Share

Kena Mental!

Lara menggenggam erat seloki kosong, lantas mengetuk-ngetukkan ujung bawahnya ke meja bar. Sedang tangan satunya, tengah memegangi sisi sebelah kepala.

Ponsel yang berada tak jauh dari beberapa gelas seloki bergetar, tapi tak digubris oleh Lara. Sesekali ia melirik, lantas mendengkus kesal.

Saat getaran panjang itu usai, Lara meraih ponselnya, membuka notifikasi dari jendela layar yang mengambang. Tujuh panggilan tak terjawab, serta empat pesan belum terbaca.

Lara hampir menggeser, membuang semua notifikasi yang masuk saat ponselnya kembali bergetar panjang. Ia membeliak,L

lalu rahangnya mengeras saat tahu siapa yang memanggil dari ujung panggilan lain.

"Berengsek, lu!"

"Gue kenapa?" jawab seberang sana. "Elu di mana?"

"Ada urusan apa lu?"

"Gue cuma mau ngomong, besok bawain gue sarapan yang enak. Tau sendirilah, besok bukaan pertama pasti banyak tamu undangan yang mau betulin mobil, 'kan?"

"Persetan!"

"Eits, jan marah-marah, Cantik," ujar pria itu sembari tertawa geli.

Lara pun mematikan sambungan telepon, lantas kembali menenggak seloki minuman dalam sekali tegukan. Rasa panas yang menjalar, tak membuatnya berhenti mengkonsumsi minuman jahat.

Ia menidurkan kepala pada meja, lalu mengetuk-ngetuk kukunya. Lara kembali mengingat, menyesali keputusan yang diambil tergesa. Harusnya, ia bisa memperkarakan sebuah ancaman tanpa harus menanggung malu.

Lara ingat betul, mengenai otak licik sang karyawan yang ditamparnya. Ia salah telah meremehkan seorang karyawan biasa.

Saat mengendarai mobil menuju kelab malam, tanpa berpikir panjang Lara menelepon kembali pada nomor yang telah mengancamnya. Keputusan telah ia ambil, bahkan sepuluh menit pun belum berlalu sejak pesan itu diterima.

"Mulai hari ini, kita pacaran!"

Terang saja, pengakuan serta perintah Lara pun disambut baik oleh Ari. "Sudah kuduga. Jadi, kita mulai dari mana?"

"Jangan sok ngatur gue!"

"Catet. Apa lagi?"

"Elu boleh minta apa pun, asal bukan tubuh dan panggilan sayang!"

"Catet."

"Jan ngomong sama siapa pun kalo kita pacaran!"

"Backstreet?"

"Apus tuh video!"

"Siap, Cantik, tunggu ya." Terdengar bunyi tuts yang ditekan dari ujung sana. "Video sudah terhapus. Jadi, jangan coba-coba ngingkari janji. Oke?"

"Oke! Kita putus!" perintah Lara sembari menyeringai, lantas diputusnya panggilan telepon.

Hampir saja nomor Ari diblokir saat sebuah pesan ia terima. Lagi-lagi, hal serupa terulang. Sebuah video dikirim dengan keterangan: "Elu mau main-main sama gue?"

Lara membeliak, lalu memukul setir mobilnya dengan keras. "Sialan!"

Belum puas sampai di sana, Ari kembali mengirim sebuah berkas rekaman suara.

Lara yang penasaran, lekas mendengarkannya. Betapa terkejutnya ia, mengetahui percakapan mereka yang dikirim oleh Ari.

"Berengsek! Siapa, sih, orang ini?!" umpat Lara tanpa henti.

Rahangnya mengeras kala kembali membaca pesan yang dikirim Ari secara beruntun.

"Aku emang cowok rendahan. Tapi elu yang masih kekanakan lebih mudah ditebak. Gimanapun juga, aku yang menang, 'kan?"

"Jangan sekali-kali ganti nomor, atau bahkan ngeblokir nomorku. Tau sendiri, 'kan, aku punya tameng sekuat besi?"

"Oh ya, kalo mau lapor, laporin aja. Jadi, pas aku masuk bui, sekalian kamunya juga siapin mental buat dibully."

Lara kembali mengerang, meminta sebotol vodka yang ketiga pada bartender. Ia akan melakukan satu putaran lagi, demi menghilangkan rasa frustrasi. Setidaknya, malam ini ia harus tidur lebih lelap, sebelum menghadapi kesialan esok hari.

Ira Yusran

Si Ari pinter bener buat ngancem. Siapa di sini yang timnya Ari? Tinggalin jejak ya, gaesss

| Like
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ivan Haws
gweh...team ari......haha hah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status