Share

Bukan Adik

last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-18 14:00:47

Air membawa Bulan menemui psikiater. Ia duduk tenang di samping istrinya, menemani proses konsultasi dengan sabar. Meski sesekali Bulan tampak tegang saat berbicara, usapan lembut tangan Air di atas punggung tangan Bulan yang bertumpu di pahanya, mampu membuat gadis itu lebih tenang dan santai.

Hampir satu jam berada di ruang konsultasi, keduanya akhirnya keluar. Wajah Bulan tampak lelah, namun rautnya jauh lebih berseri dibanding sebelumnya, seolah sebagian beban yang menghimpit telah terangkat.

“Capek?” tanya Air, kepalanya sedikit miring, nada suaranya lembut dan penuh perhatian.

Bulan hanya mengangguk kecil.

“Bagaimana perasaan kamu sekarang?”

Bulan mendongak, menatap suaminya. Ia lantas tersenyum lebar, hangat dan tulus. “Sudah lebih baik. Makasih, Hubby.”

“Itu sudah jadi tugas saya, sayang.” Air mengusap kepala Bulan dengan penuh kasih.

Sentuhan itu membuat hati Bulan berdesir. Sentuhan lelaki yang dulu dianggap paling menyebalkan kini justru membuatnya merasa aman dan nyaman.

S
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Dasar Tidak Waras

    “Ada apa? Kenapa menatapku seperti aku pelaku kejahatan?” tanya Bulan bingung. Sejak tadi, sahabatnya tampak tak sabar ingin menyerangnya dengan berbagai pertanyaan.”“Bul, apa yang sebenarnya terjadi antara kalian? Apa benar Mirza menculikmu?”“Mirza? Menculik aku? Kamu bicara apa, Yon?” Bulan menatapnya bingung.“Aku juga tidak tahu pasti, tapi Mirza sekarang dirawat di rumah sakit. Kata Brian, Mirza dapat banyak luka tusuk. Dan kejadian itu terjadi saat Mirza berniat menculik kamu…” ujar Yona, suaranya mengecil di akhir kalimat.Kabar tentang Mirza yang dirawat di rumah sakit cepat menyebar di lingkungan Zeland’s International High School. Banyak murid membicarakan insiden itu dan mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi.Bulan menutup mulutnya dengan telapak tangan. Dia benar-benar tak percaya Mirza memiliki niat menculiknya. Untuk apa?Dia memang sempat diculik dan disekap… tapi pelakunya bukan Mirza.“Bul, kenapa diam?” Yona bertanya hati-hati, menatap penasaran ke arah sahab

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Bukan Adik

    Air membawa Bulan menemui psikiater. Ia duduk tenang di samping istrinya, menemani proses konsultasi dengan sabar. Meski sesekali Bulan tampak tegang saat berbicara, usapan lembut tangan Air di atas punggung tangan Bulan yang bertumpu di pahanya, mampu membuat gadis itu lebih tenang dan santai.Hampir satu jam berada di ruang konsultasi, keduanya akhirnya keluar. Wajah Bulan tampak lelah, namun rautnya jauh lebih berseri dibanding sebelumnya, seolah sebagian beban yang menghimpit telah terangkat.“Capek?” tanya Air, kepalanya sedikit miring, nada suaranya lembut dan penuh perhatian.Bulan hanya mengangguk kecil.“Bagaimana perasaan kamu sekarang?”Bulan mendongak, menatap suaminya. Ia lantas tersenyum lebar, hangat dan tulus. “Sudah lebih baik. Makasih, Hubby.”“Itu sudah jadi tugas saya, sayang.” Air mengusap kepala Bulan dengan penuh kasih.Sentuhan itu membuat hati Bulan berdesir. Sentuhan lelaki yang dulu dianggap paling menyebalkan kini justru membuatnya merasa aman dan nyaman.S

