Share

Bab 7

Dokter datang dan melihat semua tubuh Raisa membiru. Kebetulan dokter itu adalah teman Gibran. Namanya adalah Simon. Simon geleng-geleng kepala melihat kelakuan Gibran yang menyiksa istri keduanya.

"Dasar sadis" gumam Simon tapi bisa didengar oleh Gibran.

"Aku membayarmu bukan untuk mengataiku tapi untuk memeriksa dirinya" balas Gibran skakmat.

"Iya bawel. Udah tua masih gak tobat-tobat. Anak orang ini jangan kejam amat. Kalau mati gimana? " tanya Simon kesal.

"Terserah aku ngapain dia bukan urusanmu!!" Gibran marah saat Simon mencampuri urusan pribadinya.

"Awas loh kalau kamu jatuh cinta sama dia bakal menyesal seumur hidup sudah menyakiti wanita secantik dan seseksi ini" goda Simon sambil melihat tubuh Raisa yang benar-benar menggairahkan dan mengguncang iman.

"Akan kucongkel matamu jika kamu berani melihat istriku lagi!! " ancam Gibran tak main-main.

"Just kidding bro. Dasar posesif!!" setelah Simon selesai memeriksa dan memberikan obat untuk Raisa, Simon pulang karena sudah diusir oleh Gibran.

"Ngghhh" Raisa terbangun dengan tubuh yang terasa sakit. Dia melihat Gibran tak jauh dari dirinya.

"Itu obat pereda nyeri dan krim untuk mengoles lukamu" setelah mengatakan itu Gibran keluar dari kamar. Dia memilih tidur bersama Ayudia untuk sementara waktu. Tentu saja Ayudia sangat senang. Akhirnya Gibran mau tidur bersamanya lagi.

Selama satu minggu ini Gibran tak terlihat batang hidungnya. Ayudia selalu memamerkan rambutnya yang basah setiap waktu karena seolah menunjukkan jika dia habis bercinta dengan Gibran. Dia bahkan tanpa malu memperlihatkan bekas kissmark di dada dan lehernya.

"Aduh mama capek banget semalam papamu sangat ganas sampe mama gak bisa tidur" ucap Ayudia dengan sengaja membesarkan volume suaranya. Raisa tidak terpengaruh sebab dia tidak merasakan apapun. Dia sibuk berjibaku di dalam dapur.

"Baguslah ma papa lebih memilih mama daripada wanita caper itu. Ma kita jalan yuk ke mall. Vallery suntuk banget dirumah stres banget jaga anak mulu" keluh Vallery.

"Ayo mama juga mau spa, creambath, meni pedi biar papa kamu nambah kesengsem liat mama. Kamu ganti baju sana gih" suruh Ayudia.

"Iya ma tungguin ya" Vallery berlari ke kamarnya untuk berganti pakaian. Setelah bersiap-siap mereka berdua pergi ke mall meninggalkan Kyla bersama baby sitter. Sudah dua jam lamanya mereka belum kembali, Kyla menangis meraung di dalam kamarnya. Baby sitter yang menjaga Kyla terlihat sangat panik sekali. Gibran yang hari itu hanya dirumah karena sedang libur mendengar cucunya menangis keras.

"Ada apa ini?! kenapa Kyla menangis? mana Vallery?! " tanya Gibran bertubi-tubi.

"Nyonya Vallery pergi sama nyonya Ayudia tuan. Kyla seperti tersedak sesuatu tuan" jawab baby sitter itu dengan tubuh yang gemeteran. Dia seperti diintrogasi oleh polisi.

"Gimana sih kerjaan kamu?! masa kamu gak tau Kyla makan apa sampe tersedak!! " Gibran bukannya sigap membantu malah marah-marah.

"Ada apa mas? kenapa Kyla? " tanya Raisa tiba-tiba datang melihat keributan yang terjadi. Wajah Kyla membiru, Dia yang dulunya anggota palang merah remaja sigap mengambil Kyla dari baby sitter itu lalu menepuk-nepuk keras bagian belakang punggungnya.

"Apa yang kau lakukan?! " Gibran pikir Raisa ingin menyakiti Kyla ternyata tak lama kemudian keluar sesuatu dari dalam mulut Kyla. Itu adalah bandul kalung milik Ayudia yang hilang. Ternyata selama ini Gibran salah menghukum seseorang. Gibran sangat marah karena Ayudia sudah menuduh Raisa.

