Share

BAB 5

Bertemu denganmu di luar kehendakku. Mengenalmu bukan inginku. Aku tak pernah berpikir bahwa ini adalah awal dari semuanya. 

____Tenri____

Hari ini Tenri kembali bekerja di cafee A. Walaupun rasa lelah melingkupinya ia tetap semangat untuk bekerja hanya ini yang dapat ia lakukan untuk orang tua. 

Karena hari ini adalah hari minggu jadi tamu membludak bahkan list waiting sangat banyak. Tenri sampai kualahan, tapi untung ada Dinda yang senantiasa membantunya. Lapisan keringat telah terlihat di dahinya, tapi hal tersebut tak mengurangi kecantikannya. 

Sampai tengah malam pun tamu belum juga reda malah bertambah banyak. Di saat Tenri sedang berbicara dengan Dinda lewat walkie tokie seorang tamu menyapanya.

"Hy, Nona manis kamu bekerja di caffe ini juga? Bukanya kamu kerja di bank Artha Graha Internasional, ya?" tanya tamu itu yang tak bukan adalah Arza.

"Halo, saya masih kerja di Bank itu, saya hanya mengantikan teman saya yang sakit," jawab Tenri tersenyum ramah sembari menunjukkan meja mereka sementara Narendra hanya diam saja.

"Oh, kamu lagi butuh uang, ya?" tanya Arza pelan. 

"Maaf Pak Arza, saya lagi di jam kerja dan tidak bisa mengobrol dengan Bapak," jawab Tenri tersenyum dan mengabaikan pertanyaan Arza.

Narendra langsung saja menarik Arza ke meja mereka. Untung saja Tenri ingat dengan tamu penting itu jadi dia bisa dengan cepat menemukan meja pesanan mereka.

"Bagaimana dengan saran gue, Ndra?" tanya Arza tiba-tiba membuka percakapan.

"Masih gue pikirin," jawab Narendra datar.

"Lo maunya yang cewek gimana sih? Si Dian kemarin dia mau lo tapi lonya yang enggak mau, aneh!" ucap Arza bingung dengan atasan sekaligus sahabatnya itu.

"Ck, jijik gue sama Dian dan cewek-cewek yang lo tawarin, mereka semua cuman pengen harta gue aja," jawab Narendra ketus.

"Ya, elo pelit amat sih jadi orang, cewek tuh emang kek gitu mau dimanja dibeliin ini itu, di kasih rumah bahkan bunga bank, he he," papar Arza dibarengi oleh kekehanya.

Narendra hanya bungkam malas menjawab ucapan Arza yang menurutnya sangat tidak berguna. Mereka pun menikmati malam itu dengan minum-minum karena para rekan bisnis mereka telah datang untuk menikmati malam minggu ini hanya Narendra saja yang tidak minum.

Tepat pukul dua belas malam mereka mengakhiri pesta itu dan cafee juga mulai sepi karena sebagian pengujung telah kembali ke rumah mereka masing-masing.

Arza tampak mabuk karena pengaruh alkohol yang ia minum.

"Duh, nih bocah selalunya nyusahin," gerutu Narendra seraya membopong tubuh Arza.

Tenri juga telah menyelesaikan pekerjaannya dan bersiap untuk pulang dan dia melihat Narendra kesulitan memapah Arza yang sedang mabuk.

"Biar saya bantu Pak," tawar Tenri ingin membantu memapah Arza.

"Enggak usah," jawab Narendra dingin.

Tenri hanya menghela napas dan berhenti membantu Narendra.

... 

Di sini Tenri sekarang, menunggu taksi online yang ia pesan. Dari kejauhan terlihat gerombolan preman yang sepertinya hendak menghampiri Tenri. Dan saat ini  para preman itu telah mengepung Tenri dengan membuat lingkaran.

"Mau apa kalian?" tanya Tenri kurang bersahabat dan ingin menerobos lingkaran itu. Akan tetapi, para preman itu menyentuh dagu Tenri yang membuat gadis itu langsung menepisnya kasar. 

