Angga menghampiri Reina yang kebetulan sibuk mencuci pakai didalam kamar mandi. Suasana di ruangan itu terlihat begitu hening. Sedangkan kedua putrinya sedang berada di taman kanak-kanak, menikmati proses bermain dan belajar sebelum memasuki usia sekolah dasar. Singkat cerita, Angga mengetuk pintu dan membukanya secara perlahan-lahan.
Reina tersenyum kearahnya dengan wajah yang memucat. Mungkin saja Angga mengira Reina kecapean melakukan rutinitas selayaknya ibu rumah tangga lainnya. Padahal, dirumah mereka sudah ada dua pembantu dan satu satpam. Hanya saja, ketiga orang tersebut seringkali meminta izin untuk pulang ke kampung halamannya masing-masing. Entah karena ada alasan upacara, anak sakit atau lain sebagainya.“Maaf Reina, saya telah mengganggu aktivitas kamu” ujar Angga. Ia berdiri sedangkan Reina masih berjongkok.Reina mulai berdiri dan kini tepat sekali berhadapan dengan Angga. Keduanya saling bertatapan.“Nanti sore apa kamu sibuk?”tanya Angga."Tidak, memangnya ada apa Pak Angga menanyakan hal itu?" tanya Reina."Nanti sore ikutlah denganku ke pesta dan pakai pakaian yang sesuai dengan konteks" ujar Angga sambil memberikan beberapa uang merah pada Reina.“Uang ini untuk saya Pak?” tanya Reina kebingungan.“Iya, anggap saja itu bonus atas kesiapanmu! Jangan membuat saya kecewa” ujar Angga sembari berlalu.Wajah Reina mulai memerah, detak jantungnya terasa berdenyut lebih kenyang dari biasanya. Merasa hari ini adalah kesempatan emas untuknya lebih dekat dengan Angga, Reina pun mencoba prepare lebih awal. Masuk kedalam kamar tidur lalu membuka lemari pakaian."Aku baru ingat, aku tidak punya pakaian untuk acara-acara kayak begituan” gumamnya pelan.Akhirnya siang ini Reina langsung menuju ke arah toko yang jarak lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal Angga. Cukup hanya mengendarai kendaraan motor kesayangannya itu kini ia telah sampai ke tempat tujuan. Toko pakaian yang cukup terkenal. Sejujur tubuhnya bergetar karena seumur-umur belum pernah memasuki toko mewah seperti ini. Paling maksimal Reina hanya menginjakkan kakinya ke pasar Minggu saja. Di sana pun ia harus pandai-pandai mengatur keuangannya agar tidak habis hanya untuk berbelanja saja.“Selamat datang di Toko Mutiara Cinta” sapa salah satu karyawan di toko tersebut.Reina membalas dengan senyuman manis lalu mulai fokus ke beberapa pakaian yang telah ada didepan matanya. Semua terkesan mewah dan bagus-bagus. Reina seketika sumringah ada rasa senang luar biasa yang kini ia rasakan dari lubuk hati. Reina mencoba memilih pakaian yang dirasa cocok untuknya, “Rasanya gaun ini cocok untuk nanti malam” gumamnya ketika melihat pakai dress berwarna merah merekah.Ketika Reina tengah berbunga-bunga, Centini juga ada ditempat yang sama. Reina memang tidak melihat kehadiran Centini, akan tetapi Centini melihat Reina di sana!“Ah? Si miskin itu berbelanja di toko semahal ini? Tidak-tidak! Ini pasti mataku yang bermasalah!" gerutunya.Centini membawa pakaian yang ia pilih menunju ke arah kasir. Centini mengikutinya dari kejauhan, ”Gila... Dia beneran Reina!" serunya tak menyangka.Reina yang sudah membayar kini mulai menuju ke arah parkiran. Centini tidak mau ketinggalan informasi dan ia juga ikut mengikuti Reina dari arah belakang. Reina mengendarai motornya sementara dari belakang Centini mengendarai mobil yang baru ia beli. Sehingga Reina tidak akan bisa mengetahui siapa yang sedang berada dibelakang kendaraannya. Reina turun dari motor saat sudah berada di depan rumah.Terlihat, Angga sedang duduk bersantai di teras rumahnya. Tidak ingin berlama-lama, Reina langsung menghampirinya dan mulai menunjukkan barang yang telah ia beli barusan kepada Angga, “Bagaimana Pak? Apa pakaian ini cocok untuk nanti malam? Jika tidak, saya akan membeli pakaian yang lain” ujar Reina.