.Sudah berulang kali ia mencoba menelepon, meminta janji temu untuk sang calon mertua. Akan tetapi, ia ditolak mentah-mentah saat ditanya maksud tujuannya.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Terkuak

    "Ren, bisa ngomong sebentar?"Pintu diketuk Ari pelan, lantas tak lama suara anak kunci diputar pun terdengar. Rendi yang merasa aneh dengan tingkah sang kakak langsung menyadari ada hal yang ingin dibicarakan."Ada apa, sih? Kalo elu sopan gini, gue jadi takut."Ari terkekeh sebentar, lantas ia mengambil duduk pada bean bag terdekat. Diambilnya pula berkas-berkas yang sudah dilipat dalam saku hoodienya."Beberapa hal yang enggak bisa kita kuasai kadang bikin kita marah sama keadaan. Marah sama kenyataan. Aku ... sama."Rendi mengernyit, lantas mencondongkan tubuhnya ke arah sang kakak. "Enggak usah berbelit-belit, Ri. Ngomong aja. Kek sama siapa, aja! Elu mau nikahin Lara? Atau mau jadiin gue bridesman?"Rendi mengulum senyumnya. Ia tahu betul, jika suasana melow dari Ari membawa kabar buruk. Maka dari itu, ia berusaha untuk mencairkan suasana.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Yakin Dulu

    "Maksud elu gimana?"Demi melihat Lara yang menanap, Ari pun beranjak. Ia juga tengah terkejut dengan fakta yang ada. Belum lagi mengenai ucapan Supri yang kian membuat Ari bingung bukan kepalang."Aku juga enggak ngerti, Ra."Ari mengambil beberapa berkas dari tas selempangnya. Lantas, diberikannya pada Lara tanpa ragu.Perlahan, Lara membuka berkas yang ada. Untuk sejenak, ia memejam. Lantas, menarik Ari untuk duduk di sampingnya. "Ini bukan salah elu ataupun Rendi. Ini adalah takdir. Sekuat apa pun elu nolak, tetap saja ini adalah akhirnya."Ari menggeleng, lalu meraih gambar yang pernah dilihatnya di ponsel Tarissa. "Ini Tarissa. Orang yang sebelumnya nganggep aku kebahagiaannya. Terus, tiba-tiba aku hadir dan ngomong, aku kakakmu. Gila!"Lara mencengkeram lengan Ari lantas menatapnya lekat-lekat. "Katakan saja pada Rendi. Bagaimanapun juga, Rendi harus t

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bukan satu-satunya

    Di dalam kamar, Rendi, Ari dan Lara tengah sarapan bersama. Beberapa kali candaan dilempar kala tahu Rendi tengah melakukan aksi mukbang secara live pada penonton setianya: Lalita.Rendi yang tahan malu pun tak mengindahkan cibiran sang kakak dan Lara. Meski begitu, Lalita yang juga melakukan hal yang sama ingin segera mengakhiri panggilan."Jangan gitu, Ta, biarin aja wis kalian saling mukbang. Dan gue di sini sama Ari saling nyindirin kalian! Ha ha ha!"Lalita telah memerah wajahnya di depan kamera, sedangkan Rendi tak ingin acara saban paginya rusak gara-gara Lara."Mending elu pergi dah dari sini, Ra! Gangguin aja!"Mendengar dirinya diusir, Lara pun berkacak pinggang. "Hello! Ini kamar cowok gue! Harusnya elu yang minggat!""Lah, cuma cowok, 'kan? Belum jadi suami, kan? Gue yang lebih berhak!" jawab Rendi sekenanya."Lah, elu siapany