"Jangan terburu-buru nona manis, temani kami malam ini, ha ha," ucap salah satu dari mereka seraya tertawa.

Orang-orang yang melihat kejadian itu hanya diam tidak membantu. Walaupun mereka ingin, tapi mereka tidak bisa.

Seorang supir yang melihat tidak tega karena dia juga mempunyai anak gadis seumuran dengan gadis yang  sedang diganggu. Supir itu adalah mantan purnawirawan angkatan darat yang telah pensiun dan sekarang bekerja sebagai supir Narendra.

"Pak, bolehkah saya membantu gadis yang di depan? Saya teringat dengan anak gadis saya?" tanya supir itu.

Narendra melihat ke depan dan mendengkus. 'Gadis itu lagi.'

"Baiklah Pak, tapi saya tidak ingin urusan jadi panjang," jawab Narendra datar.

Pak supir itu atau pak Syam langsung keluar dari mobil dan pergi membantu Tenri.

"Kamu tidak apa-apa, Nak?" tanya pak Syam memastikan.

"Iya Pak, makasih kalau tidak ada Bapak saya tidak tahu apa yang akan terjadi," jawab Tenri berterima kasih.

Belum pak Syam menjawab Narendra berteriak dari arah mobil. "Pak Syam, tolong saya!" teriak Narendra.

Dengan sigap pak Syam berlari diikuti oleh Tenri di belakannya.

Ternyata Arza munta di jok belakang dan hampir mengenai Narendra.

Pak Syam dan Narendra memapah tubuh Arza ke luar dan mendudukkannya di sisi trotoar. 

"Kita butuh air bersih untuk membersihkan ini," terang pak Syam.

"Biar saya bantu Pak ambilin air bersihnya di toilet cafee," ujar Tenri menawarkan bantuan dan langsung pergi ke toilet cafee untungnya para OB belum pulang mereka masih membersihkan cafee itu jadi Tenri tidak kesusahan mengambil air bersihnya.

"Ini Pak air bersihnya," ucap Tenri seraya memberikan air bersih itu kepada pak Syam.

"Terimah kasih Nak Ten," balas pak Syam setelah itu mulai membersihkan jok belakang bekas muntah Arza.

Setelah itu Tenri berjongkok untuk menepuk punggung Arza agar segerah sadar dari pengaruh alkohol. Sementara itu, Narendra tidak pernah melepaskan tatapannya dari Tenri ia berpikir kenapa gadis ini masih tinggal, bukannya dia bisa pergi setelah dibantu oleh pak Syam tadi? Tenri menyadari tatapan Narendra yang membuatnya gugup setengah mati. Namun, dia tidak menatap mata Narendra--Tenri hanya sibuk menepuk punggung Arza agar cepat sadar. Dan benar Arza perlahan-lahan membuka kelopak matanya dan orang pertama kali yang ia liat adalah seorang gadis cantik.

"Eh, Nona manis sedang apa kamu di sini?" tanya Arza berusaha bangkit.

"Saya tadi di bantu oleh Pak Syam dari para preman, eum ... karena Pak Arza udah sadar saya mohon untuk pergi, soalnya sudah larut, terima kasih Pak Syam, Pak Arza, Pak Narendra," jawab Tenri seraya tersenyum ramah.

Belum juga Tenri pergi jauh dari tempatnya--ponselnya bergatar.

"Yah, dicansel," ucap Tenri lirih yang masih dapat didengar oleh ketiganya.

"Apanya yang dicansel Nona manis?" tanya Arza penasaran. 

"Taksi yang saya pesan Pak, eum ... kalau gitu saya pergi dulu ya Pak," jawab Tenri pelan dan hendak pergi.

Namun, Arza menahannya dan mengatakan tidak baik seorang gadis berjalan sendirian. "Kamu pulang sama kita saja, lagi pula enggak baik seorang gadis pulang larut malam seperti ini," ucap Arza menakuti dengan raut wajah dibuat seserius mungkin. 

"Iya Nak Ten, nanti ada kejadian seperti tadi," tambah pak Syam.