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Trauma

    “Teman kamu gila! Masa bisa-bisanya punya rencana culik Bulan.” Marah Yona, menatap tajam Brian. Hari menjelang sore, tapi mereka berdua belum menemukan petunjuk keberadaan Bulan dan Mirza. Bahkan ponsel Mirza pun tak bisa dihubungi. Sementara Bulan, ponselnya tertinggal di dalam tas yang dipegang oleh Yona. Karena ia terburu-buru saat pergi ke toilet, sudah sangat kebelet dia menitipkan tas pada Yona. “Terserah, mau katain dia apa, aku juga heran dengan jalan pikirannya.” Brian menarik nafas panjang, kepalanya pusing sekali, lelah berpikir dan menebak kemana Mirza membawa Bulan pergi. “Kita laporkan polisi saja, bagaimana? Ini sudah sore, aku khawatir Mirza melakukan sesuatu buruk pada Bulan.” Terpancar jelas sekali kekhawatiran di wajah Yona, Brian melihat itu dia makin merasa bersalah. Seharusnya dia mengikuti Mirza tadi, Brian menarik napas berulang kali. “Coba telpon ke rumah Bulan?” Brian memberi ide yang tiba-tiba terlintas di kepalanya. Yona mendengus. “Buat apa?

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Jangan Berani Sentuh Aku!

    “Kau?”Suara Bulan tercekat di tenggorokannya saat melihat siapa yang berdiri di depannya.“Akhirnya kita bertemu lagi, Nyonya Zelandra. Oh, sepertinya gelar itu lebih pantas untukku, bukan anak ingusan sepertimu.” Suara itu penuh sindiran.Tiara. Wanita itu berdiri di sana dengan angkuh, seolah dunia masih berputar untuknya.“Apa maumu?” Suara Bulan dingin, sorot matanya tajam dan waspada.“Tentu saja, mengambil kembali apa yang seharusnya milikku. Dan menyingkirkan bocah murahan sepertimu.”Bulan tertawa kecil, “Kau ini lucu sekali. Bukankah kau yang membuangnya? Lalu menyebar rumor keji tentang suamiku demi menyelamatkan nama baikmu sendiri. Dan sekarang bertingkah seolah kau yang dikhianati? Ia mengangkat sebelah alis. “Menjijikkan.”“Diam kau bocah, kau tidak tau apapun tentang aku.” Bentak Tiara. “Tentu saja aku tahu. Suamiku sudah menceritakan semuanya, Tante.” Nadanya menyelipkan ejekan tajam, seolah menginjak harga diri Tiara.Wajah Tiara mengeras. “Apa kau bilang, Tante?” d

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Rencana Gila

    “Za, kamu sudah gila?” Brian menatap tajam, tidak percaya dengan rencana Mirza.“Aku akui, aku bodoh. Menyia-nyiakan gadis seperti Bulan. Tapi kali ini, aku tidak akan membiarkannya pergi lagi, Yan.” Suara Mirza terdengar getir, matanya dihantui rasa bersalah yang dalam.“Kamu harus terima kenyataan, Za. Itu harga dari semua yang sudah kamu lakukan. Kamu selingkuh, terus kata-kata kamu juga sangat menyakitkan untuk Bulan. Bagaimana pun, aku yakin Bulan tidak akan mau kembali sama laki-laki yang sudah jelas-jelas membuang bahkan menghina dia.” Kalimat Brian seperti tamparan keras yang membuat Mirza terdiam.Ia teringat dengan jelas saat mempermalukan Bulan di depan teman-teman sekolah, hanya karena percaya omongan Shallo. Tapi kini, keinginannya untuk memiliki Bulan kembali jauh lebih besar dari egonya.“Semua orang berhak dapat kesempatan kedua, Brian. Dan aku mau kesempatan itu... dari Bulan.” Tekad Mirza sudah bulat.Ia merasa marah setiap mendengar laki-laki lain memuji Bulan, apal

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Pengakuan

    Jam istirahat tiba. Semua siswa berhamburan keluar kelas menuju kantin. Setelah otak diperas menerima pelajaran, kini giliran perut yang menuntut diisi. Bulan dan Yona pun tak terkecuali. Perut mereka sudah keroncongan.“Yah, penuh!” keluh Bulan begitu menginjakkan kaki di kantin sekolah. Matanya menyapu ruangan yang dipenuhi siswa. Tak ada satu kursi pun tersisa.“Pesan eaja dulu, nanti gampang cari tempat,” usul Yona sambil melangkah ke arah gerobak bakso Mang Ucup, yang sudah dikerubungi siswa lain.“Mang, seperti biasa ya, dua!” teriak Yona dari belakang kerumunan.“Siap, Neng. Ditunggu,” sahut Mang Ucup, mengangkat jempolnya tinggi-tinggi.“Antri, woi!” seru siswa lain.“Aku juga antri. Lihat tidak aku berdiri di mana?” cetus Yona santai, lalu melenggang pergi.“Cewek tidak jelas,” gerutu salah satu cowok yang melihat sikapnya.“Hati-hati, Dre. Kalau dia denger, bisa dihajar kamu,” ucap temannya mengingatkan.“Buat apa takut,” balas Andre santai, meski matanya masih mengikuti ara