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kapok

    Lara sedang mengadakan pertemuan penting di salah satu anak perusahaan yang dikelolanya bersama Eiffor. Dari sana, ia akan mendapat banyak relasi demi menciptakan usaha Ari yang baru. Beberapa pengusaha setuju bekerja sama. Mulai dari kontraktor hingga bagian periklanan. Beberapa kali, Lara melirik ponselnya yang terus bergetar. Meksi begitu, bagaimanapun juga ia harus mengabaikan. Pertemuan itu lebih penting dari segalanya. Terlebih, untuk membangun masa depannya bersama Ari di kemudian hari. Usai meeting, Lara langsung menelepon balik sang kekasih. Kali ini, bukan hanya penggilannya yang tak dijawab. Ponsel Ari pun tak lagi dapat dihubungi. Lara cemas, dengan cepat ia berlari menuruni anak tangga menuju ke parkiran. Dilajukannya mobil berwarna hijau metalik dengan tergesa. Ada perasaan tak nyaman yang kini berkelindan. Apalagi, sebelumnya Ari ta

  • Terpaksa Jadi Pacar   Peninggalan

    Ari baru saja tiba di rumah lamanya. Esok adalah hari di mana ia akan kembali ke sana. Ke tempat di mana ia dibesarkan bersama Rendi dengan belas kasih banyak tetangga.Sesekali, ia mengenang kilas kejadian yang memilukan. Tentang kematian orang-orang terkasih, bahkan ibunya yang pergi setelah meninggalkannya di rumah Bunda Diana.Pelan, diambilnya beberapa paket sembako yang sedari tadi ada di sekitar kakinya. Ia mengayun langkah tegas, pada rumah-rumah yang dulu pernah menjadi tempat singgah lapar mendera.Usai mengucap salam, wanita paruh baya membual pintu sembari mengulas senyum yang terkembang. "Ari? Ada apa, Nak? Sini, masuk!"Ari menggeleng sembari mengulas senyum. Lekas, diberikannya kontener kecil berisi banyak kebutuhan dapur. "Buat njenengan, Bu. Maaf kalo cuma bisa ngasih ini. In Syaa Allah, akan lebih sering ngasih."Melihat kontener besar yang dibawa Ari, wanita it

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kata Supri

    Sudah sehari setelah kedatangannya kembali ke Jakarta, saat Ari duduk bersisian di warung kopi tak jauh dari Fiterus Asikin. Bersama kawannya, ia terus berbincang tanpa kenal waktu lagi."Kukira, wakmu sudah lupa aku, Su! Udahlah enggak pernah main, eh nomormu enggak bisa dihubungi. Kenapa?"Ari tergelak sebentar, lantas menuang kopi pada lepek. Bersama, Supri, Ari mampu menjadi sosok yang selama ini selau dipendam jati dirinya."Gimana? Wis dapet laba?"Mendengar pertanyaan Supri, sontak Ari terbahak. "Bati opo? Emang jual beli pake tanya laba segala?"Ari terbahak, begitu pula Supri. Lantas, bersamaan keduanya menyesap kopi dari lepek."Enak koe, Su! Pantes dulu sering bayarin aku. Saiki gimana?" tanya Supri. Ia mencomot satu gorengan yang ada di tengah meja."Enggak gimana-gimana. Lagi mau bikin usaha aku. Biar selevel sama Lara. Palin

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tangan Kanan

    Lara baru saja tiba di rumahnya, saat ponselnya berdering nyaring. Ia mengedar pandang pada sosok yang ada di balik punggungnya."Masuk, sana!" titah Ari. Ia mengantar kepulangan Lara menggunakan taksi dalam jaringan.Lara mengangguk, lantas melambaikan tangannya. Tepat sebelum ia masuk ke rumah, Lara mengangkat panggilan dari orang-orang yang dipercayai mengurus segala sesuatu tentang usaha yang Ari impikan.Hanya dengan menajamkan pendengaran, Lara tahu betul mobil yang ditumpangi Ari telah pergi. Cepat, ia membuka pagar dan masuk rumah."Ada apa, Pak?" tanya Lara, antusias."Begini, Nona. Tentang perizinan dan sebagainya sudah keluar. Semua sudah beres. Jadi, kita bisa segera memulai pembangunan."Mendengar ucapan sang tangan kanan, tentu saja Lara semringah. Tanpa sadar ia melompat girang. Lantas, segera masuk ke kamar.Ia terla

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status