Share

13. Makan Malam Spesial

Penulis: Sandra Dhee
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-02 16:24:35

Bara memarkir mobilnya dengan gerakan tergesa di depan apartemen. Seluruh pikirannya masih penuh dengan percikan gairah yang belum tersalurkan sejak siang tadi. Ia bahkan tak bisa bekerja dengan tenang karena masih terbayang oleh sentuhan Rebbecca. Sentuhan dan romansa yang cukup lama ia rindukan. Akhirnya, ia memutuskan untuk pulang lebih cepat dari biasanya. Ia tak menggubris protes Tama karena dirinya membatalkan jadwal meeting sore itu secara mendadak. Ia hanya berharap bisa segera tiba di rumah, menenangkan diri, dan mengalihkan pikirannya dari kekacauan emosi yang menggila. Tapi satu hal yang ia lupakan. Kini rumahnya bukan hanya miliknya sendiri.

Di dalam apartemen yang rapi dan wangi masakan, Rania sedang membereskan ruang tamu. Udara hari itu terasa sedikit panas jadi ia memutuskan untuk memakai kaos ketat dan celana pendek saja. Apalagi, hari itu tidak ada jadwal bersih-bersih dari Bu Dewi, jadi ia merasa aman baginya untuk memakai pakaian minim seperti itu.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terpaksa Jadi Pengantin Tuan Pewaris   57. Malam Romantis

    Malam itu, Bara membawa Rania makan malam di sebuah restoran di tebing Oia. Restoran itu memiliki pemandangan matahari terbenam yang paling indah di seluruh Santorini.Lycabettus Restaurant, yang menjorok ke tebing Oia, seolah melayang di udara. meja-meja mereka berdiri di ujung platform kaca, seakan di bawahnya hanya ada laut yang tak berujung.Rania duduk berhadapan dengan Bara. Gaun putih sederhananya bergerak lembut tertiup angin, dan rambutnya yang tergerai berkilau terkena cahaya bulan. Bara memandangnya lama, seakan ingin mengingat setiap detail wajah itu.“Aku masih tak menyangka... tempat ini indah sekali. Rasanya seperti mimpi aku bisa ke tempat ini,” ucap Rania, matanya menyapu pemandangan di sekitarnya. “Seperti... kita sedang makan di atas dunia.”Bara tersenyum tipis. “Aku memang ingin kamu melihat dunia dari sini, Rania. Supaya kamu tahu, hidup bukan hanya tentang masalah dan tekanan. Ada tempat di mana kita bisa bernapas dan menemukan ketenangan.”Pelayan datang membaw

  • Terpaksa Jadi Pengantin Tuan Pewaris   56. Santorini

    Setelah mandi dan bersiap, mereka menghabiskan sarapan di balkon dengan pemandangan laut biru yang menakjubkan. Sarapan kali ini terasa berbeda. Tak ada lagi kecanggungan. Yang ada hanya obrolan ringan, tawa yang lepas, dan tatapan-tatapan lembut yang tak lagi disembunyikan."Hari ini kita mau ke mana?" tanya Rania, menyeruput kopi hangatnya.Bara tersenyum dengan mata berbinar seperti menemukan ide baru. "Bagaimana kalau kita keluar dari zona nyaman ini? Mencari tempat yang tidak ada di brosur-brosur turis."Mata Rania membulat. Ia menyukai ide itu. "Terdengar seru. Aku lebih menyukainya dari pada melihat orang-orang berpose di setiap sudut jalan."Akhirnya setelah sarapan selesai, mereka segera bersiap dan pergi menyewa sebuah skuter matik berwarna putih. Bara duduk di depan, dan Rania memeluknya dari belakang. Angin laut menerpa wajah mereka, membawa aroma asin dan kebebasan. Mereka tak memiliki tujuan pasti, hanya mengikuti jalan-jalan kecil berbatu yang berkelok-kelok. Di sepanj

  • Terpaksa Jadi Pengantin Tuan Pewaris   55. Hari Pertama Bulan Madu

    Bara menggenggam tangan Rania dengan erat siang itu, membimbingnya menuruni jalanan yang dipenuhi toko-toko kecil dan kafe yang ramai dengan pasangan-pasangan yang tengah berlibur.Udara Santorini terasa lebih hangat daripada biasanya. Angin laut yang lembut berhembus pelan, membawa aroma asin dari laut Aegea dan bunga-bunga segar yang bermekaran di sepanjang jalan kecil berbatu."Kemarilah," ujar Bara lembut, menarik Rania ke sebuah teras kafe kecil yang menghadap langsung ke lautan biru. Mereka duduk berdua di sudut, dengan segelas wine lokal dan sepiring kecil kudapan khas Yunani.Rania menatap pemandangan di depannya dengan mata berbinar. "Ini... seperti mimpi," gumamnya."Kalau begitu... jangan bangun dulu," jawab Bara sambil tersenyum. Tatapannya lembut, dan untuk pertama kalinya sejak pernikahan mereka dimulai, Rania merasa benar-benar menjadi bagian dari hidup pria itu.Mereka menghabiskan hari itu dengan berjalan di sepanjang pantai, tertawa, mengambil foto, dan bahkan sempat