"Kejadian apa?" tanya Arza tidak mengerti sepertinya ada yang ia lewatkan.

"Ah, gak usah Pak Arza saya—" Belum selesai kalimat yang Tenri ingin ucapkan Narendra terlebih dahulu menyelahnya.

"Semuanya masuk ke mobil!" pinta Narendra dingin.

Suasana dalam mobil itu hanya ada keheningan. Arza dan Narendra duduk di jok belakang sedangkan Tenri duduk di samping ke mudi dekat pak Syam.

"Pak Syam sebentar kita singgah di resto  yang buka dua puluh empat jam, bisa  pulang telat 'kan Nona manis?" tanya Arza memohon dengan raut memohon. 

Sebenarnya Tenri risih dengan Arza, tapi yah dia mengiyakan saja. "Boleh deh," jawab Tenri singkat. 

... 

Di sini mereka sekarang, di sebuah restoran yang buka dua puluh empat jam. Mereka memilih meja yang paling pojok.

"Nona manis, kamu mau pesan apa?!" teriak Arza dari meja resepsionis.

"Cofe latte saja, Pak Arza," jawab Tenri dengan sedikit berteriak karena jarak mereka yang lumayan jauh. Arza tidak bertanya pada Narendra apa yang ingin ia pesan karena dia sudah tahu betul apa pesanan Narendra.

Sementara itu, Tenri agak gugup karena posisi duduknya yang kebetulan berhadapan dengan Narendra sedangkan Narendra dia tidak pernah melepaskan tatapannya dari Tenri.

'Duh, kok kebetulan bangget sih, aku duduk di depanya, kalau aku pindah dia tersinggung nggak ya?' tanya Tenri dalam hati seraya menunduk dalam.

'Nih cewek bisa gugup juga ya? Kayak takut bangget sama gue?' pikir Narendra seraya mengernyit dalam.

Kedatangan Arza membawa pesanan mereka menghancurkan keheningan yang tercipta sejak beberapa menit lalu.

"Oh, iya Nona manis, kenapa kamu kerja di cafee tadi? Kamu enggak keluar 'kan dari Bank tempat kamu kerja?" tanya Arza memulai perbincangan.

"Maaf sebelumnya Pak Arza, nama saya Tenri jadi Pak Arza tidak usah memanggil saya dengan sebutan nona manis," jawab Tenri seraya tersenyum.

"Baiklah, dan kamu tidak perlu memanggil saya dengan sebutan Pak, jadi kamu gak keluar dari bank itu 'kan Ten?" jelasnya dan mengulang kembali pertanyaan yang sempat ia lontarkan kepada Tenri.

"Tidak, saya lagi butuh uang, Ayah saya sakit dan adik butuh uang untuk bayar uang kuliah," jawab Tenri tanpa melunturkan senyumannya walaupun matanya memancarkan kesedihan.

'Gila ni cewek, dia masih bisa tersenyum setelah menceritakan hal menyedihkan seperti itu,' batin Narendra tidak percaya, tetapi dia tetap bungkam.

"Kenapa enggak pinjam di bank tempat kamu kerja?" tanya Arza bingung seharusnya diakan bisa pinjam di bank tempatnya bekerja.

"Saya udah Pinjam bulan lalu, lagi pula kalau saya mau pinjam lagi gaji saya tidak cukup untuk membayarnya," jawab Tenri berusaha tersenyum.

"Oh, Ten kamu butuh uang 'kan? Gimana kalau aku kasih kamu uang 5 miliar," cetusnya tiba-tiba. Arza mulai menjalankan rencananya.

"Za, enggak usah mulai deh," sergah Narendra cepat seraya menatap tajam Arza.

"Apa salahnya di coba sih, Ndra," jawab Arza jengah.

Setelah itu Narendra bungkam dan kembali menikmati copi yang di pesankan oleh Arza.

"Untuk apa uang sebanyak itu, saya hanya butuh uang 4 juta dan sampai mingu depan uangnya sudah terkumpul," jawab Tenri menolak secara halus tawaran Arza.

