Share

Bab 6

Raisa rencananya akan mengunjungi adiknya Rangga di rumah sakit. Kondisi Rangga sekarang sudah semakin membaik. Dia meminta izin pada Gibran untuk mengizinkannya keluar rumah karena bagaimanapun Gibran adalah suaminya.

"Mas aku boleh kerumah sakit? " tanya Raisa saat mereka ada di meja makan.

"Boleh tapi ingat jangan pulang larut malam" jawab Gibran. Raisa senang karena dia bisa mengunjungi Rangga. Dia sudah memasak makanan kesukaan Rangga yaitu ayam goreng lengkuas dan sayur sop ayam. Tak lupa Raisa juga memberikan bekal pada suaminya.

"Apa ini? " tanya Gibran menatap kotak makan yang diberikan oleh Raisa.

"Bekal makan siang mas" jawab Raisa. Selama ini Gibran tak pernah membawa bekal karena Ayudia istrinya tidak pandai memasak. Gibran lebih suka membelinya di restoran yang sudah memiliki sertifikasi. Dengan ragu Gibran membawanya.

Devan menatap tidak suka saat Raisa hanya perhatian pada papanya. Sama halnya dengan Ayudia dan Vallery mereka berpikir jika Raisa hanya caper pada Gibran. Sebelum Gibran pergi Raisa tak lupa mencium punggung tangannya. Timbul rasa hangat di dada Gibran karena selama ini dia tidak pernah diperlakukan seperti ini. Devan memutar bola matanya malas. Rasanya hatinya bergemuruh melihatnya.

"Hati-hati mas" ucap Raisa. Gibran tak menjawab dan langsung pergi bersama Devan ke kantor. Raisa masuk kembali ke rumah tapi dihadang oleh Ayudia dan Vallery.

"Eh wanita caper!! mau kemana kamu?! ini cuciin baju-baju kita!! jangan pakai mesin cuci harus pakai tangan!! awas ya kalau kamu pakai mesin cuci!! " Vallery melempar baju-baju miliknya ke wajah Raisa. Ayudia maju dan mencengkram dagu Raisa hingga mendongak ke atas.

"Denger ya, sampai kapanpun mas Gibran gak akan mencintai kamu. Kamu harus ingat kamu hanya pemuas nafsu semata gak lebih!! " Ayudia melepas cengkraman di dagu Raisa hingga meninggalkan jejak kemerahan disana. Mereka berdua tertawa setelah puas merundung Raisa lalu pergi begitu saja sambil meyenggol bahu Raisa dengan kasar. Raisa hanya bisa pasrah diperlakukan semena-mena oleh mereka. Ayudia benar dia hanyalah pemuas nafsu saja tidak akan pernah menjadi Cinderella. Raisa berharap Gibran segera bosan dan membuangnya.

Di kantor Gibran melihat kotak makan yang diberikan oleh Raisa. Dia membukanya tanpa minat. Hanya ada lauk ayam goreng dan sayur sop. Biasanya Gibran akan makan di restoran western di seberang kantor. Tapi bau makanannya sungguh menggugah selera. Dia cicipi sedikit rasanya tidak buruk. Padahal ini hanyalah makanan sederhana.

"Pa, mau aku pesankan makanan seperti biasa? " tanya Devan saat masuk ke dalam ruangannya.

"Tidak perlu. Papa cukup makan ini saja" tolak Gibran. Devan melihat kotak bekal yang diberikan oleh Raisa pagi tadi. Perasaan kesal kembali melandanya. Dia memilih pergi dan makan diluar sendiri.

Sedangkan dirumah Raisa sudah selesai berberes-beres dan mencuci baju Vallery dan Ayudia yang menggunung. Sebenarnya dia sudah merasa lelah tapi dia harus menemui Rangga. Dia ambil rantang makanan dan tas bututnya lalu pergi ke rumah sakit naik grab karena Ayudia tidak mengizinkan dia untuk memakai supir. Kartu yang diberikan oleh Gibran belum Raisa pakai. Dia masih ada uang gaji saat kerja di cafe dulu.

Sesampainya dirumah sakit Raisa menemui Rangga yang tertidur di bangsal rumah sakit. Rangga membuka matanya saat melihat Raisa datang menjenguknya.

"Kakak!!" Rangga senang sekali melihat kakaknya datang berkunjung. Dia sekarang sudah semakin sehat dan sebentar lagi akan keluar dari rumah sakit.

