Hari ini Bastian menghadiri pernikahan anak Pak Jonathan, dia menggunakan kapal cepat ke pulau Pramuka di kepulauan seribu. Rencananya selepas ijab qobul Bastian akan segera pulang ke Jakarta. Kondisi fisiknya sudah lumayan prima, tetapi dia masih menjaga pola makannya. Pak Sagala walau sudah siuman namun kondisinya belum pulih, masih berada di ruang perawatan. Senin besok rencananya mau operasi pemasangan ring.
Selama dirawat empat hari di rumah sakit, Bastian hanya total beristirahat, keadaannya jauh lebih tenang jika memikirkan Rahma tengah berada di Jogja, biarlah ... semoga perjalanannya ke Jogja membuat perempuan itu bisa refreshing, setelah pulang dari sana semoga pikirannya lebih tenang.
Mengingat Rahma, Bastian jadi ingat temannya Rahma, Fitri. Apakah Romi sudah menghubunginya? Atau sudah menemuinya? Apasih yang mau dibicarakan wanita itu?
Bastian segera mengecek handphonenya, tidak ada pesan baru dari Fitri.''Sebaiknya kutelpon Romi," gumamnya<"Pak Romi ya? Maaf ya menunggu lama, soalnya membereskan berkas tugas siswa dulu," kata gadis itu tersenyum sempurna."Oh, tidak papa. Ayo silahkan masuk," kata Romi membukakan pintu mobil depan untuk fitri."Emm, saya duduk di belakang saja, Pak. Tidak enak rasanya duduk di samping laki-laki yang bukan mahrom," kata Fitri memberi pengertian pada Romi.Mendengar perkataan Fitri membuat mata Romi membelalak lebar.'hmm ... segala jurus bakal gue keluarin, demi membuatmu duduk di sampingku ... he ...he ... he ....'"Em, maaf ya ... saya bukan supirmu loh, kalau keberatan duduk di depan ya, saya juga keberatan nyetirin mobil, panggil saja mahrommu yang menyetir ini mobil," kata Romi berpura-pura marah."Oh, maaf. Bukan maksud saya menganggap anda supir," kata Fitri jadi tidak enak hati."Ya, sudah. Ayo duduk,"Romi memaksa Fitri duduk di samping pengemudi, Fitri yang merasa tidak enak hati akhirnya mengikuti perkataan Ro
Rahma tiba di bandara sekitar jam 4 sore, dengan menaiki taksi menuju rumahnya. Badannya serasa pegal dan penat, pulang dari workshop banyak tugas laporan yang harus diselesaikan. Hari ini sudah Sabtu sore, Rahma akan segera menjemput Alif dari asrama, rasanya kangen sekali dengan putranya itu. Segera dia mandi dan salat Ashar, setelah itu mengeluarkan motor maticnya dari dalam rumah.Segera dia mendekati barang-barang bawaan dari Jogja, banyak oleh-oleh yang dibelinya untuk Alif. Baju gamis putih, kopiah putih, sendal jepit karakter, baju koko, mushaf Alquran dan ... apa ini? Oh ... baju batik jawa, warnanya coklat tua kombinasi coklat muda dengan gambar tumbuhan kecil-kecil, dikeluarkan baju batik itu, kok ada 3 buah baju couple-an? Satu baju model wanita untuknya, pas ukurannya. Satu lagi baju untuk pria, ukurannya L'Kenapa aku membeli baju pria?' Batin Rahma.Ukurannya sama dengan baju yang dikenakan Bos Bastian, tiap hari kan Rahma mencuci ba
Romi berkali-kali menelpon Bastian tapi tidak tersambung, nomornya tidak aktif. "Gimana? Dek Fitri sudah menghubungi Rahma?" tanya Romi. "Nomornya tidak aktif, Bang. Tapi seharusnya dia sudah mendarat sekarang," kata Fitri cemas. "Ini nomor Bastian juga gak aktif dihubungi. Kok bisa ya? Dua-duanya gak aktif, gini nih kalau ada hal penting ada aja halangannya," kata Romi terlihat kesal. "Ya sudah, Fit. Ayo kuantar pulang, aku mau nyusul Bastian ke Jakarta. Nanti kau coba terus ya, hubungi Rahma," kata Romi. "Mau ke Jakarta?," tanya Fitri, Romi hanya mengangguk. "Kalau gitu, aku pulang sendiri saja. Pergilah, Bang. Takutnya gak dapat tiket," usul Fitri. "Beneran? Kamu gak apa-apa?" "Nggak papa, pergi saja," kata Fitri memberi senyum. "Ya, sudah. Nanti angkat telpon dariku, ya? Sepulang dari sana aku akan silaturahmi ke rumahmu," jawab Romi dia segera mengambil kunci mobil berlalu ke arah bandara. Ber
