"Bu, uang belanja sudah habis, aku belum gajian, majikan aku belum pulang dari luar kota," ucap Kanaya pada ibu tirinya saat mereka selesai sarapan.
Kanaya Salsabila, gadis berusia dua puluh tahun itu tinggal bersama ibu dan kakak tirinya.Setelah Ayahnya dinyatakan hilang saat pabriknya terbakar, Kanaya tak lagi merasakan ketenangan dalam hidupnya.Sehari-hari dirinya harus bekerja sebagai tukang kuli cuci gosok di rumah tetangganya demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka.Pendidikan yang hanya lulusan SMA membuatnya kesulitan mencari pekerjaan yang layak, dan akhirnya dirinya harus menerima bekerja sebagai tukang kuli cuci.Rani menatap Kanaya dengan tatapan tajam lalu membanting sendok!"Makanya Naya, kalau majikan kamu mau pergi ke luar kotanya lama, minta uang gaji untuk dua minggu!" seru Rani ~ ibu tirinya Naya."Heh Naya, lagian kamu tuh kalau kerja yang bener dong. Jangan kerja cuma di satu rumah, melamar lagi ke, rumah yang lain lagipula kamu kerja di rumah majikan kamu yang sekarang juga gak lama, paling cuma dua atau tiga jam. Masih banyak waktu kamu nganggur dibanding kerja," ucap Shelly ~ kakak tirinya Naya.Naya hanya terdiam, ia tak mungkin bekerja lagi di rumah yang lain sedangkan dirinya juga harus melakukan semua pekerjaan di rumahnya sendiri. Ibu dan kakak tirinya yang menjadikan nya sebagai pembantu di rumahnya sendiri membuat dirinya tak punya waktu untuk beristirahat jika harus melamar pekerjaan lagi di rumah yang lain."Dengar tuh kata kakak kamu. Cari lagi pekerjaan di rumah tetangga yang lain, tetangga kita kan banyak tuh yang kaya.""Bu, tapi Ibu dan kak Shelly kan juga kerja. Kenapa gak pakai uang kalian aja dulu buat belanja untuk makan selama tiga hari. Tiga hari lagi majikanku pulang dari luar kota.""Enak saja. Uang Ibu dan uang kakak kamu juga sudah habis untuk bayar hutang Ayah kamu. Kamu tahu gak hutang Ayah kamu itu banyak. Ibu tuh menyesal tahu gak nikah sama Ayah kamu, bukannya hidup enak malah hidup susah kayak gini.""Iya, aku pikir nikah sama orang kaya bakalan enak tahunnya sama aja, Ayah kamu tuh mati meninggalkan hutang yang banyak dan hanya membuat hidup aku sama Ibu semakin sulit saja."Naya hanya bisa menangis mendengar omelan dari Ibu dan kakak tirinya itu. Selama ini mereka selalu mempermasalahkan hutang Ayahnya yang ia sendiri tidak tahu jumlahnya berapa dan pada siapa Ayahnya berhutang.Ibu tirinya tak pernah memberitahunya berapa dan pada siapa Ayahnya berhutang, dia hanya meminta uang gajinya yang masih tersisa dengan alasan untuk membayar hutang sang Ayah.Naya tak ingin lagi berdebat dengan ibunya, ia memilih untuk berangkat bekerja meski hari masih pagi.Setelah kepergian Naya, Rani dan Shelly juga pergi untuk melakukan aktivas masing-masing.Shelly yang punya pendidikan tinggi bekerja di salah satu perusahaan besar di kotanya sedangkan Rani bekerja sebagai weitres di salah satu restoran ternama di kotanya.Wajahnya yang cantik dan masih bugar di ususnya saat ini, membuat dirinya masih bisa dipekerjakan di restoran ternama yang hanya mempekerjakan orang-orang terpilih saja.Di restoran tempat Rani bekerja.Seorang laki-laki tua dan gendut dengan kepalanya yang botak dibagian depan, duduk di salah satu kursi