  • Terpaksa Jadi Pengantin Tuan Pewaris   54. Santorini dan Keindahannya

    Rania menggenggam erat tiket pesawat yang diberikan Bara. Jantungnya berdetak kencang sejak tadi pagi, seakan ingin melompat keluar dari dadanya. Ia masih tidak percaya bahwa hari ini adalah hari keberangkatan mereka. Perjalanan bulan madu ke Santorini, tempat yang selama ini hanya ia lihat lewat layar televisi atau media sosial.Bara tampak tenang. Lelaki itu mengenakan kemeja linen berwarna biru muda yang membuatnya terlihat santai namun tetap berwibawa. Ia menoleh ke arah Rania yang duduk di sampingnya, memandangi suasana bandara dengan mata berbinar.“Gugup?” tanya Bara sambil menyenggol lengan Rania pelan.Rania mengangguk pelan. “Gugup sekali. Ini pertama kalinya aku naik pesawat. Dan... pertama kalinya ke luar negeri.”Bara tersenyum. “Tenang aja. Aku di sini. Pegang tanganku kalau kamu panik.”Rania menoleh. Matanya menatap tangan Bara yang terulur, dan dengan ragu, ia meraih tangan itu. Hangat. Kuat. Dan entah kenapa, tenang. Perasaan yang membuat jantung Rania berdetak lebih

  • Terpaksa Jadi Pengantin Tuan Pewaris   53. Di Balik Sorotan Kamera

    Pagi itu, mentari tampak cerah, seolah turut menyambut langkah baru yang sedang ditempuh Rania dan Bara. Semalam mereka tidur dengan hati hangat, dan kini bangun dengan semangat yang sama. Kebahagiaan kecil yang mulai tumbuh di antara mereka.Rania mengenakan blouse putih bersih dengan celana jeans panjang dan jaket denim yang membuatnya tampak kasual tapi anggun. Rambutnya dikuncir rendah, dan ia tak memakai banyak riasan hari itu. Ia baru saja selesai berdandan dan hendak keluar kamar ketika Bara masuk sambil membawa dua cangkir kopi dan senyuman.“Kita harus ke imigrasi dulu untuk urus paspor kamu,” ucapnya sambil menyerahkan secangkir kopi hangat.Rania menyambutnya dengan senyum. “Kamu yakin mau menemaniku? Aku bisa melakukannya sendiri.”Bara duduk di sampingnya, satu tangan meraih tangannya. “Kita mau pergi bersama. Jadi semuanya juga harus dilakukan bersama.”Kata-katanya sederhana, tapi cara Bara mengatakannya dengan tenang dan penuh perhatian, membuat dada Rania hangat. Lela

  • Terpaksa Jadi Pengantin Tuan Pewaris   52. Mata-mata yang Tak Terlihat

    Hari itu, Rania segera mengurus izin cutinya di sekolah seperti permintaan Bara. Ia langsung menghadap ke ruangan kepala sekolah untuk menyerahkan surat izin yang sudah ia siapkan sejak pagi, beberapa menit saat bu Dyas, sang kepala sekolah, baru tiba. Rasanya Rania sudah tak sabar menantikan momen liburan bersama Bara. Setelah sekian lama berada dalam pusaran konflik, keduanya akhirnya menemukan waktu untuk bernapas sejenak, dan menikmati hubungan mereka sebagai suami istri yang sebenarnya."Cuti?" ulang Bu Dyas sedikit terkejut, karena Rania memang guru yang jarang sekali mengambil cuti kecuali saat ada keperluan penting. Seperti saat dulu ayahnya meninggal dan saat Rania menikah.Rania mengangguk tegas. Matanya menyiratkan kebahagiaan, dan senyum ceria tak pernah sirna dari wajahnya."Bulan madu? Bukannya kalian sudah cukup lama menikah?" tanya Bu Dyas lagi."Memang Bu, tapi suami saya baru sekarang ada sedikit jadwal kosong. Kemarin-kemarin kami tidak sempat cuti karena pekerjaann

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status