“Tidak perlu, itu saja sudah bagus” ujar Angga.Melihat pemandangan yang tidak mengenakan, membuat perasaan Centini mendadak berapi-api, “Tidak mungkin Angga semudah itu move on dari Yuna? Apa jangan-jangan... Reina memakai susuk biar Angga tergila-gila!” serunya sembari berlalu.Disaat Reina tengah mengobrol dengan Angga, Pinky pun datang menghampiri mereka. Kebetulan sekali, Pinka dan Pinky sudah pulang dari sekolahnya yang diantarkan oleh satpam pribadi Angga. Wajah Pinky tampak cemberut dan matanya mulai berair. Melihatnya seperti itu membuat Angga dan Reina menjadi khawatir dengan putri mereka tersebut.“Kamu kenapa?” Tanya Angga.“Papa, aku kangen sama Mama. Kapan Pinky bisa jenguk Mama lagi?” tanya Pinky.Angga terdiam, sementara Reina berusaha untuk mencari cara agar Pinky tidak membahasnya lagi. “Mama kamu lagi istirahat jadi tidak bisa diganggu. Sebagai gantinya, Ibu Reina kasih permen coklat buat Pinky” ujar Reina sambil mengarahkan permen coklat lolipop.Pinky menganggukkan kepalanya lalu mengambil permen tersebut dan masuk ke dalam ruangan. Detik itu juga, Angga meraih tangan Reina dengan rahang wajah yang mengeras.“Mengapa kamu berbohong?” tanya Angga.“Aku tidak tega melihat Pinky...” lirih Reina.“Tapi kau telah memberikan harapan yang tidak akan pernah terwujud dan bukanlah hal itu akan membuatnya semakin sakit?! Kamu memang berbeda dengan Yuna, nasib apa yang menimpaku harus menikah dengan wanita sepertimu!” seru Angga sembari berlalu.Reina menghela nafas, ia tidak ingin menangis hanya karena ditegur. Sambil berusaha menghusap air matanya, Reina pun memilih untuk menyimpan pakaian dress tersebut ke dalam kamar tidur dan memilih untuk tidur. Hingga siang telah berganti dengan sore dan Angga telah berpakain dengan rapih sementara kedua putri kecilnya telah dititipkan ke rumah ibunya, nenek dari Pinka dan Pinky. Reina terbangun dari tidur nyenyaknya, dengan cepat ia masuk kedalam kamar mandi. Dengan persiapan yang belum matang, hanya bermodalkan berpakaian kasual dan memakai lipstik saja, terlihat Reina tidak terlalu mencolok. Angga sendiri tidak memperhatikan Reina yang belum menyisir rambutnya yang panjang itu karena sibuk melirik jam arloji dipergelangan tangan kirinya.“Maaf, aku terlambat” ujar Reina saat turun dari lantai atas menghampiri Angga di sofa.“Tidak apa-apa, ayo ikut saya” ujar Angga.Mereka masuk ke dalam mobil dan melakukan perjalanan selama dua jam lebih. Saat sampai, banyak orang yang menyapa Angga dan begitupun juga sebaliknya. Reina sama sekali tidak mengenal mereka hingga ia terlihat kebingungan sendiri. Untungnya Angga tidak Setega itu membiarkan Reina sendirian, ia menggandeng tangan Reina tanpa persetujuan Reina sendiri. Disisi lain, Centini juga hadir di acara yang didatangi oleh Angga. Namun ia memilih untuk tidak menampakkan diri dihadapan mereka. Matanya memerah itu selalu melirik ke arah Reina. Seakan, ia ingin menghabisi Reina detik ini juga.Acara di pesta itu terlihat begitu mewah, para tamu undangan juga tidak kalah mewahnya. Mereka memakai kostum yang elegan dan juga menatap rambutnya semenarik mungkin. Karena jomplang, banyak pasang mata yang melirik ke arah Reina. Bukan... Bukan karena Reina tidak cantik, melainkan mereka fokus ke arah rambut Reina yang masih berkepang dua dengan kondisi berantakan.