yang letaknya agak jauh dari meja lainnya.Rani datang mengantarkan pesanannya dan langsung menatanya di meja!"Selamat menikmati," ucap Rani dengan memasang senyum ramah.Laki-laki itu tersenyum tipis dan berucap, "terimakasih."Rani membalikkan tubuhnya dan bersiap pergi dari tempat itu."Tunggu," ucap laki-laki itu.Rani mengurungkan niatnya untuk pergi, ia berbalik badan menjadi menghadap laki-laki itu lagi! "Ya Pak, apa ada yang kurang?" tanyanya."Tidak. Kamu mau bekerjasama dengan saya?""Kerja apa Pak? Saya tidak bisa karena saya sudah bekerja di restoran ini.""Carikan seorang gadis yang masih perawan untuk saya. Saya akan membayar kamu dengan harga mahal," ucap laki-laki itu dengan suara yang berbisik."Pak, saya–.""Dua ratus juta. Saya akan membayar sebanyak dua ratus juta."Rani terkejut, dia membuka mulutnya mrmbentuk huruf O mendengar nominal yang disebutkan oleh laki-laki itu."Gimana, kamu mau bekerjasama dengan saya?" Laki-laki itu menatap Rani dengan bibirnya yang tersenyum tipis."Dua ratus juta? Baik Pak, saya akan memberikan gadis yang Anda mau kebetulan saya punya anak gadis." Dengan tanpa rasa ragu, Rani menyetujui dan menyanggupi permintaan laki-laki itu.Setelah bertukar nomor ponsel, Rani segera melanjutkan pekerjaannya sebelum mendapat teguran dari atasannya.Waktu terus berjalan, tak terasa sore hari sudah tiba semua karyawan sudah pulang termasuk Rani.Di rumah Rani."Duh si Naya kemana jam segini belum pulang?" ucap Rani sembari berjalan mondar-mandir didepan pintu."Kenapa sih, Bu. Biarin aja, mungkin Naya lagi nyari duit untuk kita makan malam," ucap Shelly."Kamu tahu gak, sekarang tuh keadaannya berbeda. Naya harus cepat pulang karena dia akan bekerja malam ini.""Kerja malam? Kerja apa? Ibu mau menyuruhnya menjadi wanita penghibur?""Ibu mau jual dia pada laki-laki hidung belang," ucap Rani."Nih kamu lihat."sambung Rani lagi sembari memperlihatkan uang muka yang diterimanya dari laki-laki tua itu yang jumlahnya dua puluh juta.Sontak, Shelly menatap uang itu dengan mata terbuka lebar dan mulutnya yang terbuka membentuk huruf O."Banyak banget, Bu." Shelly meraih uang itu dari Ibunya."Tadi Ibu ketemu laki-laki tua yang meminta Ibu mencarikannya seorang gadis untuk menemaninya tidur nanti malam, ini uang muka dari dia.""Ibu menjual Naya?""Ya, kapan lagi kita mendapatkan uang banyak gini, semoga saja dia cepat pulang agar uang ini jadi milik kita.""Jadi, uang ini belum bisa digunakan? Sama aja boong kalau gini mah." Shelly memberikan uang itu lagi pada sang ibu dengan raut wajahnya yang cemberut."Ibu harus mengembalikan uang ini kalau gak berhasil memberikan seorang gadis padanya kalau gak, Ibu bisa masuk penjara tapi kalau berhasil memberikan dia seorang gadis maka Ibu akan mendapatkan tambahan sebanyak seratus delapan puluh juta.""Astaga, Bu, banyak banget. Itu semuanya uang kan?""Iya lah, makanya kamu harus bantu Ibu. Kita harus berhasil menjual si Naya itu," ucap Rani lagi"Kalau bayarannya segini banyak, aku semangat bantu Ibu. Kalau satu kali aja bayarannya segini banyak, gimana kalau berkali-kali?""Dua ratus juta untuk gadis yang masih perawan yang masih tersegel rapi kalau bekas gak mungkin segini Shel. Kamu kayak gak pernah beli barang bekas aja."Tak