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Beri Dia Peringatan

    Suasana di meja makan pagi ini terasa berbeda. Aura kebahagiaan menyelimuti pasangan suami istri itu, menembus dinginnya kabut pagi. Bibi Tini, yang menyaksikan perubahan suasana hati mereka, tersenyum lega. Hatinya ikut hangat melihat keduanya.“Wah...! Sepertinya ada yang terlewatkan, nih!” suara bariton yang familiar menggema dari arah pintu.Pasangan itu sontak menoleh. Mata Bulan langsung berbinar ketika melihat sosok pria setengah baya berdiri di ambang pintu. Ia segera bangkit dan berlari memeluk pria yang dirindukannya.“Kapan Papi pulang? Kenapa Bulan tidak dikasih tahu?” tanyanya manja, pipinya menempel di dada Tuan Lukman.“Semalam. Kamu pasti sudah tidur,” jawab Tuan Lukman sambil mengusap kepala anak gadisnya.Bulan menggumam kesal, wajahnya berubah sendu. “Papi tuh suka banget ya pergi mendadak, pulangnya juga tiba-tiba sudah di rumah, terus besoknya ke luar negeri lagi. Kasih kabar ke Bulan tuh susah banget. Papi sudah tidak sayang Bulan, ya?”Tuan Lukman melepas peluka

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Pengusiran

    “Om, melamar aku?” tanya Bulan, pelan.Jujur saja, ia bingung saat tiba-tiba ditembak dengan pertanyaan seperti itu oleh Air. Meski lega karena tidak membatalkan pernikahan mereka, tetap saja perasaan was-was menyelimutinya. Ah, dia terlalu parno. Padahal, jauh di lubuk hatinya, Bulan tak ingin berpisah dari pria dewasa itu—meski perbedaan usia mereka begitu mencolok. Kadang ia merasa lebih cocok jadi keponakan Air daripada istrinya.“Kita sudah menikah. Untuk apa melamar lagi?” tanya Air, satu alisnya terangkat.“Tapi... Tidak ada lamaran romantis waktu itu,” sahut Bulan sambil manyun.“Harus, ya?” Air balik bertanya, terdengar tak mengerti. Usianya yang matang membuatnya memandang hal-hal semacam itu sebagai sesuatu yang tidak perlu—buang waktu dan tenaga, pikirnya. Baginya, jika sudah yakin, ya langsung menikah saja. Sat set, sah, selesai.Dunia mereka memang berbeda. Dari pola pikir saja sudah kelihatan. Tapi mungkin di situlah letak menariknya pernikahan beda usia—yang satu ter

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Aku Tau Ini Egois

    Lewat sudut matanya, Air melirik Bulan yang baru selesai mandi. Wajahnya segar, tapi bibir pucat itu tak bisa berbohong—istri kecilnya belum benar-benar pulih.Air menarik napas pelan, terselip rasa sesal—seharusnya ia tak minta Bulan menyiapkan sarapan pagi ini.Matanya tak lepas dari setiap gerak gadis itu. Dengan kaus kebesaran dan celana pendek di atas lutut, Bulan tampak begitu kekanak-kanakan. Tubuh mungilnya semakin menegaskan kesan itu—manis, polos, dan... menggemaskan.Seketika, Air menahan senyum miris. Dia menikahi bocah—jarak usia mereka membuatnya merasa seperti pria aneh yang tergila-gila pada gadis belia.Sementara itu, Bulan tampak sibuk mengais laci meja rias, mencari pengering rambut. Ia hanya akan mengeringkan sebagian rambutnya, sisanya dibiarkan kering alami—seperti kebiasaannya.Begitu melihat Bulan selesai dengan ritual paginya, Air bersuara pelan, tapi cukup jelas.“Bulan, duduk sini sebentar.” Ia menepuk sofa di sampingnya. “Saya mau bicara.”Nada suaranya cuk

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status