“Kamu tunggu saya disini, saya ada urusan sebentar” bisik Angga pada Reina.Reina hanya mengangguk pelan, tanpa sengaja ia lupa bahwa Angga telah mulai menjauh darinya. Hingga ia sendirian, di kerumunan orang banyak. Reina yang memakai separuh tinggi membuat langkah kakinya menjadi kurang nyaman. Sesekali ia melepas sepatunya lalu di pakai lagi karena tidak ingin dilihat banyak orang. Sementara itu, Angga belum juga datang menemuinya yang mulai canggung.“Mau minum?” tanya seseorang yang mendekati Reina. Terlihat wanita muda memakai kacamata bulat, wajahnya oval dan terlihat imut itu memberikan minuman kepada Reina.“Terimakasih, tapi... Tapi saya tidak suka alkohol” ujar Reina menolak secara halus.“Minumlah sedikit saja karena tidak boleh loh menolak pemberian orang” ujar wanita asing tersebut.Reina tidak enak hati dan meraih minuman alkohol tersebut. Dengan raut wajahnya yang tertekan, Reina berusaha untuk menelan alkohol itu hingga habis. Wanita muda disampingnya langsung mengenalkan dirinya pada Reina, setelah itu ia pergi begitu saja. Beberapa detik kemudian, Angga datang sambil tersenyum ke arah Reina, “Maaf menunggu lama” bisik Angga.Reina menggelengkan kepalanya, sesekali tangannya mengucek kedua bola matanya, “Kita kesana yuk!” seru Angga ketika melihat Centini yang tengah asyik mengobrol dengan para undangan yang lain.Reina mengangguk lalu mereka berjalan dengan pelan. Hanya saja, ke fokusan Reina mendadak menurun ditambah lagi sepatunya yang tinggi membuat Reina kehilangan keseimbangan. Hingga ia jatuh dan menubruk orang disampingnya yang dekat dengan kolam renang. Halhasil, baik orang yang tabrak dan Reina sendiri kecebur ke kolam renang.“Reina!” teriak Angga, dengan refleks menolong Reina dan wanita lain yang ikut terjatuh tersebut.Wanita itu tidak terima lalu memaki-maki Reina dihadapan orang banyak. Seketika Centini datang dan berusaha mererai mereka. Dengan tegasnya Centini meminta maaf pada wanita tersebut. Angga sendiri benar-benar merasa malu, malu telah membawa Reina ketempat yang tidak cocok untuk istrinya tersebut.“Ikut aku!” Angga meraih tangan Reina untuk keluar dari lokasi dan membawanya masuk ke dalam mobil. Selama diperjalanan pulang, Angga memilih untuk diam namun wajah dan sorotan matanya tidak dapat berbohong. Ia benar-benar kesal dengan kejadian barusan.Sesampainya di rumah, Reina meminta maaf karena ulahnya, Angga menjadi pulang lebih awal. Permintaan maaf itu sia-sia, Angga tidak menggubrisnya dan memilih masuk ke dalam kamar tidur.“Ya Tuhan, bagaimana ini? Pintunya dikunci, aku tidak bisa masuk...” lirih Reina.Reina terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Merasa hawa terlalu dingin, membuatnya tidak bisa tidur dengan nyaman. Reina meraih ponsel Android yang telah menemaninya sedari ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Jam masih menunjukkan pukul setengah tiga, sedangkan Reina tidak dapat melanjutkan tidurnya. Ia menghela nafas, lalu memilih untuk memasak.jam telah menunjukkan pukul setengah enam, Reina telah menyiapkan masakannya di atas meja. Wajahnya menegang, ia masih memikirkan kejadian semalam, ”Uuh... Semoga saja Pak Angga tidak marah lagi” gumamnya dalam hati.Terlihat dari kejauhan, Pinka dan Pinky sudah terbangun dari tidurnya. Mereka keluar dari kamar tidur karena mencium aroma masaka. Reina melihatnya dan memanggil mereka untuk duduk duduk bersama. Kedua bocah itu memintanya untuk mengambilkan nasi dan lauk pauk, Reina tersenyum dan menuruti kemauan putri sambungnya tersebut.“Ibu Reina, sekarang Ibu Reina mau mandi ya?” tanya Pinka.”Iya, setelah selesai bersih-be