lama, Kanaya datang dengan menenteng kantong kresek yang berisi sayuran mentah."Maaf Bu, aku pulang telat tadi aku harus kuli nyuci motor untuk dapat uang biar kita bisa makan, malam ini." Kanaya ketakutan pada sang Ibu karena dirinya pulang terlambat."Gak apa-apa. Masuk dan langsung mandi sana," ucap Rani dengan nada bicaranya yang lembut.Naya merasa heran karena tiba-tiba ibunya itu berbicara ramah padanya. Tak ingin kena marah, Naya pun masuk ke dalam rumahnya dan langsung membersihkan dirinya!Di tempat tetapi. Alpian mulai berlatih menggerakkan kakinya tentunya dengan bimbingan dokter yang selama ini menangani masalahnya dalam berjalan sementara itu Kanaya hanya berdiri sambil terus memperhatikan Alpian dan dokter itu. "Semoga kamu cepat sembuh agar aku bisa cepat pergi dari rumah dan kehidupan kamu. Meski kamu adalah laki-laki yang telah merenggut kesucianku tapi sedikitpun aku tidak berharap kamulah laki-laki yang akan menjadi cinta sejatiku, aku tahu siapa aku dan siapa dirimu kita tidak mungkin bisa bersama," batin Naya dengan tatapan terus tertuju pada Alpian.Setelah lama dia dia berdiri akhirnya Alpian mulai berpindah tempat ia pun mengikuti kemana arah dokter itu membawa Alpian! "Duduklah," ucap dokter itu pada Kanaya. Kanaya pun duduk di samping Alpian! "Asisten baru ya? Saya baru melihatnya," ucap Dokter itu. Biasanya Alpian akan diantar oleh Safina atau kedua orang tuanya saat datang ke tempat itu, namun sekarang dia datang bersama Kanaya yang baru dinika
Beberapa menit kemudian Alpian baru tersadar dari tatapannya yang terus tertuju pada Naya. Dia mulai berusaha menyingkir dari atas tubuh Naya!"Tuan, Tuan tidak apa-apa?" tanya Naya sembari bangkit dari sana. Alpian masih duduk di atas tanah itu karena ia memang tidak dapat berdiri tanpa bantuan orang lain atau tongkat miliknya. "Sebenarnya kamu niat gak jagain saya?" ucap Alpian dingin. "M_maaf, saya yang salah," ucap Naya. "Ya memang kamulah, masa saya," ucap Alpian lagi. Kanaya hanya diam dan tak berani melakukan apapun lagi pada Alpian. "Cepat bantu saya ke kursi roda," ucap Alpian dengan suaranya yang sedikit dinaikkan. Naya berjalan menghampiri kursi roda itu lalu membawanya ke hadapan Alpian! Naya mulai membantu Al untuk berpindah tempat! Sebenarnya ia merasakan sakit di tangannya karena tertimpa tubuh Alpian tapi ia mencoba menahannya karena tak ingin Alpian tahu, ia takut Al akan semakin marah kalau tahu dirinya kesakitan dan tidak bisa merawat Al dengan maksimal."Pe
"Pagi Pak," ucap Shelly pada Hanan. Hanan hanya menanggapi sapaan Shelly dengan anggukan dan senyuman tipis di bibirnya. Meski begitu Shelly sudah cukup bahagia karena mendapat respon dari Bosnya itu. Shelly masih berdiri di tempat semula sambil terus menata Hanan yang sudah menjauh darinya. "Pak Hanan ini memang bikin gemes, aku harus bisa menaklukkan dia. Tidak masalah kalau dia hanya CEO sementara di sini yang pasti selama CEO baru masih sakit Pak Hanan akan tetap pada jabatannya sekarang, syukur-syukur anaknya Pak Jay sakit selamanya," batin Shelly. Di ruangan Hanan. Hanan sedang memeriksa berkas yang harus ia pelajari untuk pertemuannya dengan rekan bisnisnya di luar kota. Tak lama terdengar suara seseorang mengetuk pintu ruangannya. "Masuk!" seru Hanan. Shelly membuka pintu itu dan perlahan berjalan ke menghampiri Hanan! "Ada apa Shelly?" tanya Hanan. "Pak saya hanya ingin menanyakan besok jam berapa kita berangkat ke luar kota?" ucap Shelly. "Pagi sekitar jam tujuh,