Oekk oekk oekk

Tangis baby Kyla. Raisa berusaha menenangkannya. Setelah baby Kyla tenang dan kembali tertidur Raisa menaruhnya ke dalam baby box.

"Terima kasih" ucap Gibran saat melihat apa yang dilakukan oleh Raisa pada cucunya. Kalau saja terlambat mungkin nyawa Kyla yang jadi taruhannya.

"Sama-sama mas, mas mau makan? Raisa sudah masak" ajak Raisa. Gibran tidak menjawab tapi dia mengikuti Raisa sampai ke meja makan. Disana sudah tersedia banyak macam lauk. Mulai dari cumi saus padang, kangkung belacan, udang goreng tepung dan masih banyak lagi.

"Banyak sekali siapa yang mau makan? " tanya Gibran. Baunya sungguh menggugah selera hingga Gibran tergoda untuk mencicipinya.

"Iya mas hari ini ulang tahunku. Nanti aku pamit kerumah sakit lagi ya mas mau antar makanan buat Rangga" sebenernya Raisa masih takut pada Gibran hanya saja di butuh izin Gibran untuk pergi.

"Boleh tapi minta pak Ujang yang mengantar, dia juga akan menunggu disana" ucap Gibran.

"Makasih ya mas" balas Raisa sambil tersenyum bahagia. Ia melayani Gibran mulai dari mengisi piring dengan nasi dan lauk yang diinginkan oleh suaminya.

"Kamu jangan lama disana. Setelah pulang kamu mandi dan pakai lingerie yang seksi. Aku akan tidur di kamarmu malam ini. " ucap Gibran membuat pipi Raisa bersemu merah menahan malu. Gibran terlalu terang-terangan mengatakannya.

"Iya mas" jawab Raisa.

***

Malam harinya Raisa sudah menunggu Gibran datang ke kamarnya tapi sudah jam 12 Gibran tak kunjung datang juga. Jadi Raisa pikir Gibran tak jadi menemuinya.

Kriettt...

Gibran masuk ke kamar Raisa. Sebenarnya sedari tadi dia ingin menemui istri keduanya itu. Hanya saja Ayudia menghalangi dan mengajaknya bercinta. Setelah selesai bercinta dan memastikan Ayudia tertidur, Gibran keluar lalu masuk kedalam kamar Raisa.

Miliknya kembali menegang saat melihat tubuh Raisa yang seksi dari belakang. Rasanya dia ingin menghujamnya sampai esok pagi. Tanpa aba-aba apapun Gibran langsung saja memeluk Raisa dari belakang sambil mencumbu tubuhnya. Raisa terbangun saat merasakan ada seseorang yang mencium tengkuk lehernya.

"Mas? ngghhh" Raisa tidak bisa menahan desahannya saat merasakan cumbuan yang diberikan oleh suaminya. Mereka kembali menyesap manisnya madu sampai subuh menjelang. Gibran kecanduan oleh tubuh istri keduanya. Miliknya benar-benar dimanjakan oleh milik Raisa. Setelah mereka mencapai kepuasan bersama Raisa tertidur karena saking lelahnya.

Gibran menatap punggung, tangan, dan kaki Raisa yang masih terlihat luka cambuk yang ia berikan. Rasa bersalah tumbuh di hatinya. Hanya saja rasa gengsinya mengalahkan semua itu. Ia kecup setiap luka yang sudah ia berikan. Gibran membuka laci untuk mencari krim oles buat menghilangkan bekas luka itu. Namun krim itu sudah habis. Dia menelpon Simon subuh-subuh memintanya untuk mengantar krim itu lagi sekarang.

"Kamu gila?! ini masih subuh bambang!! jangan ganggu tidurku!! " bentak Simon lalu menutup teleponnya.

Keesokan paginya Raisa terbangun dalam pelukan Gibran. Pantas rasanya sedikit sesak. Dia berusaha melelaskan diri karena harus ke dapur untuk membuat sarapan.

"Jangan pergi ma" Gibran sepertinya mengingau. Dia menangis dalam tidurnya. Raisa tidak bergerak lagi dan memperhatikan wajah Gibran yang begitu dekat dengan wajahnya. Tiba-tiba saja mata Gibran terbuka dan melihat wajah Raisa begitu dekat dengannya. Raisa sampai menahan nafas takut nafasnya bau.

"Apa yang kau lihat? " tanya Gibran datar lalu melepaskan pelukkannya lalu ke kamar mandi untuk membersihan diri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status