'Sombong sekali, dia pikir dirinya siapa?' tanya Narendra dalam hati seraya menatap Tenri tajam.

"Gini Ten kmu dengerin dulu, ini cuman 5 tahun kok, kamu hanya perlu nikah sama Narendra selama lima tahun setelah itu kalian bisa pisah, Narendra bakal bayar setiap tahunnya 1 miliar, jika di antara kalian ada yang memutuskan pernikahan sebelum waktu yang di janjikan maka kalian akan membayar denda 10 triliun," ucap Arza mejelaskan.

Tenri membulatkan matanya tidak percaya. "10 triliun? Bahkan di brangkas bank kami hanya di perbolehkan menyimpan uang sebanyak 1 miliar," jawab Tenri tidak percaya.

"Makanya jangan di putusin atau pun dibeberkan ke awak media," jelas Arza memberitahu.

"Tapi, kenapa Pak Narendra harus menikah pura-pura enggak nikah beneran saja?" tanya Tenri bingung.

"Panjang kalau mau dijelasinnya mah," jawab Arza sekenanya karena dia tahu seperti apa perjalanan cinta dari sahabatnya itu.

"Jadi Ten kamu mau?" tanya Arza lagi.

"Maaf Pak Arza dan Pak Narendra dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada bapak saya menolak," jawab Tenri dia masih punya akal sehat untuk dijadikan permainan oleh Arza dan Narendra.

'Gila, dia nolak gue secara enggak langsung, sombong sekali, sudah dua kali dia nolak gue secara halus. Baru pertama kali gue diginiin, awas aja!' Narendra berenggut kesal dalam hati. Namun, dia tepat bungkam seakan tak tertarik dengan perkacakapam mereka. 

"Pikirin dulu Ten, lagi pula cuman 5 tahun kok," ujar Arza membujuk lagi.

Tenri tampak melihat Narendra dan berpikir mereka tidak cocok, mana mau pria itu dengan dirinya yang hanya orang biasa jika diibaratkan bagaikan punut mendambakkan rembulan.

"Jujur pesona Pak Narendra tidak bisa dibantahkan bahkan saya kagum dengannya, tapi saya sadar tidak bisa bersading dengannya jangankan bersading jadi bayangannya pun tidak bisa perbedaan kita seperti langit dan bumi, dan pasti banyak wanita di luaran sana yang menginginkan jadi istri Pak Narendra," tandasnya. Dia masih sadar diri di mana posisinya sekarang. 

'What! Dia nolak seorang Naredra Adipta Sony? Tapi ternyata pesona gue emang belum pudar.' Satu sisi Narendra kesal karena telah ditolak untuk yang ketiga kalinya oleh Tenri secara halus dan di lain sisi ia senang sebab pesonanya memang belumlah pudar.

"Kita pulang!" pungkas Narendra setelah cukup lama bungkam.

Setelah membayar mereka pun meninggalkan resto itu. Di dalam mobil hanya diisi oleh candaan Arza sedangkan Tenri dan Narendra hanya diam. Sesekali Tenri menunjukkan arah ke kostsannya pada pak Syam.

"Sampai sini saja Pak, soalnya tempat kostsan saya gang sempit tidak bisa di lewati oleh mobil," ucap Tenri seraya tersenyum kepada pak Syam dan keluar dari mobil mewah itu setelah melepaskan seatbel-nya.

"Terima kasih Pak Syam atas pertolongannya, terima kasih Pak Arza atas kopinya, terima kasih Pak Narendra ...." Tenri tak melanjutkan ucapannya karena dia tidak tahu harus berterima kasih atas apa kepada pria itu.

"Atas tumpangannya," sambung Arza melanjutkan.

Tenri hanya tersenyum menanggapi ucapan Arza dan mohon pamit. Setelah dirasa Tenri telah pergi barulah mereka juga pergi meninggalkan mulut gang tersebut--membelah jalan raya yang sudah lengang.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
ayibarnas
kapan kelanjutannya ???
goodnovel comment avatar
ayibarnas
ko ga ada kelanjutannya ? apa belum ?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status