"Cepet ngomong! Ngomong aja belepotan, Lu!" hardik Bastian sambil menimpuk Romi dengan botol air mineral. "Ternyata ... Alif itu bukan anak kandung Rahma, tapi anak kandung Santi!" "Apaaa???" Cepet ngomong, apa? Ngomong aja belepotan, Lu!" kata Bastian sambil menimpuk Romi dengan botol air mineral. "Ternyata ... Alif itu bukan anak kandung Rahma, tapi anak kandung Santi!" "Apaaa???" Bastian benar-benar terkejut dengan berita ini. Usia Alif sudah sembilan tahun, itu artinya empat tahun setelah Santi melahirkannya, wanita itu menjadi istrinya. Yang Bastian heran, kenapa saat malam pertamanya dulu Santi mengaku masih perawan, bahkan spreinya ada noda darah. Bastian menggelengkan kepala, apakah dia y
"Wah ... wah ... ada yang lagi pacaran lagi, nih?" Sebuah suara mengejutkan mereka berdua."Santi???" kata Fauzan dan Rahma berbarengan.Nampak Santi memakai pakaian blus kerah ala-ala princess Diana, dengan celana jeans dan sepatu booth kulit, rambut panjangnya di kucir kuda. Mama Virda di sebelahnya memakai celana kulot dan blus berenda, tampak pasmina dililitkan di lehernya. Kedua wanita beda usia ini memang selalu berpenampilan modis, mereka memang model yang lumayan laku dulu."Mama duduk dulu di saung, ya? Santi mau reuni dulu sebentar sama kawan sekolah dulu," kata Santi"Ok ..." Virda segera menuju ke saung yang telah dipesannya.
"Fitri ... ayo antar aku ke rumah Bos Bastian," kata Rahma sambil bangkit berdiri"Tapi Bos Bastian sekarang sedang di Jakarta, Mbak" kata Fitri."Aku tidak peduli, aku hanya ingin ke sana sekarang," kata Rahma menuju parkiran motor, Fitri buru-buru menyusul dari belakang."Ayo, Mbak. Fitri antar."Fitri segera menstater motornya, Rahma membonceng di belakang. Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan di antara mereka, Rahma sibuk dengan pikirannya sendiri. Rahma sudah menduga jika Fauzan pasti mencarinya di rumah, lelaki itu pasti yakin jika Alif adalah putra kandungnya, wajahnya yang mirip pasti menguatkan dugaannya. Untuk sementara Rahma harus bisa menghindari lelaki itu."Sudah sampai, Mbak. Sepertinya sepi tidak ada orang, rumahnya juga gelap gulita," kata Fitri.Rahma turun dari motor memandang ke arah rumah bosnya yang tampak seperti rumah kosong."Ya, sudah. Makasih ya, Fit." kata Rahma melangkahkan kaki"Mbak ...
Fauzan sudah mencari Rahma dan Alif di sekitar Restoran tapi tidak ditemukan, segera dia tancap gas ke rumah Rahma, dia kendarai mobil sewaan itu dengan kecepatan tinggi."Rahma ... aku yakin Alif itu anak kandungku. Aku tidak akan melepaskan kalian berdua, aku pasti akan menikahimu Rahma ... kau yang paling cocok menjadi ibu anakku itu," katanya sambil melajukan mobil, matanya berbinar cerah ...harapannya yang mustahil memiliki anak, ternyata tanpa dia sangka dia sudah memiliki anak darah dagingnya sendiri. Kebahagiaan ini seperti dia memenangkan undian lotre, rezeki tanpa disangka-sangka."Pasti Mama sama Papa bahagia banget, ternyata aku memiliki keturunan. Papa ... Mama ... keturunan keluarga Winata tidak musnah seperti yang kalian bilang. Aku masih memiliki satu keturunan lagi," kata Fauzan menggebu-gebu.Sesampainya di rumah Rahma, diketuk dengan keras rumahnya."Rahma! ... Rahma!" panggilnya, pintu Rumah itu bahkan digedornya.
"Ah, lebih baik aku tidur" kata Bastian beringsut menuju kamarnyaSegera dibuka pintu kamarnya, ada yang aneh ... kenapa lampu kamar sudah menyala? Padahal dia belum menyalakan.Betapa terkejutnya dia melihat siapa yang berada di tempat tidurnya, diaturnya napasnya yang tersenggal melihat perempuan itu tengah tidur di sana, tak terasa sudut matanya mengeluarkan cairan bening, senyumannya mengembang diantara isak tangisnya."Haish, dicari ke mana-mana ternyata dia ada di sini?" Gumamnya sambil menghapus butiran bening di sudut matanya.Langkah kakinya diatur perlahan-lahan mendekati wanita itu, diamatinya sosok yang tengah tertidur pulas dengan posisi meringkuk. Bantal yang ditimpa kepalanya terlihat basah, Ah ... apakah dia habis menangis? Bastian menghirup napas panjang, dadanya kini terasa plong. Wanita ini pasti tengah sedih, mengingat Ayah kandung Alif muncul, apakah lelaki itu diberitahu Santi jika dia memiliki anak kandung? Bukankah Rahm