"Apa? Tidak mungkin ini terjadi!" seru Reina, Ia menutup mulut dengan kedua tangan. "Maaf, hasil telah menunjukkan hal yang sebenarnya. Sebaiknya Ibu harus ikhlas dan jaga putri Ibu dengan lebih hati-hati" ujar dokter. Reina langsung membayar sesudah dokter selesai memeriksa keadaan Pinky. Ia mengajak kedua putri kembarnya untuk masuk kedalam mobil. Tidak ada sepatah apapun yang dapat Reina ucapkan, hanya bayangannya kini dipenuhi dengan rasa bersalah, "Tuhan, apa yang mesti saya lakukan? Jika Angga mengetahuinya, dia pasti tidak akan memaafkanku..." lirih Reina dalam hati. Tak terasa butiran air mata mulai jatuh membasahi pipinya yang mulus, disisi lain Pinka melihatnya dan dengan polosnya ia bertanya, "Ibu Reina kok menangis?" Tangan mungilnya itu dengan reflek menghusap air mata di pipi Reina, "Ibu hanya sedikit mengantuk" ujar Reina dengan berbohong. Tak berselang lama, terdengar suara handpone yang berdering cukup keras. "Kok gak diangkat Bu?" tanya Pinka. "Sayang, bahaya bil
"Reina, tidak sia-sia kita bekerja! Uang gajih ini telah membayar rasa lelahku selama satu bulan lamanya'' ujar Agustina dengan sumringah.Reina menatap wajah beberapa karyawan yang juga terlihat begitu bahagia kecuali dirinya. Disaat yang lain mendapatkan bayaran di akhir bulan, mengapa ia belum mendapatkannya? Ingin protes tapi ia malu tuk mengatakannya. Ditambah Reina merasa malas harus berhadapan dengan orang kepercayaan suaminya itu. "Ayo kita ke kafe malam ini buat merayakan!" ajak Agustina pada Reina."A-aku belum bisa ikut..." lirih Reina. Agustina menatap wajah Reina dengan rasa heran, tak seperti biasannya Reina menolak ajakannya itu. Dengan rasa penasaran, Agustina mencoba menanyakan alasan Reina menolak ajakannya tersebut. Dengan jujur Reina mengaku bahwa ia belum menerima haknya. Agustina terkejut dan sesekali menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kamu harus tegas sama Centini! Biar dia tak seenaknya kayak gitu. Apalagi kamu kan istri Ceo, pasti dia gak akan berani memecat ka
“Tutup mulutmu!” seru Agustina.”Kenapa kalian tega dengan Reina? Apa salahnya pada kalian sehingga Reina harus dipecat seperti itu!” seru wanita muda berkemeja putih dengan rambut pendek tergerai.Rosa langsung meraih tangannya dan menyisipkan beberapa selembar uang merah, “Kau butuh ini juga kan?” Seketika wanita muda itu melempar uangnya hingga uang-uang tersebut berjatuhan di lantai, ”Saya tidak seperti kalian!” tegasnya sembari berlalu.Rosa langsung cemas, wajahnya mulai memerah! Ia takut jika kejahatannya terbongkar detik ini juga. Rosa melirik Agustina yang masih terpaku, ”Bagaimana ini? Jika Intan mengadu pada Pak Angga, maka habislah kita!!!” “Kita harus berbuat sesuatu!" tegas Agustina.“Apa rencanamu? Cepatlah, beritahu aku!” seru Rosa.***“Hallo? Reina, ada hal penting yang ingin saya sampaikan ke kamu. Tapi saat ini saya mau menyelesaikan pekerjaanku dulu, nanti setelah pekerjaan ini sudah selesai, saya akan mampir ke rumah kamu” Intan mematikan telepon dan kembali bek
