Cahaya lampu ruang interogasi menyala lemah. Lampunya berpendar kekuningan, menciptakan bayangan samar di wajah wanita yang duduk dengan borgol di pergelangan tangan. Clara Yvonne.
Matanya tajam, tetap penuh keangkuhan meski kini dia bukan lagi siapa-siapa.
Aku berdiri di depan pintu beberapa detik, bernapas dalam, lalu mendorong masuk.
Clara menoleh, lalu tersenyum. “Ah. Sang istri datang lagi. Kau datang untuk mendengar kisah sedihku, atau mencari celah untuk menusukku?”
“Aku datang untuk kebenaran,” sahutku, menarik kursi dan duduk tepat di seberangnya. “Tentang Verena Callisto.”
Sekilas ekspresi Clara berubah. Tipis, tapi cukup untuk kutangkap.
“Kau tahu dia,” kataku mantap.
Clara mencondongkan tubuh. “Kau ingin tahu siapa Verena? Dia bukan sekadar nama. Dia legenda. Dan—sialnya—kau sedang berada di medan perang milik wanita itu.”
“Cerita
Cahaya lampu gantung berkilau di langit-langit ballroom seperti ribuan bintang yang dipaksa turun ke bumi. Dinding-dinding kaca tinggi memantulkan kilauan gaun, tawa palsu, dan topeng-topeng berlapis misteri.Aku berdiri di dekat pilar marmer, gaun hitamku jatuh anggun membingkai tubuh. Topeng perak setengah wajah menutupi sebagian besar ciri-ciriku, menyisakan hanya tatapan dingin yang kutahan agar tak bergetar.Musik klasik mengalun samar dari orkestra di ujung ruangan. Aroma wine mahal dan parfum bercampur dalam udara yang terlalu hangat. Semua orang di ruangan ini mengenakan topeng, tapi aku tahu: mereka semua telanjang dalam niat masing-masing. Siapa datang untuk informasi. Siapa untuk aliansi. Dan siapa… untuk menyakiti.Aku melangkah pelan, membiarkan hak sepatu menyentuh lantai marmer dengan ritme pasti. Aku tak sendiri—Vincent dan Clara ada di gedung seberang, memantau dari kamera tersembunyi dan saluran komunikasi kecil di balik topengku.
Langit mulai tenggelam dalam kelabu saat Vincent menyerahkan satu amplop berisi informasi. Aku membuka kertas itu perlahan, melihat foto seorang wanita dalam balutan gaun hitam elegan. Wajahnya cantik dan angkuh. Senyumnya tenang, tapi dingin. Itu dia. Verena Callisto."Dia bukan sekadar penyandang dana," kata Vincent. "Dia pusat dari semua ini. Lebih licin dari Rafael, lebih kejam dari Moretti. Dan lebih sabar dari siapa pun."Aku menatap wajah di foto itu lama-lama. Rasanya aneh. Aku belum pernah bertemu dengannya secara langsung, tapi ada sesuatu dalam tatapan mata Verena yang membuat bulu kudukku berdiri. Tatapan itu seperti milik seseorang yang tahu betul cara menghancurkan—dari dalam."Dia mencintai Grayson dulu" Ucapku pelan.Vincent mengangguk. "Dia ditolak. Berkali-kali. Tapi Verena bukan tipe yang menangis. Dia tipe yang mengingat. Dan membalas dendam."Aku memejamkan mata sejenak. Semua semakin masuk akal. Rafael, Dion, pergerakan Morett