Setelah selesai sarapan semua orang di meja makan itu langsung pergi untuk memulai aktivitasnya masing-masing terkecuali Alpian.Sejak dirinya mengalami kelumpuhan, Alpian tidak memiliki kepercayaan dirinya lagi, dirinya yang baru akan dinobatkan sebagai CEO di perusahaan milik Papanya pun memilih menolak karena merasa malu dengan kondisinya yang tak bisa berjalan lagi. Saat ini masih Hanan yang menempati posisi yang seharusnya ditempati olehnya. "Papa dan Mama pergi dulu ya. Kamu hati-hati di rumah," ucap Yuristha pada Alpian. "Kanaya, urus anak saya dengan baik jangan sampai kamu menjatuhkan dia lagi," ucap Jay. "Iya Pa, Tuan akan baik-baik saja hari ini," ucap Kanaya. "Naya, Alpian itu suami kamu jadi tidak perlu memanggil dia dengan sebutan tuan," ucap Yuristha. Kanaya menatap Yuristha lalu tersenyum canggung. "Maaf," ucapnya. "Gak usah minta maaf lagipula kamu tidak salah, mungkin kamu masih meras canggung saja," ucap Yuristha lagi. "Oh ya, hari ini jadwalnya Alpian menj
Setelah membuka kancing celana Alpian, Naya menutup matanya karena merasa malu jika harus melihat sesuatu benda milik Alpian yang selalu tersembunyi di dalam sana. "Berdiri kamu," ucap Alpian pada Naya. Naya menarik tangannya lalu langsung berdiri di depan Alpian!"Bantu saya berdiri," ucap Alpian lagi. Naya meraih tangan Alpian lalu mengangkatnya, untuk dapat membuka celananya Alpian harus berdiri biasanya dia berdiri dengan dibantu tongkat kayunya tapi karena sekarang ada Kanaya, ia lebih memilih dibantu oleh perempuan itu. Bukan tanpa sebab dirinya melakukan hal itu, ia ingin melihat Kanaya tersiksa selama bersamanya dan akhirnya Kanaya merasa tidak tahan dan memilih pergi. "Pergi kamu! Kamu mau memandikan saya juga?" ucap Alpian setelah berhasil menurunkan celananya. Tanpa berkata Kanaya langsung pergi dari dalam kamar mandi!"Tunggu saya di depan pintu, awas kalau kamu berani pergi," ucap Alpian dari dalam kamar mandi. "Baik, Tuan," ucap Kanaya.**********Di kediaman ibu
Malam hari sekitar jam dua belas malam, Alpian terbangun karena merasa ingin buang air kecil. Laki-laki berusia dua puluh delapan tahun itu melihat tempat tidurnya dan tak menemukan Kanaya di sampingnya. "Dimana gadis itu?" batin Alpian. Tak ingin memikirkan tentang gadis yang dinikahinya dengan paksa Alpian pun tak berinisiatif untuk mencari Kanaya. Ia mulai menyeret tubuhnya menuju tepi ranjang dan mengambil sebuah tongkat sebagai alat bantunya berjalan! Ya, Alpian memang tidak benar-benar lumpuh dia masih bisa berjalan dengan bantuan tongkat karena hanya sebelah kakinya saja yang mengalami kelurahan total sedangkan yang sebelahnya masih bisa bergerak dan masih bisa merasakan sentuhan dari tangan manusia atau gesekan dari suatu benda. Saat Alpian sedang berusaha menggapai tongkatnya ia melihat Kanaya yang meringkuk di sudut kamarnya dengan tanpa alas apapun dan dengan tanpa selimut yang melindunginya dari dinginnya AC di sana. "Dasar gadis bodoh kenapa dia tidur di lantai seme