Bastian terbangun dari tidurnya, badannya rasanya sakit semua karena dia tidur di sofa. Apartemen Romi yang hanya memiliki satu ranjang tidak bisa menampung mereka berdua. Bastian tidak mau, dulu dia pernah tidur seranjang dengan Romi, tapi tidur anak itu lasak bukan main. Bahkan Bastian pernah juga dicium bertubi-tubi karena dia bermimpi mencium seorang gadis. Romi sudah menawari jika dia saja yang tidur di sofa, tapi Bastian yang merasa menumpang bersikeras jika dia saja yang tidur di sofa.
Dilihatnya jam dinding diruangan itu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Dia baru ingat kalau jam segitu pasti Rahma sudah pergi mengantar bekal makan siangnya. Ditelponnya Rahma berkali-kali tapi tidak diangkat, akhirnya dia kirim SMS saja.
(Aku menginap di rumah Romi. Bekalnya antar ke kantorku saja, jika aku belum sampai titip pada Satpam)
Bastian segera mandi super kilat dan memakai bajunya dengan buru-buru. Dia lupa tidak membawa mobil tadi malam.
Bastian terus menelpon Rahma tetapi wanita itu tak juga menjawab panggilannya, SMS yang sudah dia kirim belum ada satupun yang di baca."Rahma ... di mana kamu?"Bastian tidak jadi melajukan mobil Romi menuju kantor, dia putar balik menuju rumahnya, jika SMS nya belum Rahma baca, pasti wanita itu langsung ke rumahnya."Semoga dua iblis betina itu tidak membuat ulah, jika sampai dia menyakiti Rahma, bisa mati mereka berdua," gumam Bastian sambil memukul stir mobil.Sesampainya di rumah, Bastian mendapati kedua wanita itu tengah menyantap bekal makan siangnya di meja makan."Kenapa kalian makan bekal makan siangku? Lancang kalian!" teriaknya.Dilihatnya bekal makan siang itu adalah makanan kesukaannya, ikan nila bakar dan sambal goreng terasi. Dia benar-benar meradang, makanan yang sudah dimasak oleh perempuan yang dikasihinya dimakan begitu saja oleh wanita yang dibencinya sampai mendarah daging."Bastian, bilang sama pemba
Rahma selalu ingat betul penggalan peristiwa kehidupannya yang pilu, saat itu usia Alif baru dua minggu, semalaman bayi yang masih merah itu menangis tidak juga berhenti. Rahma yang sudah kelelahan karena seharian belum sempat makan dan istirahat hanya bisa ikut menangis, dia begitu bingung tidak tahu harus berbuat apa, bayi itu hanya digendongnya saja. Usianya yang masih belia baru menginjak 20 tahun, membuatnya tidak memiliki pengalaman apapun dalam merawat bayi. Ketika para gadis di usianya tengah bergembira menggapai asa, bersenda gurau dengan teman-temannya atau tengah asyik berkencan, Rahma justru sibuk mencari nafkah dan mengurus bayi yang notabene bukan bayinya. Perasaan nelangsa beberapa kali menyelusup dalam hatinya, membuatnya meratap dan menangis dalam diam tanpa mengeluarkan air mata.Bukde Marni yang juga ikut kerepotan membantu merawat Alif ikut kebingungan, maklum dia yang sudah berumahtangga selama sepuluh tahun juga belum punya pengalaman mengurus bayi karen
Tiba-tiba ponsel Rahma berdering, mau diangkat Fitri gak berani, didiamkan kok manggil terus kalau panggilan penting gimana?"Ah, angkat aja, ha? Pak Bos? Ini pasti majikan Mbak Rahma," gumam Fitri setelah melihat nama yang tertera di layar ponsel."Halo ...," sapa Fitri"Halo? Rahmah?""Eh, saya bukan Rahmah, Pak. Bu Rahmahnya sekarang sedang di ruang Kepala Sekolah," kata Fitri."Oiya, Bu ..., sekolah Ibu di mana ya? Saya mau langsung ketemu Rahma," kata Bastian"Oo ... di SMK 4, Pak. Yang berada di lorong pembangunan," kata Fitri"Oiya, saya OTW ke sana.""Baik, Pak."Fitri segera mengirim nomor telpon Bastian melalui SMS ke handphonenya, siapa tahu kelak berguna.****"Fit, aku pergi ke Dinas ya?" kata Rahma.'Cepat sekali dari ruang Kepsek? Padahal Aku baru masang mukena,' batin Fitri."Iya, mbak ...," jawab Fitri'nah gimana ini kalau Majikan Mbak Rahma ke sini?' pikir