"Rangga maaf ya kakak telat, tadi kakak banyak sekali pekerjaan. Kamu sudah makan? " tanya Raisa.

"Belum kak Rangga gak suka makanan rumah sakit. Rangga kangen masakan buatan kakak" masakan Raisa mengingatkan Rangga pada masakan ibu mereka yang sudah tiada. Rasanya benar-benar mirip.

"Ini kebetulan kakak buat untuk kamu. Makan yang banyak ya" Raisa membuka rantang yang berisi lauk ayam goreng lengkuas dan sop ayam kesukaan Rangga. Mata Rangga berbinar saat melihatnya dan tak sabar untuk segera mencicipinya.

"Ehmm enak banget kak persis kayak buatan mama!! " puji Rangga.

"Sudah nanti saja ngomongnya. Kamu makan dulu yang banyak" Raisa senang melihat Rangga makan dengan lahap. Setelah makan dan asyik berbincang Raisa pamit pulang kerumah. Dia mendengar Ayudia marah-marah di dalam rumah. Tiba-tiba saja Ayudia menampar wajah Raisa hingga pipinya terasa kebas.

"Dasar pencuri!! mana kalungku?!! cepat kembalikan!! " tuduh Ayudia.

"Mbak kalung apa? aku gak pernah mencuri mbak" Raisa memegang pipinya yang terasa perih. Sepertinya sudut bibirnya robek akibat tamparan yang dilayangkan oleh Ayudia.

"Alah ma mana ada maling mau ngaku. Kalau ngaku yang pasti penjara bakal penuh" timpal Vallery. Di dalam hatinya Vallery tertawa karena dialah pelaku yang sebenarnya. Dia sengaja mengkambinghitamkan Raisa agar Raisa disiksa oleh mamanya.

"Ada apa ini?! " Gibran pulang lebih cepat bersama Devan.

"Pa dia mencuri kalungku pa!! " tuduh Ayudia. Raisa hanya menggelengkan kepalanya sambil menangis. Dia memang tidak pernah mencurinya. Devan melirik tajam pada Vallery pasti adiknya itu yang sudah berulah.

"Benar kamu mencuri? " tanya Gibran. Gibran bukan orang yang pemaaf. Dia tidak suka kalau ada tikus yang berada di dalam rumahnya.

"Tidak mas aku gak pernah mencuri" bantah Raisa.

"Bagaimana kalau kita periksa CCTV siapa tau pencurinya sebenarnya akan terungkap" sambung Devan. Wajah Vallery memucat. Dia takut perbuatannya akan diketahui kedua orang tuanya.

"Tidak perlu!! mama yakin Raisa pelakunya!! sejak dia kemari barang mama banyak yang hilang" tolak Ayudia.

"Sudahlah berapa harga kalung itu aku akan menggantinya" Devan tidak mau masalah ini jadi kacau balau.

"Tidak mau!! kalung itu dijual terbatas!! mama mau kalungnya sekarang!! " Ayudia masih dalam pendiriannya. Raisa benar-benar terpojok sekarang. Gibran percaya saja kalau Raisa memang mencuri kalung itu. Dia menyeret Raisa masuk kedalam kamar. Ayudia tersenyum puas saat melihat Gibran begitu marah pada Raisa.

Di dalam kamar Gibran melempar tubuh Raisa di atas ranjang. Raisa takut saat melihat sorot mata Gibran yang menakutkan.

"Aku sudah memberimu kartu blackcard tapi rupanya masih kurang hem? katakan dimana kalung milik Ayudia atau aku akan menghukummu!! " ancam Gibran.

"Mas sumpah demi Tuhan mas aku gak tau. Aku gak pernah mencurinya mas!! " Raisa mengiba di bawah kaki suaminya. Tapi Gibran malah menendangnya hingga terjatuh. Baru kali ini Gibran berbuat kasar padanya.

Gibran membuka ikat pinggang miliknya dan langsung mencambuknya. Raisa menangis setiap Gibran melepas cambukannya. Dia tidak bisa lari dan terus disiksa hingga pingsan. Banyak yang tidak tau sisi kejam Gibran. Dulunya papa Gibran kerap menyiksa mamanya hingga meninggal. Hal itu berpengaruh dalam sisi psikolologis dirinya.

Gibran membawa Raisa ke atas ranjang. Tidak ada penyesalan di dalam hatinya saat melihat luka-luka cambukan yang sudah membiru itu. Gibran segera menelpon dokter untuk datang kerumahnya. Dia tidak ingin Raisa mati karena masih membutuhkan tubuhnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status