Share

Hari Kedua

Jam baru menunjuk ke angka enam saat Lara mulai terbangun akibat ponsel yang terus berdering dari saku celana pendeknya. Tanpa membuka mata, ia merogoh dan meraihnya. Diusapnya layar ponsel sembarang dan diletakkan pada telinga.

"Udah bangun, Cantik?"

Mendengar sapaan dari seberang, sontak saja Lara membuka matanya lebar-lebar. Pada layar ponsel, nama 'Montir Bastard' tersemat.

Lara menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya pelan. Rupanya, kejadian kemarin bukanlah mimpi semata. Padahal, sepulang dari kelab tiga jam yang lalu, ia sudah merasa begitu senang karena berpikir kejadian sebelumnya hanyalah imajinasi saja.

"Ini masih terlalu pagi buat bikin gue emosi."

"Hei! Koe iki cah wedon! Mbok ya bangun itu pagi-pagi banget biar rejekinya nggak dicucuk ayam! Ayo, bangun! Jan lupa masakin sarapanku, ya."

Lara menggaruk kepalanya yang tak gatal, lantas melempar ponsel sembarang.

"Pria kere itu harus diberi pelajaran."

Hampir saja Lara beranjak hendak ke kamar mandi saat ponselnya kembali berdering. Ia mendecih, tak ingin paginya ambyar hanya karena sapaan montir cabul kemarin.

Setelah berbenah diri, Lara segera pergi. Tak lupa dibawanya ponsel dan kunci mobil. Kali ini, wajahnya kembali segar meski tak banyak riasan bertengger.

Ia membelah jalanan kota metropolitan yang mulai padat merayap. Tujuan utamanya adalah UKLAKA. Bagaimanapun juga, ia harus hadis demi mengisi presensi. Walau tak mengikuti agenda yang telah disepakati.

"Kalian kenapa terlambat?!"

Suara Diana yang bertubuh gempal itu terdengar lantang dan menggema. Beberapa mahasiswa baru dan mahasiswa senior pun turut menunduk kala ia tengah naik pitam.

"Skot jam lima puluh kali!" perintahnya.

Hampir tiga puluh mahasiswa yang datang terlambat tengah jongkok, lalu melompat berdiri. Tepat pada hitungan ketiga, mobil MINI Cooper dengan mesin turbo bersilinder tiga membunyikan klakson. Meminta dibukakan pintu pagar.

"Hei! Elu yang telat! Sini, turun dari mobil! Ikut skot jam!"

Rendi, yang berada tak jauh dari mobil jenis S Clubman berwarna hijau metalik itu mendekat. Lantas, ia mengetuk kaca mobil pelan.

"Hei, turun!"

Sedetik kemudian, kaca mobil pun turun bersamaan dengan tatapan tajam dari si empunya.

"Buka gerbang!"

"Ah, Lara sudah datang? Oke, tunggu kakak, ya, gerbang bakal kubuka."

Dua kata yang keluar dari mulut Lara seolah-olah menjadi sihir yang mampu membuat Diana berubah seratus delapan puluh derajat. Ia yang tadinya marah-marah, tiba-tiba menyungging senyum manis bak sang pujangga yang datang. Dengan senang hati, ia mengangguk dan membukakan pintu gerbang.

Sebenarnya tak ada penekanan apa pun dari kalimat Lara. Hanya saja, sikap penjilat yang memang sudah menjadi watak Diana tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan.

"Dim, buka!"

"Mau ke mana, lu? Katanya nggak boleh dibuka kalo mereka belum selese?" tanya Dimas sembari menunjuk pada barisan mahasiswa yang tengah menjalani hukuman.

"Heh! Elu kagak liat ada Lara itu?"

"Apaan?" tanya Saka penasaran.

Diana yang mulai tak sabar menunjuk ke arah belakang, membuat duo kwek-kwek itu melongo saat tahu siapa di balik kemudi mobil jawara interior.

Tin!

Sontak saja, Dimas dan Saka langsung gelagapan membukakan pintu gerbang. Sesekali ia melirik pada sang empunya mobil.

Rendi yang masih terpaku di tempat hanya melirik tak suka pada sang ketua BEM. Padahal, jelas-jelas ia sendirilah yang menekankan, tak ada pilih kasih pada siapa pun. Namun, kini wanita berbadan bongsor itu menelan ludahnya sendiri.

Ira Yusran

Diistimewakan, dong! Tapi kenapa ya kira-kira? Ada yang bisa nebak?

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status