"Nihhh uangnya sudah saya bagi rata! Selebihnya silahkan dihitung sendiri!" seru Agustina.Rosa meraih uang itu dan mulai menghitung, "Sudah pas!" serunya. Lalu Rosa menaruh uangnya ke dalam tas dengan raut wajah tak senang."Apa dia bakalan ngelaporin kita ke polisi?" tanya Rosa.Agustina terkekeh mendengar pertanyaan Rosa yang masih ragu. Agustina menenggak minuman manis ia baru saja mereka beli di Indomaret terdekat. Merasakan rasa yang enak, Agustina memilih untuk menikmatinya. Sementara Rosa, ada perasaan takut yang tengah menghantui pikirannya. Terlebih, ia tidak ingin masuk penjara dan meninggalkan anaknya yang masih berumur tiga bulanan."Sebaiknya kau buang jauh-jauh sifat pengecutmu itu Rosa! Lagian kita sudah memegang ini, dia tak akan berani macam-macam" ujar Agustina, ia menunjukkan sebuah kamera Canon yang sedari tadi ada didalam tas kerjanya."Benar juga! Kamu memang cerdik" puji Rosa.Keduanya tertawa atas penderitaan orang lain. Mereka bahkan tak memiliki rasa kasihan
“Anakku, Mama sangat khawatir melihat kamu terbaring lemah seperti ini. Mama tidak bisa membayangkan bila kamu pergi meninggalkan Mama seorang diri...” lirih Anum mama dari Reina.Ujang berada disamping sang istri dengan wajah tak kalah cemas. Terlebih saat ia mendapatkan sebuah fakta yang sangat sulit untuk diterima. Dokter telah memvonis Reina, bahwa ada tumor yang mencurigakan tengah berada di dalam tubuh beberapa putri semata wayangnya itu. Hanya saja dokter belum dapat memastikan seberapa berbahayanya tumor-tumor tersebut karena proses mendiagnosis harus memerlukan beberapa rangkaian pemeriksaan. Karenanya Dokter menyarankan kepada kedua orang tua Reina untuk memberikan kondisi Reina secara rutin.Dokter, kira-kira berapa biaya yang harus kami keluarkan untuk pengobatan putri kami?” tanya Ujang.“Untuk informasi pembayaran silahkan bapak bertanya pada penjaga administrasi” ujar dokter sembari berlalu.Anum tak henti-henti memeluk tubuh Reina yang tak sadarkan diri. Ia tak ingin pu
“Kalian mau ngapain sih!” pekik Intan saat Agustina dan dan Rosa menarik tangannya dengan kasar. “Mau apa? Ha! Kami ingin meminta uang!” bentak Agustina.”Uang? Apa maksudmu? Perasaan saya tidak memiliki hutang pada siapapun. Apalagi sama setan-setan macam kalian!” seru Intan.PLAKTamparan keras mengenai pipi Intan, rasa yang begitu perih membuatnya merintih. Intan merasa heran dengan perbuatan mereka yang tidak masuk akal kepadanya, “Kalian jahat!” teriaknya sembari mengusap pipinya yang masih sakit.“Kami itu tidak jahat tapi kami butuh uang! Kau mau video itu kesebar? Mau dibawa kemana wajahmu yang dekil kek gitu!” seru Agustina.“Sudah deh... Lebih baik kamu lihat video ini dulu biar bisa berpikir cepat” Rosa menunjukkannya ponselnya di dekat Intan. Bola matanya terbelalak tak percaya dengan apa yang ia lihat. Sebuah adegan panas diperankan oleh wanita muda berambut pendek sedang bergulat pada om-om di atas ranjang. Adegan demi adegan terpampang dengan jelas! Tak bisa Intan pung
Hari ini tepat tanggal merah menjadi hari yang baik untuk Reina karena akan segera cabut dari rumah sakit yang telah membuatnya tak nyaman berada di sana. Selalu mencium bau obat-obatan, mendapatkan bubur yang rasanya tawar bukanlah hal menyenangkan bagi siapapun yang tengah sakit. Kini, Reina bisa kembali menatap langit dengan bebas tanpa mencium lagi aroma obat-obatan..“Mari Bu, biar saya yang menaruhnya" terlihat seorang bapak-bapak paruh baya berpakaian kemeja dan dasi. Wajahnya sudah tak lagi muda, namun terlihat begitu cekatan. Ia mengangkat semua barang-barang milik Reina dan menaruh semua barang tersebut ke bagasi mobil.“Terimakasih Pak Kasim” ujar Reina.“Sama-sama Bu. Awas hati-hati!” Pak Kasim membantu Reina untuk masuk ke dalam mobil.Reina duduk di depan berdampingan dengan kursi pengemudi. Setelah dirasa aman, Pak Kasim langsung masuk ke dalam mobil dan mulai mengemudi dalam kecepatan normal. Reina yang baru membaik tak terlalu banyak bergerak atupun berbicara dan memi