“Dan Grayson?” tanya Vincent pelan. “Apa dia tahu kau akan temui Rafael?”Pertanyaan itu menggantung di udara.Aku menatap ponsel baru yang diberikan Vincent waktu itu. Di dalamnya hanya ada satu nama tersimpan.Grayson.Hanya satu ketukan layar untuk memberi tahu dia. Satu panggilan untuk meminta bantuannya. Tapi aku tahu, jika aku memanggil Grayson sekarang… maka pertemuan ini akan berubah jadi medan tempur. Akan ada peluru. Akan ada kematian.Dan aku tidak ingin pertemuan ini dimulai dengan suara tembakan.Aku menatap Vincent dalam-dalam. “Grayson akan tahu... setelah aku selesai.”**Langit sore menua dalam warna kelabu saat aku turun dari mobil. Udara pelabuhan penuh bau logam dan angin asin yang keras, menusuk hingga ke tulang.Lokasi yang kami pilih bukan tempat sembarangan—gudang tua di ujung dermaga, terisolasi dari kamera dan patroli mana pun. Tapi bukan tempat y
Vincent mengangguk pelan.Clara berdiri. “Kalau begitu, kita buka koper itu.”Vincent mengeluarkan alat pembuka kunci kecil dari tas selempangnya. Setelah beberapa detik yang menegangkan, terdengar bunyi klik. Koper terbuka perlahan.Isinya tidak banyak.Beberapa dokumen berbahasa Spanyol dan Prancis, selembar foto tua dari pesta gelap bertahun-tahun lalu, dan sebuah amplop putih polos dengan satu nama di depannya:“Untuk Eleanor – Jika kau menemukan ini, maka segalanya sudah dimulai.”Tanganku gemetar saat meraih amplop itu.Tulisan tangan ibuku.Aku tahu pasti.Dan saat kukeluarkan isi suratnya, aku tahu—ini bukan akhir pelarianku.Ini adalah awal dari warisan yang selama ini dikubur dalam diam.Tanganku gemetar saat membuka amplop tua itu. Kertasnya sudah menguning di tepinya, tapi aku mengenali tulisan tangan itu seketika. Tulisan ibukuUntuk Elean
Kami meninggalkan markas pelatihan sebelum matahari terbit.Tak ada jejak. Tak ada kata perpisahan. Clara membakar semua catatan, Vincent menonaktifkan alat komunikasi, dan aku menyimpan senjata di balik jaket tebal yang ia berikan. Sekarang kami hanya membawa satu mobil dan satu tujuan—tempat perlindungan terakhir yang disebut Vincent sebagai “rumah warisan.”“Kita akan ke mana?” tanyaku di tengah perjalanan, menatap hutan pinus yang memudar di kaca jendela belakang.Vincent yang menyetir hanya menjawab, “Tempat yang bahkan Grayson tidak tahu keberadaannya. Tapi ayahnya tahu.”Aku menoleh cepat. “Ayah Grayson?”“Ya. Dulu tempat itu digunakan untuk menyimpan dokumen, senjata, dan hal-hal yang tak boleh diketahui siapa pun... bahkan oleh Blake muda sekalipun.”Aku terdiam. Tapi pikiranku bergejolak.Kenapa ayah Grayson menyembunyikan sesuatu dari anaknya sendiri?
Tiga hari sudah aku berada di tempat pelatihan rahasia ini.Tubuhku nyaris tak terasa lagi. Seluruh otot terasa seperti tertarik dan dipukul bersamaan. Tapi aku tidak mengeluh. Ini bukan pertama kalinya aku merasakan nyeri semacam ini. Aku pernah melewatinya—di vila, bersama Damien. Lelaki itu telah mengajariku cara bertahan, cara memukul, bahkan cara membidik dan menarik pelatuk tanpa ragu.Tapi sekarang, di tempat ini, latihannya berbeda.Damien melatihku dalam kerangka kedisiplinan militer.Clara melatihku seperti sedang membentuk pembunuh."Bangun." Suara Clara tajam membelah ruang latihan. “Kau pernah pegang pistol, ya?”Aku mengangguk, terengah. “Damien mengajarkan dasar-dasarnya. Menembak target. Mengatur napas. Menahan tekanan.”Clara mendekat. “Bagus. Maka kita akan langsung naik kelas. Kau tidak belajar untuk mengalahkan target diam. Kau akan hadapi musuh yang bergerak, dan ingin kau mati.