Acara ramah tamah tengah berlangsung, para tamu tengah menikmati makan siang dari catering yang di pesan Dodit. Bastian dan Rahma ikut menikmati makan siang di meja makan yang di sewa dari catering, meja makan yang cukup panjang dengan dua puluh kursi itu tertata di taman belakang. Pihak keluarga makan di meja tersebut, keluarga Fitri juga ikut bergabung, Dodit dan keempat teman pengajian Fitri ikut bergabung dengan mereka.
"Wah, jadi ternyata kalian sudah dijodohkan dari kecil?" tanya Romi menanggapi cerita Papa Sagala yang menceritakan keadaan mereka saat ini."He'em," kata Bastian sambil meraih tangan Rahma dan menciumnya membuat wanita itu tersipu malu."Wow ... ini baru spektakuler. Papa hebat banget, bisa mengenali putri yang hilang," seru Romi sambil mengacungkan jempol kepada Pak Sagala."Semua skenario kehidupan sudah dirancang oleh Allah, kita tinggal menjalankan skenarionya. Kalau memang Allah sudah meridhoi mereka, itu"Bas, ada yang ingin Papa bicarakan," kata Pak Sagala ketika pesta telah usai.Di luar tukang tenda dan tukang catering tengah membereskan peralatan mereka. Fitri dan Dodit tengah mengkoordinir mereka, sementara Rahma sudah masuk dalam kamar pengantin, berganti baju dan melakukan salat zuhur."Baik, Pa. Ayo kita ke kamar tamu," kata Bastian mengajak Papanya ke kamar tamu."Bas, Papa berencana memberikan semua saham kepemilikan PT Intisari Besi pada Rahma, dia berhak mewarisi peninggalan ayahnya," kata Pak Sagala."Ya bagus itu, Pa. Bastian setuju," kata Bastian mendengar rencana Papanya"Coba bilang sama Rahma, agar dia resign dari PNS, dia kelola sendiri perusahaan ayahnya itu," kata Pak Sagala"Wah, kalau meminta Rahma untuk resign aku setuju, Pa. Tetapi meminta Rahma mengelola perusahaan aku tidak setuju. Rahma itu nyonya Bastian, dia tidak akan kuijinkan bekerja, biar saja Direkturnya sekarang yang bekerja, Rahma hanya terima
Selagi Bastian dan Rahma mereguk malam pertama di hotel, di seberang pulau Fauzan tengah mempersiapkan pernikahannya dengan Santi. Mereka akan mengadakan akad sekaligus resepsi di sebuah hotel bintang lima. Semua urusan pernikahan sudah di urus WO dengan budget tidak kalah fantastik. Tadi sore mereka selesai piting baju pengantin, malam ini mereka tengah mencatat siapa saja yang bakal diundang di pernikahannya."Kita akan mengundang dua ribu orang" kata Pak Gunadi antusias"Dikit amat dua ribu, Papa. Kalau perlu lima ribu" kata Helena tak mau kalah menimpali ucapan suaminya."Gedungnya hanya muat untuk seribu orang, Ma. Biarlah tidak perlu banyak orang yang penting temanya elegan" kata Fauzan."Aduh, Fauzan!. Kenapa kau tak sewa gedung yang cukup menampung ribuan orang?" Kata Helena protes."Ma, kita tidak perlu menghamburkan uang seperti itu. Pernikahanku tidak terlalu penting, yang penting kita harus menyiapkan Alif menjadi penerusku yang tangguh
Pak Sagala, Bunda Asti dan Romi sudah kembali ke Jakarta, sampai rumahnya pas azan Isya berkumandang. Mereka langsung mendi dan membersihkan diri masing-masing setelah itu keduanya langsung ke meja makan yang telah tersedia lauk pauk yang enak yang di masak oleh para pelayan mereka. Setelah melamar Fitri jam satu siang tadi, mereka belum sempat makan lagi. Bunda Asti lega dan bahagia, dalam waktu bersamaan kedua putranya sudah ketemu jodoh."Kau benar-benar mengikuti kata Fitri untuk menikah enam bulan lagi dan setelah menikah akan tinggal di kota itu?" Kata Bunda Asti kepada Romi"Iya, Bun. Romi akan mengelola perusahaan yang Romi dan Bastian rintis di sana, Fitri tidak akan berhenti menjadi guru, dia menyadari banyak tanggungan, ayahnya dan adik-adiknya. Dia bilang dia akan tetap bekerja, tidak mau sepenuhnya tergantung padaku," kata Romi sambil menyeruput teh manis yang terhidang di meja"Ya, sudah kalau itu keputusanmu. Papa sih berharap kau menetap di Jakar