"Itu aku sudah mengirim kontak temannya Rahma, tolong kau temui dia, sepertinya ada yang penting yang akan dia bicarakan," kata Bastian sebelum sampai di rumahnya"Oke," jawab Romi singkat."Oya, kenapa kau tidak langsung menemui Rahma atau menelponnya?" tanya Romi."Kau tahu kenapa kau tidak bisa menghubungiku?" Romi hanya menggeleng."Itu karena aku terus mencoba menelponnya, tapi perempuan itu gak mengangkat telponnya," kata Bastian kesal.Wajah Bastian terlihatbterlihat kusut, rambutnya yang biasanya selalu rapi kini habis diacak-acaknya."Kau kirim SMS-lah," kata Romi.Ah ... Bastian harus lebih banyak menahan emosi hari ini, perkataan Romi membuatnya bertambah jengkel lagi."Gak perlu kau ajari sudah kukirim itu pesan sampai jariku pegal mengetiknya," katanya sewot."Ya, sudah. Entar juga dia baca SMS-nya.""Aku gak yakin, palingan pesanku sudah dia hapus tanpa membacanya. Sekarang nomorku sudah diblok
Hari ini hari ketiga Rahma di sini, sehabis makan siang dia akan beristirahat sebentar untuk salat zuhur di kamarnya, dia segera menuju ke tempat resepsionis di mana dia menitipkan kunci kamarnya. Ketika melewati lobi, tampak sesosok pria yang familiar baginya tengah duduk di sofa lobi. Wajahnya yang tegas ditumbuhi cambang tipis dan kumis tipis, alis matanya yang tebal dengan mata elang, dahulu selalu membuat hatinya berdesir. Dia segera menghampiri pria itu sekedar menyapanya."Mas Fauzan? Benarkah kau Mas Fauzan?""Rahma! Kau Rahma, kan?" tanyanya sambil berdiri dari tempat duduknya menatap Rahma dengan mata berbinar."Apa kabar, Mas? Sedang apa di sini?" sapa Rahma."Ooh ... aku ada acara dari kantor, kamu sendiri sedang apa di sini?" tanya lelaki itu tersenyum sumringah."Aku ada workshop, Mas," jawab Rahma singkat."Workshop? Workshop apa kalau boleh tau?" tanya Fauzan sambil mengernyitkan dahi"Workshop guru BK, Mas. Sekarang a
"Halo, Assalamualaikum," Rahma menerima panggilan telepon "Rahma ... ini aku, Fauzan." Suara di seberang telepon. "Oo Mas Fauzan. Iya ada apa, Mas?" "Kau masih sibuk?" "Ini baru masuk kamar hotel, Mas." "Baru jam sembilan, ayo kawani aku ngopi di restauran hotel," kata suara lelaki itu "Baiklah, saya ke sana," jawab Rahma. Sebenarnya Rahma merasa senang bukan lantaran Fauzan adalah mantan kekasihnya dulu, tapi dia senang karena di kota ini ada seseorang yang dikenalnya. Kegiatan workshop yang padat membuat dia tidak bisa sekedar berekreasi sejenak menikmati suasana Jogja. Sesampainya di lobi hotel ternyata Fauzan sudah menunggunya. "Ayo, Mas. Kalau mau ke resto" ajak Rahma pada pria itu. "Em, Rahma. Bagaimana kalau kita jalan-jalan ke Malioboro?" kata pria itu. "Tapi ini sudah malam?" "Suasana malam malah asyik loh ...," kata pria itu tersenyum menggoda.
Hari ini Bastian menghadiri pernikahan anak Pak Jonathan, dia menggunakan kapal cepat ke pulau Pramuka di kepulauan seribu. Rencananya selepas ijab qobul Bastian akan segera pulang ke Jakarta. Kondisi fisiknya sudah lumayan prima, tetapi dia masih menjaga pola makannya. Pak Sagala walau sudah siuman namun kondisinya belum pulih, masih berada di ruang perawatan. Senin besok rencananya mau operasi pemasangan ring. Selama dirawat empat hari di rumah sakit, Bastian hanya total beristirahat, keadaannya jauh lebih tenang jika memikirkan Rahma tengah berada di Jogja, biarlah ... semoga perjalanannya ke Jogja membuat perempuan itu bisa refreshing, setelah pulang dari sana semoga pikirannya lebih tenang. Mengingat Rahma, Bastian jadi ingat temannya Rahma, Fitri. Apakah Romi sudah menghubunginya? Atau sudah menemuinya? Apasih yang mau dibicarakan wanita itu?Bastian segera mengecek handphonenya, tidak ada pesan baru dari Fitri.''Sebaiknya kutelpon Romi," gumamnya
"Pak Romi ya? Maaf ya menunggu lama, soalnya membereskan berkas tugas siswa dulu," kata gadis itu tersenyum sempurna."Oh, tidak papa. Ayo silahkan masuk," kata Romi membukakan pintu mobil depan untuk fitri."Emm, saya duduk di belakang saja, Pak. Tidak enak rasanya duduk di samping laki-laki yang bukan mahrom," kata Fitri memberi pengertian pada Romi.Mendengar perkataan Fitri membuat mata Romi membelalak lebar.'hmm ... segala jurus bakal gue keluarin, demi membuatmu duduk di sampingku ... he ...he ... he ....'"Em, maaf ya ... saya bukan supirmu loh, kalau keberatan duduk di depan ya, saya juga keberatan nyetirin mobil, panggil saja mahrommu yang menyetir ini mobil," kata Romi berpura-pura marah."Oh, maaf. Bukan maksud saya menganggap anda supir," kata Fitri jadi tidak enak hati."Ya, sudah. Ayo duduk,"Romi memaksa Fitri duduk di samping pengemudi, Fitri yang merasa tidak enak hati akhirnya mengikuti perkataan Ro