Rahma diliputi rasa galau, semalam dia sudah salat isthikarah meminta petunjuk Allah, apakah dia harus resign atau masih mempertahankan pekerjaan yang dicapainya dengan tidak mudah. Tadi di rumah dia sudah mantap untuk resign tetapi ketika di jalan dia masih ragu lagi.Perjuangannya sampai mencapai kedudukannya saat ini banyak onak dan duri yang mengikis air matanya. Dia teringat betapa sulitnya hidup ketika dia kuliah lagi, dia harus membagi waktu berjualan mie ayam, belajar dan mengasuh Alif. Kadang lelah hingga tulang punggungnya rasanya mau patah, tetapi dia mencoba tidak menghiraukannya. Hidupnya tidak pernah memikirkan senang-senang, dia hanya terus bertahan. Kini, setelah dia memiliki pekerjaan yang mapan, kehidupan yang cukup damai, namun masalah kembali mengusiknya, Alif dipaksa meninggalkannya.Pandangan Rahma terus menatap ke depan dengan hampa. Bastian yang berada di sebelahnya mengemudikan mobil tidak ingin mengusik istrinya. Di
Bastian dan Rahma sudah kembali ke Jakarta, Papa Sagala antusias menemui pengacara perusahaan dan mengurus pemindahan aset PT Intisari Besi atas nama Rahma Riyanti sebagai pemegang sembilan puluh persen saham. Tidak menunggu waktu lama, PT Intisari Besi sudah balik nama dan rencananya akan di lepas tidak di bawah naungan BSW Group. Namun, Rahma menolak untuk melepas PT Intisari Besi dari BSW group, dia belum mengenal sepak terjang mengelola perusahaan, sehingga suaminya yang tetap menjadi CEO di sana.Bastian mengajak Rahma untuk bekerja bersamanya di perusahaan, dia menempatkan Rahma menjadi asisten pribadinya. Entah mengapa Bastian tidak tega meninggalkan Rahma di rumah. Rahma yang terbiasa sibuk, memang jenuh berada di rumah. Untuk mempersiapkan pendirian sekolah, masih tahun depan planing pengajuan ijin pendiriannya. Sebenarnya, Bastian sendiri juga tidak bisa jauh dari istrinya itu, entahlah ... jika dia tidak melihat istrinya dalam waktu dua jam saja dia sudah mulai gel
Segera di pencetnya bel rumah ini, dia sendiri heran, kenapa dia tidak kesulitan menemukan letak bel pagar dan bel rumah ini. Seseorang membuka pintu, wanita paruh baya dengan baju daster dan kain lap dipundaknya"Mau cari siapa, Non?" tanyanya"Bu Helena dan Bu Santi ada?" tanya Rahma"Ooo, ada.""Emmm, Alif ada?" tanya Rahma lagi."Kalau Den Alif sekarang sedang sekolah, Non," kata wanita itu yang ternyata pelayan di rumah ini."Siapa, Jah?" tanya seseorang, langkah kakinya mendekat ke arahnya."Kamu? Kenapa kamu ke sini?" tanya Helena memekik setelah melihat Rahma."Selamat pagi menjelang siang Bu Helena ... saya datang ke mari ingin bertemu Alif," Kata Rahma menunduk sebentar memberi hormat."Alifnya tidak ada sedang sekolah!" dengus Helena, matanya mendelik tidak suka."Sesuai surat dari pengadilan itu, saya diperbolehkan menjenguk Alif setelah dua minggu. Ini sudah hampir satu bulan," kata Rahma
Alif ... pelan-pelan makannya, kau seperti orang kelaparan saja!" tegur Fauzan ketika Alif makan ayam goreng dengan rakus.Mereka selalu makan malam bersama, biasanya Alif hanya makan tidak banyak bicara, jika ditanya jawab seperlunya.Alif tidak menghiraukan perkataan Fauzan, dia memang kelaparan dari pagi hanya makan roti tawar ditaburi mesis sepotong."Alif ... dengar apa yang Papa bilang? Makan pelan-pelan, pakai garpu dan sendokmu. Jangan pakai tangan begitu, tidak sopan," kata Fauzan dengan suara keras.Alif berhenti mengunyah makanan, dia muntahkan lagi makanan yang berada di mulutnya ke piring yang masih banyak lauknya. Membuat yang berada di sana melihatnya jijik."Kenapa kau muntahkan lagi makanannya Alif? Jijik tahu!" pekik Santi.Alif segera beranjak dari kursinya, segera dia beringsut pergi dari meja makan."Mau ke mana kau?" pekik Fauzan, Alif tidak meng
Malam itu Alif tidak bisa tidur, dipandanginya sapu tangan itu, dielusnya bagian yang tertulis angka-angka sebuah nomor telepon. Dia terus berpikir, dengan handphone siapa dia akan menghubungi Bundanya. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, anak itu bergegas menuruni tangga. Segera dia menuju kamar Bik Ijah dan mengetuk pintunya."Den Alif ...." Bik Ijah terkejut setelah mendapati siapa yang ada di depan pintunya kamarnya."Bibik ... aku lapar! Bisa nggak Bibik membuatkan aku makanan," kata Alif dengan wajah memohon."Ya sudah, Bibik ke dapur dulu," kata Bik Ijah."Alif menunggu di kamar Bibik, Ya?""Kenapa?""Alif tidak mau ketahuan Papa, nanti dia marah lagi," kata Alif sambil menunduk."Ya, sudah." Bik Ijah juga kadang tidak tega kalau Alif dimarahi Fauzan, pria itu suka kalap kalau marah.Selagi Bik Ijah di dapur, Alif mengamati semua kamar Bik Ijah. Matanya membulat sempurna ketika melihat ada HP Nok*a blacksenter